008

393 4 0
                                    

Rania menghampiri dinda yang sedang asik menonton tv, di ruangan penunggu pasien. Dinda yang sadar dengan kehadiran rania langsung mematikan tv nya

"Kenapa?"
"Gue mau keluar sebentar lu jagain nyokap ya"
"Mau kemana"
"Nyari pak arga gue gak jadi batalin pernikahan" dinda menatap rania yang sangat menunjukan kesedihan di wajahnya. Wajah murung yang sudah tidak pernah dinda lihat kini terlihat kembali karena pernikahan ini.

"Ran kalo lu gak bahagia gak usah di paksa jangan ngorbanin kebahagiaan lu walaupun demi kebahagiaan nyokap lu..."

"Lo dari kecil udah terlalu banyak menderita karena perceraian orang tua lo, trauma, apa dengan lo menikah dengan orang yang gak sama sekali lo cinta bisa hilangin trauma lu? Enggak ran" walaupun dinda sering menanyakan kapan rania menikah namun dinda tidak mau jika sahabatnya menikah hanya demi kebahagiaan orang-orang sekitarnya apalagi menikah karena kesalahan satu malam dengan partner bisnis nya. 

Dinda mau rani menemukan cinta sebenarnya cinta yang dia rasakan secara alamiah sehingga trauma yang selama ini ada dalam dirinya bisa perhalan menghilang, bukan dengan cara seperti ini. Dinda adalah orang yang paling menentang saat anindia bercerita dia akan menjodohkan anaknya dengan anak dari sahabatnya karena dinda memikirkan perasaan rania yang begitu rapuh di dalamnya.

"Lo pikirin baik-baik gue gak mau lu makin trauma ran..."
"Makasih ya din udah selalu peduli sama gue, tapi gue rasa gue yakin sama keputusan gue lo cukup doain gue semoga jalan yang gue ambil kali ini gak salah" dinda menghela nafasnya lalu memeluk sahabatnya erat di dalam hati dinda, dinda memohon agar rania menemukan kebahagiaanya.

"Gue keluar dulu titip nyokap" dinda menganggukan kepalanya lalu rania keluar dari ruangan anindya. Rania menghampiri rayan yang berjalan ke arah ruangan anindya.

"Ray.." rayan yang merasa di panggil memasukan hp nya ke dalam kantong lalu menghentikn jalannya.

"Kenapa ran, perlu bantuan?"
"Lo tau dimana pak arga?"
"Udah pulang sih barusah kenapa?"
"Boleh gue minta alamatnya ada yang perlu gue bicarain"
"Boleh gue kirim sekarang ke wa"
"Thanks ray" rayan hanya menganggukan kepalanya sebelum rania pergi dengan terburu-buru.

Rania masuk ke dalam mobilnya lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju alamat yang baru di berikan oleh rayan. Di dalam mobil rania hanya memikirkan bagiamana memulai pembicaraan dengan arga. Rania adalah wanita yang sangat gengsi apalagi menarik kata-kata yang sudah di ucapkan sebelumnya apalagi ini menyangkut tentang pernikahan.

Rania menghela nafasnya berkali-kali sebelum memasuki mansion mewah milik argaraksa.

"Demi nyokap ran" rania merafalkan kalimat itu berkali-kali untuk memberanikan diri dan menurunkan harga dirinya berbicara dengan arga. Rania menghampiri dua penjaga mansion yang berjaga di depan mansioan mewah arga.

"Pak"
"Iya mbak ada yang bisa saya bantu?" Ucap salah satu dari dua laki-laki berbadan besar yang sedang berjaga di posnya.

"Pak arga nya ada?"
"Ada perlu apa ya mbak malam-malam"
"Saya partner kerjanya bisa tolong tanyakan pak arga apa bisa menemui saya hari ini"
"Tunggu ya mbak saya tanya bos dulu" rania mengangguk membiarkan salah satu penjaha masuk lagi ke dalam. Setelah 5 menit menunggu arga keluar dari mansion menghampiri rania yang sejak tadi gelisah menunggu di depan.

"Rania" suara berat yang sangat familiar di telinga rania mampu membuat rania sangat gugup kali ini. Dengan perasaan ragu rania memberanikan untuk menatap manik mata laki-laki di depannya.

Rania sedikit tertegun saat melihat arga yang hanya memakai baju kaos putih yang membuat kotak-kotak di perutnya terlihat dengan sangat jelas dengan rambut yang masih basah"

"Rania" panggil arga sekali lagi yang berhasil membuat rania tersadar. Ludahnya tercekat rania semakin gugup apalagi melihat penampilan arga yang berbeda dari hari biasanya.

"Saya mau ngomong pak"
"Ya sudah kita ngomong di dalem saja"
"Gak usah saya hanya sebentar" arga mengikuti kemauan gadis di depannya dan menunggu rania untuk berbicara.

"Saya tarik kata-kata saya yang tadi" arga mengernyitkan dahinya tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh rania saat ini.

"Maksud kamu"
"Saya mau pernikahan itu ada permisi" rania masuk ke dalam mobil sebelum arga bisa mencerna semuanya. Namun saat arga akan meminta penjelasan rania sudah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Arga tersenyum saat mengingat wanita yang memiliki ego tinggi datang hanya mengatakan itu. Arga saat ini membayangkan bagaimana ekspresi rania yang sedang berusaha menurunkan ego nya. Pada kesimpulannya arga senang karena dia mau menikah dengannya walaupun arga tau pasti karena anindia yang memaksa.

Di sisi lain rania sedang berhenti sebentar di pinggir jalan yang tidak jauh dari rumah arga. Rani melihat ke belakang memastikan arga tidak mengikutinya setelah di rasa aman rania mematikan mesin mobilnya.

Rani mengelus-elus dadanya yang masih berdetak sangat cepat. Ini kali pertama rania menurunkan ego nya di depan laki-laki karena selama ini rania adalah orang yang sangat anti menurunkan ego nya hanya untuk laki-laki.

"Huuuft ini semua demi mama demi kebahagiaan mama, ran setelah nikahpun gak akan ada yang berubah dalam diri lo" rania menenangkan dirinya sendiri setelah dirasa detak jantungnya kembali normal rania melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit.

Rania masuk ke dalam ruangan anindia dengan sangat hati-hati karena takut menganggu anindya yang sedang tertidur. Rania berjalan ke araj kamar untuk penunggu rania melihat dinda yang sudah tertidur tapi tv masih menyala.

"Din, dinda bangun" dinda membuka matanya lalu melirik ke arah jam di dinding yang sudah menunjukan jam 11 malam.

"Baru sampe?"
"Iyaa, lu pulang aja gue yang disini kasian laki lo tuh tidur di sofa" rania menunjuk ke arah rayan yang tertidur di sofa. Bukan karena kasurnya yang kecil hanya saja rayan takut rania datang dan malah rania yang tidur di sofa karena dirinya di kasur.

"Lo gak papa gue tinggal"
"Gak papa, lo pulang aja" dinda menganggukan kepalanya lalu membangunkan suaminya. Ratah bangun dan langsung ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

"Gimana?"
"Udah..."
"Terus kapan tanggalnya?"
"Belum tau besok mungkin gue omongin" dinda menganggukan kepalanya tanda mengerti. Dinda tidak mau terlalu bertanya banyak hal karena melihat wajah lelah rania yang begitu jelas.

"ayok yang pulang" ajak rayan yang sudah mulai segar setelah mencuci wajahnya.

"Gue pamit yaa nanti kalo ada apa-apa kabarin gue"
"Iyaa"
"Kita pamit ya ran, kalo ada apa-apa lu hubungin gu atau dinda aja"
"Iyaa thanks ya udah jagain nyokap" mereka mengangguk lalu pergi setelah berpamitan.

INDEPENDENT WOMAN Where stories live. Discover now