006

448 10 0
                                    

Arga mendekat ke arah rania dan membantu rani membereskan barangnya. Arga menegakan tubuh rania yang ringkih rania menghapus air matanya dengan cepat.

"Ran..."
"Saya harus pulang pak untuk masalah semalam saya minta maaf saya harap setelah ini bapak bisa melupakan apa yang terjadi semalam" ucap rania dengan wajah yang datar air matanya tidak lagi keluar. Arga menghelas nafasnya melihat rania yang selalu menyembunyikan rasa sakit dan sedihnya dari siapapun.

"Saya antar"
"Tidak perlu, jika bapak merasa bersalah atau kasian sama saya, simpan saja saya tidak butuh" ucap rania yang melepas cekalan tangannya dari tangan arga namun baru satu langkah arga menghentikan langkah rania.

"Tolong simpan dulu ego kamu itu saya mengantar kamu karena tidak mungkin kamu mendapat pesawat dengan cepat saya sudah menyiapkan pesawat pribadi saya" rania mencoba menyingkirkann ego dan harga diriny jauh-jauh saat ini, yang dia pikirkan bagaiamana caranya sampai di indonesia dengan cepat.

"Yaudah ayok" arga tersenyum lalu menarik tangan rania. Seorang pria paruh baya sudah menunggu nya di dalam mobil alpardh hitam. Rania dan arga masuk ke dalam mobil alpardh hitam milik arga.

Selama di perjalananan rania tidak henti-hentinya menatap ke arah jendela memastikan tujuannya. Arga hany diam membiarkan rania yang sejak tadi, arga tahu rania sedang mempertahankan harga dirinya yang mencoba tenang bahkan tidak menangis di depannya.

Setelah sampai di bandara tanpa mengatakan apapun rania turun dari mobil dengan terburu-buru dan lagi-lagi arga menuyusul lalu menarik tangan rania tanpa mengatakan apapun arga menarik rania menuju pesawat pribadinya.

Arga berlari menuju pesawat dengan tangan yang masih mengenggam tangan mungil milik rania. Dua orang pilot dan pramugari disana memberi hormat ke arah arga namun arga hanya mengangguk dan masuk ke dalam pesawat.

"Kenapa anda ikut masuk?"
"Saya ikut dengan kamu"
"Tidak perlu sa..." belum selesai rania berbicara arga sudah meninggalkannya masuk ke dalam, rania menghela nafasny lalu mengikuti arga masuk ke dalam pesawat.

Rani kagum melihat pesawat se mewah san sebagus ini, walaupun rania anak orang kaya namun untuk memiliki pesawat pribadi masih sangat jauh bagi rania. Namun kekagumannya tidak dia utarakan rania tetap menjaga harga dirinya untuk memuji sesuatu ke orang lain.

 Namun kekagumannya tidak dia utarakan rania tetap menjaga harga dirinya untuk memuji sesuatu ke orang lain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pict from: pinterest

Rania mendaratkan bokongnya dan selalu berdoa agar mama nga baik-baik sajaa. Arga yang melihat kegelisahan rania pindah duduk di samping rania

"Saya yakin ibu kamu tidak kenapa-kenapa?" Rania tidak menanggapi ucapan arga rania malah pindah tempt duduk dengan tangan yang mengenggam takut terjadi sesuatu yang buruk dengan ibunya.

Selama 7 jam lebih rania tidak bisa tidur memikirkan ibunya dan selama 7 jam mereka hanya diam. Sejujurnya arga tidak mau menganggu rania yang sedang kalut arga tau bagaimana kacaunya rania sekarang walaupun sejak tadi rania berusaha tenang.

Mereka akhirnya sampai airport. Rania langsung pergi begitu saja tanpa memperdulikan arga yang masih di dalam pesawat. Rania menyetop salah satu taxi yang ada di bandara.

"Pak ke rumah sakit harapan sekarang" rania melihat arlojinya yang sudah menunjukan jam 17:00 sore. Rania memejamkan matanya sejenak pikirannya benar-benar kalut memikirkan kejadian semalm dan ibunya.

"Mbak sudah sampai" rania memberikan uang ke supir taxi lalu keluar dari mobil taxi. Rania berlari masuk ke menuju ICU. Dinda memeluk rania dengan erat, rania menumpahkan semua tangisnya sekuat apapun rania menahan tangisnya di depan semua orang rania tidak akan bisa dia tahan di depan sahabatnya.

"Nyokap gimana din?"
"Ran lu yang sabar yaa, nyokap kritis setelah kemo yang dia jalani dan sekarang sedang penanganan" rania menatap ke arah pintu ICU berharap agar ibunya baik-baik saja saat ini.

Dokter keluar dari ruangan dengan cepat rani menghampiri dokter dan perawat yang menangani ibunya saat ini.

"Dok bagaiamana keadaan mama saya dok?"
"Masa kritis nya sudah lewat tapi saya tidak bisa menjamin ibu kamu akan baik-baik saja setelah ini" rasanya sesak, dadanya naik turun tidak karuan mendengar penuturan dokter yang menangani ibu nya.

"Sebaiknya kamu temui ibu anindya, habiskan waktu bersama karena saya sudah tidak bisa membantu kesembuhan ibu kamu hanya keajaiban tuhan lah yang hanya bisa kamu harapkan" nafas rania tercekat kakinya lemas bahkan untuk berdiri saja rania sudah tidak ada kekuatan.

"Ran...."
"Mama hikss din gue telat harusnya gue sadar lebih awal kalo nyokap gak baik-baik saja hiksss" rania yang di kenal karena kesuksesan, independent, wanita kuat itu kini sedang tidak berdaya di dalam dekapan sahabatnya bahkan dia tidak lagi menghiraukan jika ada orang yang melihat dirinya sedang menangis tidak berdaya di lantai rumah sakit.

"Ibu rania di tunggu sama ibu di dalam" rania mengangguk lemah, badannya sungguh tidak berdaya namun rania harus menguatkan dirinya.

"Ran lo harus kuat, mama butuh kekuatan lo kalo lo aja lemah gini gimana mama" rani menarik nafasnya dalam-dalam menghapus air matanya lalu masuk ke dalam ruangan ICU.

"Ekhem" seseorang yang sejak tadi melihat rania dari kejauhan di kagetkan dengan suata berat di belakangnya.

"Samperin dong" arga menghela nafasnya ada rasa bersalah menyelimuti dirinya harusnya semalam dia tidak melakukan itu dengan rania sudah pasti rania bisa bertemu ibu nya lebih awal.

"Kenapa lu?"
"Gue semalam sama rania" rayan mengernyitkan dahinya bingung dengan pernyataan arga.

"Maksud lu"
"Kita make love"
"WHAT!!" Arga membungkam mulut rayan yang berteriak dengan tangan besar miliknya, rayan yang tidak terima langsung melepaskan tangan arga dengan kasar.

"Pait anjiing"
"Lu berisik ini rumah sakit bukan hutan"
"Gue kaget bisa-bisanya kalian ngelakuin itu, lo maksa rania ya atau lu ngasih obat perangsang di minumannya?"
"Enggak..." arga mulai menceritakan kejadian yang terjadi semalam. Sedangkan rayan hany mengangguk membiarkan arga menyelesaikan ceritanya terlebih dulu.

"Gila lo, lo pakek kondom kan"
"Enggak"
"Njiiing, kalo rania hamil gimana?"
"Gue bakal tanggung jawab"
"Ya harus tapi masalahnya dia mau kagak"
"Gue pikirin nanti aja, gue mau jenguk mamanya dulu" rayan membiarkan sahabatany untuk masuk ke dalam ruang ICU terlebih dahulu.

Di sisi lain rania menahan mati-matian air matanya dan memaksakan untuk tersenyum walaupun hatinya hancur.

"Mam..."  anindya tersenyum ke arah putri semata wayangnya. Anindya bahagia melihat anaknya yang begitu kuat menghadapi semua hal. Rania mengenggam tangan anindya erat

"Sayang sudah datang?"
"Maa maafin rania ya baru bisa dateng"
"Mama seneng kamu dateng, yang penting mama ketemu anak mama sebelum mama pergi" setelah menahan tangisnya kini sudah luruh begitu saja hatinya sakit mendengar kata pergi dari mamanya, rania belum siap kehilangan wanita yang menjadi alasannya di dunia ini.

"Mama gak boleh ngomong gitu hikss rania gak bisa tanpa mama" anindia tersenyum mengenggam tangan rania dengan erat.

"Ran.. mama boleh minta sesuatu?"
"Apapun yang mama mau rania bakal kabulin"
"Mama mau kamu menikah... mama mau setelah mama pergi nanti kamu ada yang jagain"
"Maa hiksss..." rania menangis bukn karena permintaan ibu nya namun anindya yang selalu mengatakan kata pergi.

"Kamu udah janji sama mama ran"
"Iyaa rania mau untuk kesembuhan mama... tapi rania gak punya calon ma" rania sebenarnya mencari alasan agar mamanya tidak meminta ny menikah dalam waktu dekat.

"Saya yang akan menikahi rania tan" 

INDEPENDENT WOMAN Where stories live. Discover now