Chapter 3

543 25 2
                                    

Sopir yang Devan katakan benar datang, Pak Arif menunggu diluar rumah. Rere sudah siap dengan satu kotak bekal di tangannya. Hari ini dia memakai baju rajut musim panas dengan model tangan rumbai, celana jeans dipadukan dengan syal motif kotak besar warna warni untuk menutupi lehernya, bekas Devan tidak bisa hilang dalam hitungan jam, dia perlu mikir keras untuk menutupi kebiruan itu agar tidak terlihat. Susah payah dia membeli baju ini tadi pagi.

"Nunggu lama ya pak?"
"Nggak kok non"
"Ke kantor jam segini apa ngga telat ya pak? Kak Devan ngabarinnya mendadak banget"
"Kantornya punya temen mas Devan kok non, jadi keknya nggak papa"
"Punya temennya?" mata Rere sedikit melebar mendengarnya.
"Kantornya didirikan bersama mas Devan" terang pak Arif menjawab keterkejutan Rere.

Rere baru mengetahui hal itu, Devan tidak pernah cerita apapun kalau dia juga ikut andil mendirikan perusahaan, bukan perusahaan keluarga melainkan perusahaan baru bersama temannya. Yang diketahuinya keluarga Devan adalah keluarga kaya yang baru membabat bisnisnya, dimana kakaknya Ben mulai memperbesar jaringannya hingga menjadi setenar sekarang.

Tidak ada waktu bercerita jika tidak dekat, tentunya seperti itu. Mama Devan yang memang sering tinggal di sebelah rumahnya setiap malam minggu, hanya berjarak 3 rumah dari rumah di sampingnya. Waktu itu bertamu ke rumah Rere. Rere yang sewaktu kecil memang suka bermain ke rumah mama Intan, bermain bersama Devan yang tiga tahun lebih tua darinya. Sebagaimana anak kecil, ia juga suka bermain-main bersama beberapa temannya. Dan Devan merupakan jajaran teman Rere diantara teman yang lain. Meski terkadang mereka lebih sering bertengkar ketimbang bermain.

Perjalanan rumah menuju ke kantor Devan hanya memakan waktu sekitar lima belas menit.
Rere merapikan penampilannya, mencoba memperbaiki syal nya agar bisa membantu ia menutupi leher dengan maksimal. Susah payah dia mencari pertokoan terdekat untuk mencari baju yang pas menutup lehernya baju yang rencananya akan dia gunakan untuk menyambut kedatangan mertuanya. Masih belum bisa menerima baju-baju pembelian Clarissa, kakak ipar Devan. Agaknya dia sangat bersyukur, rumah yang Devan bangun terletak di tempat yang strategis, membuat Rere bisa mengakal untuk membeli beberapa kebutuhannya tadi pagi. Meminjam baju Devan yang sedikit terlihat aneh saat dipakainya. Meski begitu dia berjalan cuek saja saat pegawai toko memperhatikannya penuh minat. Minat membully.

Pintu terbuka, Rere berterimakasih pada seorang wanita di depannya yang sudah membantu dirinya mencari ruangan Devan. Devan melepas kacamata kerja yang ia kenakan, melihat Rere berjalan mendekat. Sebelah tangannya menenteng kotak bekal sedang tangan satunya mencoba melepas syal yang melilit leher.

"Dingin? Mau aku stel ac nya lebih panas?"
Devan melupakan alasan Rere menggunakan syal.
Sebelah alis Rere terangkat, mendudukkan diri tepat di depan sofa dekat meja kerja Devan.

"Ngga usah ngeledek ya, aku make gini buat nutupin apa yang udah kamu lakuin kak" pungkas Rere dengan tangan mencoba membuka resleting kotak bekal, Devan tidak bergeming dari kursinya, matanya cukup fokus pada kerjaan. Detik berikutnya ia mengaduh.

"Ah " seolah ingat alasan Rere memakai syal

"Duduk sini, aku ngga bisa makan disana, suapin juga" tambahnya melanjutkan.

Sebelah alisnya terangkat, tak paham dengan maksud Devan yang minta disuapi, dia punya dua tangan lengkap yang bisa dipakai makan, kenapa harus disuapi?

"Makan sendiri lah kak"

Kotak bekalnya sudah ia buka, mendekatkan ke tangan Devan, lelaki itu menatap Rere dengan sudut bibir lurus, memberitahu dia tak ingin melakukan apa yang Rere perintahkan. Memutar mata Rere menurut, menarik kursi depan meja Devan menjadi di samping lelaki itu mulai mencoba menjalankan merintah Devan untuk menyuapi dia makan siang yang diminta.

Mr ArsitekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang