Bunyi bel di salah satu altar yang terlihat putih bersih tampak menggema membuat semua mata memandang ke arahnya. Yang di penuhi oleh orang-orang dengan pakaian rapi juga cantik.
Saat sang pendeta memulai membuka bicara sambil melihat dua pasangan yang terlihat sangat serasi. Senyum bahagia mengembang di wajah mereka.
Janji ikrar mulai di ucapkan, saling memandang lekat satu sama lain. Semua orang terlihat senang, bahkan menangis.
'kenapa?'
Batin seorang pemuda yang berdiri di belakang bangku para tamu berbicara. Air matanya mengurai dengan deras. Ini bukanlah tangisan kebahagiaan melainkan sebaliknya.
Bachira, pemuda itu terus menangisi wanita yang kini bersanding di pelaminan bersama orang lain.
Kakinya terasa berat akan melangkah, tetapi ia terus berusaha menggapai wanita yang terus di tatapnya.
"Maaf tuan, anda dilarang untuk maju lebih jauh"
Dua orang kekar berkacamata hitam menghalangi jalan Bachira. "Tidak bisa! Kalian jangan menghalangiku!" Bachira kekeh terus maju.
Akhirnya kedua pria tersebut menangkap dan mengangkat Bachira dengan enteng. Dibawanya Bachira keluar dari altartersebut. Kemana semua tenaga yang biasa nya ada? Yahh... Entah kenapa tenaganya tak bisa digunakan. Dengan pasrah ia di seret keluar sambil terus menggumamkan sebuah nama dengan mata yang memerah akibat menangis.
"(NAME)!"
* * *
Beep!! Beep!!!
"(NAME)!!!!" Bachira terbangun dari tidurnya dengan nafas yang tersengal. Air matanya membasahi pipi serta bantal yang ia gunakan.
Dengan mata memerah Bachira agak linglung mencoba mengenali tempatnya berada. Kamarnya! Itu membuat Bachira sedikit tenang.
"Aku habis ngapain, sampai bisa ngalamin mimpi beginian?" Bachira sedikit tertunduk dari posisinya sekarang. Memegangi kepala dengan kedua tangan. "Amit-amit! Moga aja gak kenyataan!!"