Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"(Name), pelajaran akan dimulai. Kau tidak mau absen kan?"
* * *
TrING...
Bel berbunyi menandakan jam kedua selesai. Kini (Name) berjalan di koridor dengan membawa buku yang cukup banyak. Ia mencoba membawanya ke ruang guru, karena hari ini (Name) piket dikelasnya.
Tidak butuh 10 menit dan akhirnya (Name) selesai mengembalikan buku paket di ruang guru. (Name) berjalan kembali ke kelas. Namun, ia tak sendirian lagi...
"Kau mau kekantin?"
"Ti...tidak, aku akan langsung ke kelas saja"
"Begitu ya. kalau begitu, ayo ke kelas"
(Name) yang tadinya menunduk kini tengah menatap Nagi.
"Ta... Tapi bukannya kau akan ke kantin?"
"Untuk apa. Jika kau tidak disana, aku juga tidak akan kesana"
Deg!
Jantung (Name) berdetak kencang, Nagi hanya mengucapkan beberapa kata tapi (Name) sudah secanggung ini?
'(Name) tenanglah! Kenapa kau selalu begini!'
Wajah (Name) merona, membuat Nagi yang meliriknya tersenyum tipis. Melihat tingkah (Name) yang malu-malu, membuatnya senang. Ia ingin koridor yang mereka lewati semakin panjang agar momen ini tak berakhir dengan cepat.
"(Name)..."
Nagi mencoba memberhentikan langkah (Name) dengan menggenggam erat tangannya.
"A... Ada apa?"
"Ap kau..."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"YOOO ..... (NAME)!"
Kedatangan Bachira membuat Nagi tak bisa menyelesaikan perkataannya. Bachira adalah hama bagi Nagi.
"Bachira?!"
"Apa yang sedang kalian lakukan?"
"Ah... I... Itu a-aku..."
(Name) tertunduk dan langsung menarik tangannya dari genggaman Nagi. Bachira yang melihat sikap (Name) membuatnya tersenyum paksa. Bagaimana bisa (Name) bersikap canggung dan malu-malu kepada Nagi? Sedangkan kepadanya... (Name) sangatlah kasar! Itu membuat Bachira merasa kesal dan iri.
"Apa kau ingin ke kantin?"
"(Name) akan ke kelas. Jika kau ingin ke kantin, pergilah. Kau tau kan jalannya?!"
Bukannya (Name) yang menjawab malah Nagi yang bersuara. Sepertinya, bukan hanya Bachira yang merasa kesal disini. Nagi pun sama, karena kesempatannya malah di hancurkan dengan kedatangan Bachira.
"Apa masalahmu!?"
"Tidak ada!"
(Name) yang berada ditengah-tengah mencoba melerai mereka agar tak terjadi perkelahian.
"Hentikan... Sebentar lagi, bel akan berbunyi. Sebaiknya kita ke kelas masing-masing"
"Kami harus pergi. Terima kasih sudah mengajakku, Bachira. Tapi, aku harus kembali ke kelas" (Name) menggandeng tangan Nagi dan membawanya pergi
Bachira hanya melirik mereka dari kejauhan. Begini saja, membuat hatinya terguncang.
Kreek...
Pintu kelas terbuka, sebelum langkah (Name) berlanjut. Nagi menahannya lebih dulu.
"Kau masuk duluan, ada sesuatu yang harus ku lakukan"
"Tapi..."
"Tenanglah. Aku akan segera kembali"
(Name) hanya mengangguk dan melihat Nagi melangkah pergi.
* * *
"Isagi... Aku ingin meminta tolong padamu"
Isagi melirik sahabatnya itu, yang sedang berbaring malas di atas kasurnya.
"Jadi, kau datang ke rumahku untuk ini?"
Bachira hanya mengangguk.
"Kau ingin minta tolong tentang apa?"
Bachira diam sejenak tak menjawab. Ia tak yakin jika Isagi akan membantunya, tapi hasilnya belum di tahu jika belum di coba bukan? Bergumam kecil dan akhirnya Bachira bersuara
"Aku ingin, kau membuat (Name) menjauhi Nagi"
Isagi menoleh ke arah Bachira. Kaget mendengar ucapan sahabatnya, ia sedikit ragu menjawab. Apalagi, ini berkaitan dengan adiknya dan kisah cinta sahabatnya. Seperti berdiri di atas tali, Isagi tak ingin jawaban yang ia berikan membuat salah satu dari mereka kecewa. Dan ia sangat tahu bahwa adiknya menyukai Nagi, bagaimana mungkin Isagi membantu sahabatnya dan menghancurkan hati adiknya? Begitu juga sebaliknya...
"Maaf, aku tidak bisa"
Sontak Bachira terbangun dari posisi malasnya. "Heh! Kenapa tidak bisa? Apa, Nagi meminta tolong padamu. Dan kau malah memilihnya dari pada aku?!"
"Bukan! Bukan begitu maksudku!"
"Jelaskan!" Melihat wajah Bachira yang penuh keseriusan akan pertanyaannya membuat Isagi sedikit tertegun. Dan sekali lagi Isagi memberikan jawaban yang membingungkan.
"Lakukan saja sendiri"
Bachira kembali membanting diri di atas kasur seakan tak ada harapan. "Baiklah, baiklah. Akan ku lakukan dengan caraku!"
"Tapi ingat!
"Apa?"
"Kau bisa melakukan hal apapun. Tapi jangan coba-coba membuat adikku menangis! Walaupun kau itu sahabatku, aku tidak akan segan-segan!" Ini bukanlah 'Ancaman' melainkan 'Peringatan'. Isagi serius dengan ucapannya, jika itu menyangkut Adik kesayangannya (Name).
Selesai memberi peringatan, ia berdiri dan meninggalkan Bachira yang masih bermalas-malasan di atas kasurnya sendiri.