[Follow dulu, yuk!]
Hidup di lingkungan berisi keluarga para militer, Celene merasa tak nyaman karena keluarganya hanyalah keluarga biasa. Ibunya yang galak hanya seorang forensik, ayahnya gelandangan, sedangkan dia dan kakaknya masih sekolah.
Bukan...
Kelas hening. Para siswa memperhatikan seorang laki-laki berkacamata sedang menggambar di papan tulis. Laki-laki berkumis tipis itu mencoret bulatan-bulatan memanjang. Bulatan itu mulanya kecil di bawah, kemudian menjadi sebesar lebar papan tulis begitu sampai di atas.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mr Stark menoleh ke arah murid-muridnya dengan gerakan puas. Melempar kapur yang tersisa ke tempat sampah dan mengambil penggaris sepanjang lengannya untuk menunjuk bulatan kecil di bagian paling bawah gambar. "Ini adalah mata badai," katanya dengan nada dramatis. "Ketika kau berada di lubang ini, semuanya sangat damai, seperti ketika kau tidur di atas awan lembut diiringi suara Ashley Serena yang menyanyikan My Jolly Sailor Bold.
"Diameternya bervariasi, tergantung seberapa besar badai yang terbentuk. Sekitar 2 sampai 100 meter."
Mr Stark menarik ujung penggarisnya ke tengah-tengah badan angin "Tetapi semua akan berbeda ketika kau menempel bagian ini." Dia menarik penggarisnya ke atas dan ke bawah berkali-kali sambil menggertakkan gigi agar murid-muridnya semakin terbawa suasana. "Ini adalah dinding badai. Lupakan tidur di atas awan dengan nyanyian suara merdu, kau akan merasakan jantungmu pindah ke dengkul ketika tubuhmu tertarik ke bagian ini.
"Pusaran anginnya sangat kencang, lebih dari kecepatan mobil sport yang saat ini sedang kalian jemur di parkiran."
Para murid saling menatap. Mengedikkan bahu, menganggap perbandingan yang diucapkan Mr Stark sering membuat mereka terheran.
"Oke, sebelum kita menuju ke dampak apa yang terjadi jika badai seperti itu terjadi, kita akan kembali ke asal mulanya terlebih dahulu."
Mr Stark menghapus gambar anginnya. Mengambil kapur tulis dan menggambar lengkungan ombak di tengah-tengah papan tulis. "Ini adalah lautan," katanya dengan nada dramatis membuat perhatian siswa kembali serius. "Lautan punya suhu yang dingin." Dia mencoret lautan dengan kapur berwarna biru.
"Tetapi, kita lihat!" Mr Stark menggambar matahari jauh di atas lautan dengan kapur berwarna merah. "Ini adalah raja kita, matahari, yang akan segera mengacaukan segalanya.
"Sinar matahari yang terperangkap oleh gas rumah kaca di atmosfer akan membuat suhu di permukaan laut menghangat." Mr Stark mewarnai permukaan laut dengan kapur merah sehingga papan tulis kini mirip bendera Serbia tanpa lambang dan bagian putihnya. "Dari sinilah terjadi sebuah benturan antara dua tekanan udara yang berbeda dan akhirnya membentuk mata badai." Gambar angin yang meliuk-liuk kembali diukir.
Salah satu tangan terangkat dari meja tengah. Seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak dan celana jeans. Bahunya lebar. Dagunya manis seperti senyum yang sedang ia tunjukkan kepada seisi kelas.
"Ya, Andrew?!" Mr Stark berkacak pinggang.
"Itu artinya, badai tidak akan bisa terbentuk di malam hari? Tidak ada matahari di malam hari, 'kan?" dia menurunkan lengannya lagi.