Semua mata menatap ke arah laki-laki tinggi yang berdiri di ambang pintu yang kini mulai melangkahkan kakinya mendekati dua wanita yang saling mengenggam.
"Kamu siapa?" Tanya anindya menatap arga dari bawah sampai atas. Pasalnya selama ini rania tidak bercerita atau memperkenalkan laki-laki manapun.
"Perkenalkan tante saya argaraksa fabio alfahri, saya partner kerja dari anak tante rania"
"Tapi saya sudah menjodohkan anak saya dengan anak sahabat saya" rania memang sudah di jodohkan dengan anak dari sahabat anindya, bahkan perjodohan itu ada sebelum mereka berdua lahir ke dunia.
"Saya dan anak tante sudah tidur bersama" rania mendelikan matanya ke arah arga yang terlai berani mengatakan hal itu, bahkan anindya yang terbaring lemah menatap tajam ke arah rania.
"Ran..." lirih anindya menatap anaknya yang sudah menundukan kepalanya rasanya campur aduk, malu, kecewa bahkn marah dengan dirinya sendiri.
"Maaf ma..." Rania semakin menundukan kepalanya saat mendengar isakn tangis yang keluar dari mulut ibu nya.
"Maaf tante, tapi saya ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan karena kemungkinan rania akan hamil, semalam saya mengeluarkannya di dalam"rayan yang melihat drama rumah sakit ini ingin sekai membuang sahabatnya ke rawa-rawa karena mulutnya yang terlalu vulgar membicarakan seks di hadapan orang tua rania.
Begitupun dengan rania yang sudah mengutuk dan mengeluarkan serapahnya di dalam hati karena perkataan arga yang tidak menunjukan bahwa dia adalah seseorang CEO pemilik agensi terkenal.
"Ma rania bisa jelasin ini tuh karena rania mabuk ja..."
"Jadi kamu merelakan kehormatan kamu diambil oleh laki-laki yang bukan suami kamu! Gitu kamu maksud" anindya merasa kecewa dengan putri semata wayangnya yang dia jaga dan dia rawat agar tidak melenceng dengan aturan tuhan namun nyatanya rania melakukan sesuatu yang sangat membuat anindya merasa gagal menjadi orang tua.
"Maaf tante..."
"Saya mau kalian segera menikah.."
"Ma ran..."
"Tidak ada bantahan rania mama gak mau kamu hamil lalu anak kamu yang jadi korbannya"
"Saya akan urus pernikahan saya segera tante" ucap arga menahan senyumnya karena berhasil menikahi wanita yang di suka sejak kali pertama dia lihat waktu itu.Arga keluar di susul dengan rayan dan rania. Rania menarik tangan arga menuju lorong rumah sakit yang jarang di lewati orang. Arga hanya menatap ke arah rania yang jelas sekali saat ini sedang marah dengan wajah yang memerah.
"Anda gila! Anda gak liat mama saya sedang kritis bisa-bisanya anda mengatakan sesuatu yang harus anda tidak katakan"
"Maafkan saya rania..." arga hanya mengatakan itu yang semakin membuat rania semakin marah, jika hanya dengan kata maaf bisa menghilangkan rasa kecewa anindya dengan dirinya.
"Apa maaf anda bisa mengembalikan semuanya! GAK!! Dan satu hal lagi saya tidak akan pernah menikah dengan anda sekalipun saya hamil nanti saya bisa menjadi ibu tunggal" ucap rania pergi meninggalkan arga begitua saja, sedangkan arga menghela nafasnya menatap kepergian wanitanya.
Rayan menepuk punggung sahabatnya yang sejak tadi bersembunyi membiarkan dua insan sedang ribut karena masalahnya yang terlalu rumit.
"Sekarang gimana?"
"Gue bakal tetep nikahin dia apapun yang terjadi"
"Lu berdua tu sama, sama-sama keras kepala" arga hanya diam lalu pamit pergi meninggalkan rumah sakit untuk mempersiapkan pernikahannya. Sedangkan rayan hanya menggeleng kepalanya pelan memikirkan akn bagaimana nantinya hubungan antara kedua sahabatnya.Rania kembali ke ruangan anindya dengan wajah yang masih menahan kesal, dinda berjalan duduk di samping sahabatnya lalu memeluk rania mencoba menenangkan rania.
"Gue gak mau nikah din sekalipun gue harus jadi ibu tunggal nantinya"
"Ran mau kayak gimanapun keputusan lu gue akan selalu ada buat lo" rania membalas pelukan dinda, saat ini hanya dinda yang mengerti bagaimana perasaanya. Dinda yang paling mengerti bagiamana dirinya
"Ran..." anindya memanggil nama anaknya yang sedang duduk di ruangan yang memang ada di ruangan VVIP itu. Rani menghapus air matany sebelum berjalan ke arah brankar anindya.
"Iya ma, mama perlu apa?" Anindya mengenggam tangan anak perempuan satu-satunya, tatapan kecewa yang tadi dia perlihatkan sudah mulai hilang.
"Rania.. mama tau isi pikiran kamu mama tau kamu akan menggagalkan pernikahan ini"
"Jangan omongin itu sekarang"
"Rania mama sudah gagal menjadi orang tua kamu sampai-sampai kamu minum alkohol bahkan melakukan hubungan suami istri..." anindya menjeda kalimatnya anindya sangat tau karakter anaknya, karena setelah perceraian itu rania memandang pernikahan adalah sebuah bencana." jadi mama mohon jangan biarkan mama gagal menjadi orang tua sekali lagi dengan membiarkan kamu menjadi ibu yang gagal untuk anak kamu" rania terdiam sejenak kenangan masa kecil nya berputar di otaknya. Teriakan ke dua orang tuanya, ayah yang melakukn kdrt dengan ibunya, suara tangisan, jeritan kesakitan masih jelas di telinga rania.
"Ma bagaimana jika aku berakhir seperti mama dan papa?" Anindya kasihan melihat putri semata wayangnya yang memiliki trauma mendalam. Anindya tau anaknya di diahnosa PTSD namun sebagai seorang anindya hanya ingin anaknya tidak merasa kesepian seperti yang dia rasakan.
"Setiap rumah tangga pasti ada masalah, gak ada rumah tangga yang isinya rainbow semua. Mama sama papa itu sudah tidak berjodoh lagi..."
"Papa orang baik rania mama kenal papa hampir 20 Tahun, mungkin tuhan punya rencana lain untuk hidup mama sama papa. Dan mungkin menurut tuhan papa bukan yang terbaik buat mama" rani menitikan air matanya, ini yang rania kagumkn dari seorang ibu yang merawat dirinya sebagai orang tua tunggal selama 10 tahun belakangan, anindya ibu yang baik bahkan pemaaf walaupun apa yang di lakukan mantan suaminya sangatlah jahat.
"Mama hanya tidak ingin kamu kesepian, jika pun nanti kamu berakhir sama seperti mama dan papa kamu masih punya anak yang menjadi pelipur kala kamu kesepian" sebenarnya rania tidak setuju dengan pernyataan ibunya. Rania memiliki prinsip anak bukan lah investasi masa tua nya nanti dan rania tidak mau anaknya merasakan apa yang dia rasakan saat ini karena rumah tangga yang tidak harmonis.
Namun rania enggan berdebat masalah anak dengan mamanya saat ini karena rania tidak mau hal buruk terjadi pada mamanya jika dia mendebat apalagi tidak setuju dengan statement mamanya.
"Iyaa ma rania gak bakal batalin pernikahan ini" Anindya tersenyum lega saat mendengar pernyataan anaknya. Setelah berdebat dengan rania beberapa tahun belakangan tentang pernikahan akhirnya rania setuju untuk menikah.
"Tapi mama harus sembuh dulu biar bisa liat aku menikah"
"Iyaaa"
"Aku keluar dulu cari pak arga mama disini dulu sama dinda ya"
"Ke calon suami kok manggil bapak, belajar manggil mas ran"
"Iya maa"
YOU ARE READING
INDEPENDENT WOMAN
Teen Fiction⚠️kawasan dewasa! Khusus 17th keatas⚠️ Wanita independent yang sukse di usia muda namun di usia nya yang sudah menginjak 26 tahun gadis ini tidak berniat menjalin hubungan bahkan menikah dengan laki-laki manapun, namun ibu nya mendesak agar segera m...