Tiga

10 1 0
                                    

"Kadarsih!"

Setelah mendengkingkan namanya, sosok  tak kasat mata itu terbang dan lenyap ditelan malam. Menyisakan tanya dalam benak Tania, yang masih mengungkung dirinya.

Wanita itu masih saja bergelut dengan gamang yang menghakimi benak pikirannya. Padahal dirinya sekalipun tak pernah melihat sosok lelembut atau hantu yang beterbangan layaknya makhluk itu tadi.

Panggilan masuk menggetarkan ponsel Tania sekali lagi, ternyata Kimi di sana. Seketika membuyarkan lamunan yang bila dibiarkan saja, mungkin Tania bisa kerasukan.

Sahabat Tania itu bertanya kabar melalui seluler. Setelah beberapa kalimat berisi curahan peristiwa yang baru dialaminya terlontar dari mulut Tania, Kimi menyadari bahwa karibnya itu sedang dilanda kepanikan.

Puluhan menit berlalu. Sedan Tania masih terdiam di areal yang sama. Tania yang tengah letih, tak terasa bila menuruti kantuknya.

Perlahan dirinya membuka mata, dan tersadar masih berada di jalan senyap tempat bertemu hantu Kadarsih yang mengenalnya tadi.

Tanpa basa-basi, Tania segera tancap gas, dan melesat cepat ke arah jalan pulang, merehatkan kembali pikirannya yang sedang penat.

🍂

"Ma, bangun!" sebuah kepalan kecil menepuk lembut pipi Tania. Tangan itu begitu lembut, membuat Tania dengan sekejap melenyapkan rasa kantuknya.

Dengan gemas, Tania menciumi lelaki kecil berumur dua tahun itu bertubi-tubi. Gelak tawa riang terpoles di wajah imut dan gantengnya bocah itu.

"Hansel, kamu pasti kangen Mama, ya, Nak?"

Bocah itu mengangguk, lalu tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang mungil. Hingga akhirnya Hansel memeluk ibunya dengan rasa sayang yang membuncah.

"Susu Hansel sudah habis, Tan. Apa dihentikan saja susunya?" ucap seorang wanita berumur 50 tahunan yang tak lain adalah Bu Ratri, ibu dari Tania.

"Baiklah, Bu. Nanti akan kubelikan. Hansel harus tetap minum susu, demi kebaikannya nanti. Aku nggak mau dia terganggu kesehatannya karena Mamanya ini, Bu."

Bu Ratri menaikkan bibir, ia tahu betul kasih sayang putrinya sangatlah besar terhadap anak semata wayangnya itu. Tentu, dengan pekerjaan serabutan yang Tania lakukan, tidaklah bisa menjamin semua kebutuhan yang dikeluarkan untuk mereka berdua.

Dalam benak Tania, ia tak tahu mesti harus bekerja apa lagi. Yang terpenting dirinya ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya meski menginjak pecahan kaca sekalipun akan dilakukannya demi masa depan Hansel.

"Tania! Kimi datang," teriak Bu Ratri seraya membukakan pintu untuk Kimi.

"Hai, Hansel. Uh, lucu banget kamu, Nak."

Kimi langsung memeluk hangat bocah lelaki yang sumringah itu. Sembari memandangi gelagat Tania yang berpura-pura tidur sembari menutupi wajahnya dengan selimut.

"Tuh, lihat Mama kamu, Hansel. Cuma akal-akalannya saja meringkuk di tempat tidur. Aslinya udah melek tuh. Dasar pemalas memang."

Ledekan Kimi berhasil membuat Hansel tertawa kecil. "Mama, bangun! Tante Kimi ke sini."

Tania bangun, dan mengejek Kimi dengan juluran lidah. Dibalas dengan Kimi yang melempar bantal tepat ke kepala Tania, sontak keduanya terlibat saling adu lempar. Keriuhan canda tawa menambah suasana hangat di pagi hari itu.

"Yuk, sarapan dulu, Tania, Kimi, Hansel," tawar Bu Ratri sambil menyajikan hidangan di meja makan. Mereka berempat menyantap dengan penuh nikmat dan keakraban.

"Kadarsih?" Kimi terperangah mendengar sebuah nama yang diceritakan oleh Tania.

"Lalu, apa hubungannya denganmu?" terka Kimi. Tania mengangkat bahunya, sama sekali tak mengerti dengan sosok astral yang menghampirinya kemarin malam.

Teror Susuk KadarsihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang