30. W I S U D A, S U R A T D A R I A R L AN

3.8K 166 0
                                    

Enam bulan berlalu, usai kepergian Arlan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Enam bulan berlalu, usai kepergian Arlan. Suasana rumah sedikit berbeda, walau sesekali diisi omelan cerewet dari Dion dan Ares yang membujuk Elona untuk meminum susu ibu hamil, tetap saja rasanya tidak lengkap tanpa si cerewet Arlan.

Jika ditanya bagaimana mereka melalui kehidupan usai kepergian Arlan, jawabannya singkat. Dion jadi lebih sering menghabiskan waktunya di ruang kerja, diam-diam menangis sambil menonton video lawas Arlan di laptopnya, kemudian keluar dari ruangan itu dengan lebih kuat, ralat. Berpura-pura menjadi kuat agar dapat terus menjadi ayah yang baik. Sesekali, pria bermarga Horizon itu menjadi penengah ketika Ares dan sang istri mulai membahas tentang Arlan.

Ares, meneruskan hobbynya dengan menjadi pemain basket di sekolahnya, juga masih aktif memotret banyak hal. Cowok itu jadi lebih ambis dalam belajar, sesekali berkunjung ke makam Arlan tanpa sepengetahuan Dion dan Elona. Menurutnya, ia bisa sedikit menekan kesedihannya dengan belajar dan menyibukkan diri.

Yang terakhir, Elona. Wanita hamil yang kini tengah menyiapkan pakaian untuk suami dan anaknya itu, belajar melupakan kesedihan tentang Arlan dengan lebih banyak diam pada awalnya, namun, tak urung mengikuti permintaan dokter agar ia menjaga kesehatan demi sang bayi. Elona masih sering menangis, walau tiga bulan terakhir wanita itu lebih memilih untuk memasak dan mengurus kebutuhan wisudanya agar bisa melupakan kesedihan itu.

"Sayang, ini sudah mau jam sepuluh, baju Mas sama Abang sudah belum?" tanya Dion, dengan keadaan shirtless dan hanya memakai celana kain hitam karena menunggu kemejanya disiapkan oleh Elona.

Elona mengangguk, tangannya mengulurkan kemeja batik berwarna cokelat yang senada dengan kebaya yang ia pakai.

"Abang mana? Apa dia udah duluan ke lobby?" tanya wanita yang sudah di make up dengan kening yang sedikit mengkerut.

Dion terkekeh, istrinya jadi sedikit lebih menggemaskan dan cerewet belakangan ini, berbeda dengan Ares yang nampak semakin dingin walau sesekali terlibat candaan dengan pria itu.

"Yakali sayang, masa abang ke bawah ga pake baju? Dia kayaknya lagi nelfon tadi, biarin dulu aja yah udah siap kok rambutnya tinggal pake kemeja terus jalan aja," jelas Dion, yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Elona.

Elona membantu Dion mengancingkan baju kemeja yang pas sekali di tubuh atletis suaminya itu. Tatapan teduh milik Elona, terlihat mulai ber kaca-kaca.

"Kalo ada adek, pasti dia ganteng banget pake kemeja batik yah Mas? Jadi kangen liat dia bawel deh"

Dion menghela napas pelan, tangan pria itu terulur untuk memegang jemari istrinya yang terhenti dari kegiatan mengancingkan bajunya.

"Ssstt, jangan nangis sayang. Masa udah cantik gini kamu nangis sih? Tadi mau Mas cium, katanya ga boleh soalnya make up kamu mahal, ini kok nangis, hm?"

Dion mengelus pelan pipi Elona, beberapa hari menjelang wisudanya, wanita itu memang jadi lebih sensitif. Lebih mudah menangis, apalagi ketika mengingat Arlan. Karena hal itu, Dion harus lebih ekstra sabar menyikapi tingkah Elona tidak dengan emosi. Untung, dia ahlinya.

MY MAN (HWARANG'S SERIES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang