Jam sudah menuju angka 12 malam. Lima belas menit Rere mencoba memejamkan matanya yang tak kunjung membawa hasil. Berguling-guling mencari posisi ternyamanpun tetap tidak bisa membuat matanya terlelap. Mungkin rasa kantukmya akan mendera saat Devan memeluknya, hangat tubuh lelaki itu yang menjalar kadang bisa membuat Rere pulas sampai pagi. Mengabaikan keinginan peluk Rere mencoba berguling lagi, kali ini memeluk bantal yang biasa Devan gunakan, aroma tubuh Devan membekas kuat, malah membuat rasa ingin dipeluknya bertambah. Keseringan dipeluk juga tidak baik untuk kondisi mental tidurnya.
Tak bisa lagi meladeni diri yang menginginkan Devan, Rere berjalan keluar menemui lelaki penyebab masalah tidurnya yang terlihat masih stay cool di depan meja kerjanya. Berkutat dengan laptop yang masih menyala dengan kacamata baca yang masih bertengger indah. Porsi tampan Devan gak pernah kurang walau gak lagi make setelan kerja.
"Belum tidur?"
Mana bisa aku tidur kalo nggak kamu peluk.
Batinnya ingin berteriak, tapi otak warasnya mencegah itu semua keluar. Malu harus mengungkapkan betapa gila dia malam ini tak tidur di pelukan Devan.
Dia hanya menggeleng memberikan balasan, memposisikan tubuhnya tidur di kursi pajang yang tersedia di ruang kerja lelaki itu, mencari posisi ternyaman menghadap Devan yang masih mengernyit bingung.
"Nyantai disini boleh kan?"
Anggukan bisa Rere lihat. Tidak ingin membuat dia merasa bosan sendiri, Rere memilih memainkan smartphone, menscroll akun sosial medianya yang menayangkan banyak berita baru hari ini. Sejak ia menikah, mengasuh Alea, Rere tidak pernah memiliki banyak waktu untuk ia habiskan surfing di sosial media. Membalas postingan teman temannya atau sekedar balas chat grup ketiga sahabatnya, ia terlalu malas.
Bosan Rere beranjak, pindah duduk bersila memperhatikan Devan yang masih begitu fokus dengan kerjaannya.
Gila banget ini orang sama kerjaanya.
Yang pernah dia alami, dunia kerja itu punya titik jeda, ruang untuk me time, merenggangkan diri dari berbagai kesibukan kerja yang menghimpit. Menyenangkan diri sendiri dari berbagai aktivitas melelahkan mencari ruang, dan itu tidak bisa ia temukan pada sosok suaminya. Devan yang begitu maniac kerja tak kenal waktu itu sepertinya menghabiskan delapan puluh lima persen waktunya hanya untuk kerja.
Rere berdehem, membuat Devan meliriknya sebentar. Lelaki itu meneleng memeriksa, dia yang saat ini memang sedang ingin mendapat perhatian berjalan mendekat.
"Mau dibuatin kopi gak?"
Wajah itu memberikan ekspresi setuju. "Boleh"
"Bentar ya"
Hanya butuh lima belas menit untuk Rere berhasil membuat kopi, kopi yang biasa pria itu minum dan bukan kopi milik Rexsa. Dia sudah mendapat tutor langsung dari pemilik kopi cara membuatnya. Rendah gula dengan air mendidih yang pas, membuat di cangkir khusus yang sengaja Devan beli hanya untuk sebuah kopi kesukaannya.
Rere menaruh kopi itu tepat di samping laptop Devan.
"Makasih"
Ia mengangguk, masih berdiri mematung. Pria itu masih menghadap laptopnya. Membuat kumpulan banyak garis hingga membentuk bangunan rumah dan interiornya.
Rere tahu, saat ini dia sedang tidak bisa mendaki malam bersama Devan. Tapi gejolak aneh dalam dirinya menginginkan Devan, bukan untuk melakukan kegiatan nikmat itu, lebih ke rasa ingin saja memeluknya. Lalu menciumnya. Merasakan hangat tubuh Devan menjalar menghangatkannya.
"Boleh aku duduk?"
Sejak waktu itu, Devan sedikit bisa membaca gelagat Rere yang kadang suka menanyai hal yang dirasa memang tidak harus mendapat respon langsung, membuat Devan paham duduk yang dimaksud Rere m, ia menepuk pahanya "Sini.."
Wanita itu ingin dipeluk, dan dia paham itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr Arsitek
Romance[Follow for more story] Ketika dua manusia yang sama-sama pernah terluka menjalani sebuah perjodohan, mereka yang saling menyayangi tapi tak bisa mendeskripsikan perasaan sayang yang mereka miliki. Mereka saling membutuhkan tapi tak bisa menyebut pe...