Syifa merubah posisi duduknya menghadap pada Faqih, mereka berdua masih berada di Rumah pohon. Syifa memegang kedua tangan suaminya, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Mas Syifa mau cerita tentang suatu hal yang udah Syifa rahasiain ke semuanya, tapi setelah aku cerita pokoknya Mas Faqih ga boleh marah, ngomel-ngomel dan apalagi sampe sedih," ujar Syifa lembut sebenarnya ia ragu untuk mengatakan tentang penyakitnya namun suaminya itu harus tau.
Tangan Faqih terulur mengelus pipi kanan Syifa lalu tersenyum pada istrinya. "Cerita apa tuan putri? Mas janji ga bakal marah atau ngomel-ngomel," ucap Faqih lembut.
Mata Syifa sudah berkaca-kaca ia sudah menebak pasti air mata ini akan jatuh ketika dia berkata jujur pada suaminya, dia tidak bisa lagi menyembunyikan hal ini lagi pada Gus Faqih biarlah yang lain tidak tahu tapi suaminya itu harus mengetahuinya.
"Sebenarnya aku sakit parah Mas bukan demam biasa, aku nyuruh Dokter Alisha buat ngerahasiain ini semua ke Mas Faqih dan yang lain, Dokter Alisha bilang aku sakit leukemia Mas."
Syifa tidak bisa membendung air matanya lagi setelah mengatakan itu air matanya langsung turun membasahi pipinya, raut wajah Faqih langsung berubah, senyum yang tadi terus menghiasi kini pudar ia langsung memeluk istrinya menenangkan tubuh Syifa yang bergetar.
"Syifa takut Mas, sangat takut sama penyakit ini," lirih Syifa.
"Jangan takut sayang, kita hadapin sama-sama ya, kamu harus lawan penyakit itu biar dia tidak lagi ditubuh kamu," ujar Gus Faqih terus mengelus punggung istrinya.
"Syifa takut sakit ini bisa bikin aku jauh dari Mas Faqih dan lainnya, Syifa belum siap Mas."
"Kita tidak tau alur selanjutnya seperti apa sayang, kita hanya bisa berdoa dan selalu berikhtiar pada Allah semoga Allah selalu membantu kita, Allah itu maha penyembuh, semoga Allah mengangkat penyakit yang ada ditubuh kamu, tuan putri jangan takut lagi ya ada saya disini saya akan selalu menemani kamu di masa-masa sulit itu, kita hadapin sama sama ya," tutur Gus Faqih membuat Syifa sedikit tenang dan lega.
Faqih melepaskan pelukannya lalu tangannya menghapus air mata Syifa yang sudah membasahi pipi istrinya.
"Udah jangan nangis lagi ya tuan putri, kita lalui semua ini harus dengan senyuman, sesuai kandungan surah Al-Baqarah ayat 286, Allah tidak memberi musibah dan tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya, Allah tau kamu kuat, Allah tau kamu mampu melewati ini semua, jadi jangan pernah takut pada sakit yang Allah beri ini mungkin Allah memberi kamu sakit untuk menggugurkan dosa-dosa dalam diri," ucap Faqih seraya dengan tersenyum.
Syifa pun ikut tersenyum walaupun dirinya masih sesegukan akibat menangis, ia jadi jauh lebih lega dan tenang mendapatkan dukungan, perhatian, dan penjelasan dari suaminya, Syifa sungguh-sungguh beruntung bisa memiliki sosok seorang Gus Faqih.
"Nah gitu dong senyum, maa syaa Allah kecantikan kamu jadi berlipat ganda."
"Ihh gombal."
"Saya ga gombal memang bener tuan putri ini kalo senyum cantik banget."
Rasanya Syifa seketika melupakan kesedihannya karena pujian itu sekarang perutnya seperti ada kupu-kupu berterbangan ditambah pipinya memerah merona, ia menutupi wajahnya yang panas dan memerah karena pujian itu.
"Ihh Gus jangan puji Syifa gitu dong rasanya aku pengen terbang," celetuk Syifa.
"Saya mau tanya, kata Dokter Alisha kamu harus apa untuk bisa menyembuhkan penyakit itu?"
"Dokter Alisha bilang, Syifa harus rutin kemoterapi selama 2 atau 3 bulan, dan rajin minum obat yang di kasih sama Dokter Alisha," jelas Syifa.
"Yaudah besok kita ke Rumah Sakit ya temuin Dokter Alisha dan kita buat jadwal untuk kemoterapi kamu," ujar Gus Faqih.

KAMU SEDANG MEMBACA
GUS DUDA IS MY HUSBAND (END)
Spiritual- Zona teka-teki 1 - Kalian baca cerita ini siap-siap jadi detektif "Menikahlah dengan suamiku dan jaga baby Hamzah." Syifa Adzkia Husna, si gadis super aktif itu harus rela menjadi ibu pengganti dan menikah dengan duda pasif yang tak lain adalah s...