Don't forget vote+comment!
.
.
.-
Saat semua terasa semakin menyakitkan, rasanya ingin meminta pada semesta agar luka ini menemukan jalan untuk pergi tanpa pernah kembali lagi.
-Asyra Almahyra
—————————Happy Reading❄️
***
Syra berjalan dengan langkah pelan menuju rumah. Sesekali, ia menghela dan menghapus paksa air matanya. Rencana untuk ke pesantren sepertinya urung, karena hatinya sedang tidak baik-baik saja sekarang.
"Allah, kenapa?" gumam Syra sambil tersenyum samar, terlihat menyakitkan.
Saat tiba di depan rumah, Syra kembali menghela napas. Kemudian barulah setelahnya, masuk tanpa menunggu jawaban dari dalam.
"Assalamualaikum." Syra berencana untuk langsung ke kamar. Namun, tidak lama, terdengar suara langkah kaki dari arah dapur.
"Wa'alaikumussalam. Loh, Nak. Katanya mau ke pesantren. Kok udah pulang?" tanya Amina.
"Gak jadi, Umi." Syra mengeluarkan kertas kecil dari saku gamisnya. "Ini resep brownisnya, maaf kalau Syra agak lama."
Amina menerima dan tersenyum. Namun, melihat raut wajah sang anak yang tak seceria tadi membuatnya mengerutkan dahi.
"Kamu baik-baik aja, Nak?" Dia memastikan, membuat Syra memasang wajah bingung.
"B-Baik kok, Mi. Kenapa?"
"Muka kamu keliatan sedih. Ada masalah, ya, tadi?"
Dengan cepat Syra menggeleng. "Gak ada, Umi. Syra cuma sedikit gak enak badan, itu aja."
Dalam hati ia memohon ampun kepada Allah karena telah berbohong pada Amina. Syra sungguh terpaksa, karena tidak ingin Amina tahu tentang luka yang ada di hatinya.
"Yakin? Kalau ada apa-apa bilang, ya, Nak? Umi suka khawatir," balas Amina lembut, Syra mengangguk.
"Iya, Umi. Insyaa Allah. Kalau gitu, Syra izin ke kamar istirahat, boleh?"
Amina mengangguk. "Iya, sana istirahat dulu. Mau Umi buatkan teh?"
"Gak usah, Mi. Syra cuma mau istirahat, nanti Syra bikin sendiri kalau Syra mau," jawab Syra. Tidak bisa dikatakan bagaimana sesaknya dadanya saat ini, sedari tadi merasa oksigen dalam bumi telah terkuras habis.
"Ya sudah, sana istirahat."
Syra hanya menjawab dengan anggukan. Langkah kecil itu pun berlalu menuju kamar. Selama perjalanan, Syra terus menunduk takut ada orang yang mungkin tiba-tiba saja lewat di depan.
Setelah pintu kamarnya ia kunci rapat-rapat. Air mata yang sedari tadi ia tahan lantas luruh begitu saja.
"Astaghfirullah." Syra menggigit bawah dan mengusap-usap dada, berharap sesak itu beranjak dari sana.
Namun, nihil. Tidak ada yang terjadi. Rasa sakit itu justru semakin terasa. Apalagi, saat Syra mengingat semua harapan untuk bersama dengan orang yang dia cintai. Ega.
Apa dia sanggup untuk menghadapinya?
Melihat seseorang yang sangat dia inginkan bersama dan memulai kisah indah bersama wanita lain? Membayangkan saja rasanya sesakit itu, apalagi jika benar-benar terjadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/246515377-288-k255723.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa
SpiritualKita terjebak dalam zona waktu yang salah. Ketika aku menginginkanmu, kamu justru menginginkan dia, seakan kita adalah dua orang yang sama-sama egois perihal rasa. Hingga, aku memilih mengalah dengan mengubur dalam-dalam dan membiarkan rasa itu mati...