Tentang kamu -12

7 0 0
                                    

Bertopeng lemah.

***

Suatu hari, ada seorang anak yang datang kepadaku. Menyodorkan sebuah permen, lalu tertawa saat melihat mataku basah.

"Ih, Kakak cengeng!"

Aku tersenyum, memaklumi. Setelahnya, anak itu pergi. Meninggalkanku dengan keheningan berbalut luka yang ku dekap, sehari sebelum kontes idol akan di buka.

Aku, satu-satunya pria asal B yang bisa lolos tahap semi final, setelah banyaknya yang gugur. Namun, mungkin aku kurang beruntung.

Aku menang, memang suatu kebanggaan. Namun, aku kehilangan. Saat itu, saat kontes berlangsung, dia yang sebelumnya selalu menjadi teman ternyaman memilih menyerah melawan penyakit yang sudah beberapa tahun ini membuatnya lemah.

Kalian tahu artinya patah? Ya, begitulah keadaan saat itu. Kekasihku meninggal, dan aku bahkan sama sekali tidak ada di sana.

Aku hanya bisa datang setelah melalui perjalanan lumayan lama, itu pun setelah meminta izin untuk kembali, menunda kontes yang akan di lakukan, sebagai penentuan pemberian gelar.

Keadaan hening, kuburan yang masih basah ku peluk erat. Luka dua tahun yang lalu akibat kehilangan masih membekas, aku sendiri, dan sekarang pun tetap sendiri.

Semuanya perlahan pergi.

Mata yang sebelumnya menatapku penuh puja, kini hilang. Aku sendiri, tak tau kemana akan pulang. Sial, sia-sia saja perjuangan yang kulakukan, jika hanya kesepian yang akan merayakan.

"Hai, dear. Bukankah kamu bilang akan bertahan? Apa ini, kamu bahkan meninggalkan setelah kamu berjanji tetap di sini, menemani semua proses yang harus kita jalani." Gila, ya, aku memang gila. Tanah merah yang masih basah itu, ku cium lama. Rasanya aroma manis, khas dirinya terpatri di sana.

Oh, astaga ya tuhan. Tidak jauh dari tempat ku berada, seseorang terlihat menabur bunga. Dengan lagu yang menyenandungkan rasa yang sama, luka.

Satu yang harus kau tahu, ku menanti kau tuk kembali.

'Dear, kamu bahkan mengingkari janji. Sekarang aku harus apa? Sia-sia saja semua yang ku capai kalau ternyata hanya tersisa aku sendiri.'

Langit, mungkin setelah ini aku akan sangat membencimu. Kau bahkan tidak menurunkan hujan seperti di drama televisi untuk menyembunyikan tangisku.

Semesta, se-bercanda apa sebenarnya kamu? Mengambil setelah kamu tahu, betapa nestapanya aku. Tak sadarkah kamu, aku hanyalah seonggok sampah biasa?

Ah, ya, Tuhan. Aku harus melantunkan doa apa lagi kali ini kepadamu? Setelah berulang kau buat kecewa hatiku. Tidak, aku bukannya marah. Hanya saja, ini buatku gila.

Kamu mungkin sekarang sudah bahagia.
Aku juga, bahagia. Percayalah.
Aku bahagia, sendiri. Berhenti dengan mimpi yang tak mungkin bisa ku gapai lagi. Lalu, tetap dalam kekosongan ini.
Mungkin sampai seseorang kasihan, memberikanku sehelai benang untuk menjahit luka yang kian membentang.

Story About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang