II

81 14 11
                                    

Sore menjelang senja situasi kafe Senja mulai ramai. Para pegawai kantor yang telah selesai bekerja menyempatkan waktu untuk sekedar minum kopi yang dilanjutkan makan malam.

Suara blender, grinder, juga shaker saling bersautan turut meramaikan keriuhan kafe sore itu. Aroma kopi yang menguar juga turut menyambut pengunjung yang silih berganti datang.

Harum bubuk kopi bertemu dengan air panas harusnya membawa ketenangan tersendiri . Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi wanita usia kepala tiga yang tengah duduk tak jauh dari bar. Wanita itu, Dayana. Ia tampak tengah memijat pelipisnya. Kesal dan ingin menertawakan takdirnya. Lagi-lagi ia selalu dipertemukan dengan 'mereka'.

"Nih, ice americano-mu Day," ucap Rega seraya meletakkan satu gelas americano kesukaan Dayana. Wanita itu langsung menyeruput begitu saja.

"Haus, neng?" Dayana hanya tertawa. Rega menggelengkan kepalanya. "Kenapa sih?" lanjut lelaki itu seraya duduk di sebalahnya.

"Sesuai dengan advice sahabatku satu itu aku kan jadi main dating apps. Masa iya ketemunya mereka lagi mereka lagi," keluh Dayana.

"Mereka siapa sih?"

"Itu Om loreng," jawab Dayana dengan kesal. Rega hanya tertawa.

"Kamu baru sadar, circle-mu kan mereka semua," Rega menepuk bahu Dayana menenangkan.

"Lha itu, kok bener??"

"Terima nasib aja, deh. Siapa tahu emang jodohmu nggak jauh dari mereka."

"Hey, Rega. Masalahnya, umur mereka jauh di bawahku."

"Berondong, dong."

"Bukan berondong lagi, ponakan. Puas??" ucap Dayana. Rega hanya tertawa mendengarnya.

"Oh, bukan halo dek, dong. Tapi halo tante!"

"Eh, sial!" Dayana melempar bantal sofa ke arah lelaki itu.

"Sana, ke kitchen kek atau ke mana gitu. Ada yang mau dateng, nih. Awas kalau nge-bully lagi," ancam wanita itu.

"Oke, tante," pamit Rega dengan jahil. Dayana hanya mengerucutkan bibirnya dan menatap lelaki itu sinis.

Dayana menegakkan tubuhnya lalu memperbaiki hijab juga pakaiannya yang sedikit berantakan. Matanya menatap pintu masuk kafe. Memang sudah lewat dua jam dari waktu yang dinjanjikan. Orang yang akan ditemuinya tadi telah menghubunginya bahwa datang terlambat karena kendaraannya mogok.

Sebelum memutuskan bertemu, Dayana sudah berbincang melalui pesan singkat. Lelaki bernama Abimanyu itu adalah sosok abdi negara yang dinasnya tak jauh dari rumah sakitnya berada. Bahkan lelaki itu bertugas di bagian kesehatan. Hal itu memudahkan mereka membangun komunikasi. Berkat itu juga mereka menjadi cukup dekat. Meskipun begitu, wanita itu disadarkan oleh jarak usia yang cukup jauh. Usianya bahkan sama dengan adik kandungnya. Ia menganggap lelaki itu bak adik baginya.

"Permisi, Mbak Dayana?" sapa seorang lelaki muda. Dayana mendongak, menatap sosok di hadapannya.

"Oh, Abimanyu, ya?" tebak Dayana. Ia berdiri lalu mempersilakan sosok lelaki itu duduk.

"Jadi, bener usia yang tertulis di aplikasi, ya?" tanya Abimanyu setelah duduk.

"Hmm, betul. Kenapa?"

"Nggak percaya aja, Mbak. Habis lihat Mbak langsung kayaknya masih cocok dibilang usia dua puluh tujuh tahunan," puji Abimanyu yang ditanggapi oleh Dayana dengan tawa.

"Nggak usah coba ngerayu, nggak mempan," ucap Dayana lalu meminum ice americano yang tinggal separoh itu.

"Lho, nggak ngerayu saya, Mbak. Bener kok."

Halo!! Tante?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang