Di pagi harinya, waktu masih menunggu pukul 06.00 pagi. Ghea bersama keluarganya terlihat begitu asyik menikmati sarapan yang dihidangkan di atas meja, dengan beberapa macam lauk yang dilengkapi nasi putih lalu tak lupa juga teh hangat yang tersaji di atas meja makan tersebut. Ghea menarik napas dalam-dalam, wajahnya terlihat begitu lesu hingga kantung matanya menghitam akhir-akhir ini, membuatnya tak begitu nafsu menikmati sarapan pagi.
Melihat anak perempuannya tak memiliki nafsu makan seperti biasa, Ibu anak dua itu menegur dengan lembut, "Semalam masih tidak bisa tidur lagi?"
Ghea tak mengangguk dan juga tak mengiyakan perkataan Ibunya, ia takut jika orang tuanya semakin khawatir dengan keadaannya. Ia jutsu memilih diam dan meminum segelas teh hangat di samping piringnya.
Memang benar!
Setelah kejadian di ruang seni, ia terus mengalami berbagai teror yang mengerikan, membuatnya hampir tak bisa tidur nyenyak lagi. Ia selalu mendengar langkah kaki di depan kamarnya dan bayangan hitam yang memperhatikannya dari liang jendela. Kadang-kadang suara isak tangis pun terdengar bersamaan dengan suara anak ayam yang terdengar jauh. Namun, sebenarnya suara anak ayam itu berada di perkarangannya.
"Emangnya Kakak tidak bisa tidur?" Sela Gihon, adik laki-laki Ghea yang berusia delapan tahun itu menyeka mulutnya yang penuh dengan remah-remah makanan, "Bukannya semalam kakak tertidur pulas di kamar?"
"Berisik, kalau lagi makan telan dulu jangan banyak bicara nanti tersedak." Sahut Ghea kesal, ia memegangi kepalanya yang sedari tadi sakit. Mungkin karena kurang tidur, otaknya tak cukup untuk beristirahat.
"Ghea, Gihon." Kata Ayahnya, memincingkan matanya saat meminum teh hangat buatan sang istri. "Cepat habiskan makanan kalian, nanti terlambat pergi sekolahnya." Ucapnya tak kala menyeka mulutnya dengan tisu.
Ibunya berpaling pada Ghea yang saat itu masih memegangi kepalanya dan memijit-mijit kepalanya agar tak terlalu sakit. "Sepertinya kamu kurang enak badan." Kata Ibunya, dengan cemas. Ibunya membelai-belai puncak kepala anaknya, "Lebih baik istirahat saja di rumah, badanmu panas sekali."
"Ehh, jangan Bu, hari ini ada ulangan matematika umum." Sahut Ghea, ia bangkit dari duduknya.
"Ghea pamit pergi sekolah dulu yah, Bu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaykumsalam."
Ibunya menghela napas. Menatap Ghea yang pergi keluar, sejujurnya ia merasa khawatir dengan keadaan anak perempuan itu. Hati kecilnya ingin sekali melarang sang anak keluar dari rumah. Namun, apalah daya ketika sang anak sudah memutuskan keinginannya sendiri.
Sementara itu, jam dinding mulai menunjukkan pukul 07.00, bel berbunyi disambung dengan pengumuman dari pengeras suara. Pengumuman tersebut menghimbau seluruh siswa untuk pergi ke lapangan dan harus melaksanakan kegiatan rutin setiap hari jumatnya. Ya! Kegiatan senam. Hampir semua murid telah berada di lapangan basket, mengenakan baju olahraga.
Tapi tidak dengan satu gadis yang masih terperangkap di jalan. Ya! Gadis itu bernama Ghea Agustina terlihat sedang mendorong motor miliknya yang mogok. Desahan napasnya sedikit terengah-engah ditambah kakinya sudah mulai bergoyang-goyang tak kuat harus mendorong motor itu jauh lebih lama lagi. Sepanjang jalan ia belum menemukan bengkel yang buka.
"Mang Kiding, tolong bantuin masukin dong." Seru Ghea, ia meminta tolong pada salah satu penjaga sekolah. Sudah tak mungkin lagi baginya untuk mendorong motornya jauh lebih lama lagi.
"Iya neng, kenapa ga dibawa ke tukang bengkel?" Tanya Mang Kiding, ia mengambil alih motor tersebut.
"Belum ada yang buka Mang." Seru Ghea membenarkan posisi tasnya, "Saya mau ke kelas dulu yah Mang, mau naruh tas habis itu langsung ke lapangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Lukisan | Misteri Lukisan Sekolah
TerrorPerhatian⚠️ Tidak disarankan bagi Ibu hamil dan penderita serangan jantung. Untuk pembaca 17+ ke atas, karena terdapat adegan kekerasan, pembulian, hingga pembunuhan. *** Bagaimana pun, saat lukisan itu disentuh dengan manusia berdarah manis, segala...