Langit kian menggelap, menghapus senyum yang kini lenyap. Denting bunyi yang terdengar, bagai irama tangis, seseorang di luar sana.
Lalu suatu hari kamu tiba, datang dengan tawa, membawakan sebuah berita bahwa dirimu terluka, namun bercerita seolah itu sudah biasa.
Hari itu pula aku merasa memiliki suatu yang harus di lindungi, meski saat itu kita masih belum saling mengerti.
"Kalau di ingat-ingat, perkenalan kita dulu, lucu juga, ya!"
Kamu mengirimku pesan, setelah sekian bulan berkenalan. Aku tersenyum, membalas dengan anggukan.
Benar memang, waktu selalu punya cara terbaik mengenalkan kita pada seseorang, seseorang yang mungkin lebih kuat, atau seseorang yang bisa membuat kita terlihat hebat, saat di mata orang lain itu tidak bermakna.
Waktu selalu punya kelebihan yang membuat setiap insannya merasa bangga, telah berada, telah kuat, telah berusaha untuk tegar di saat semuanya berlalu begitu saja.
"Semangat, ya, belajarnya."
Lalu setelahnya kita kembali pada posisi semula. Aku yang di sini berusaha meluangkan waktu, agar tetap terlihat hebat di matamu. Dan, kamu yang berusaha membuat waktu merasa lelah dengan perjuanganmu.
"Please, sayang. On bentar, ya?"
Hari itu aku menatap pesan untukmu dengan lama. Berharap, akan ada balasan setelah kerinduan yang begitu membuat teramat sesak di dada.
Namun, waktu kembali membuatku harus sadar, beserta tegar. Ini hanyalah perkara waktu, ya, benar. Jadi, sepertinya aku harus mulai belajar untuk mengharapkan sesuatu yang belum tentu di sukai waktu, karena aku ... tidak sekuat dirimu.
Aku tidak kuat sendiri, dengan rindu yang terus menggebu. Maafkan, aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story About You
AcakBukan kisah cinta Remaja. Apalagi tentang perjodohan yang berakhir saling cinta. Ini kisah tentang kamu. Yang selalu ku rindu. Yang selalu ingin ku bertemu. Tapi terhambat oleh waktu. **** a story' by Your Majesty "Writing is not for sensation/famou...