Cinta Tak Terbatas Waktu (*Cerdang)

25 10 3
                                    

*Cerdang merupakan singkatan dari Cerita Sedang, yaitu cerita prosa narasi yang panjang tulisannya melebihi cerpen tapi kurang dari novel, serta memiliki alur yang lebih kompleks dari cerpen tapi tidak lebih dari novel, sehingga pengisahan akan dituliskan secara bertahap dan bersambung melewati chapter-chapter, tetapi tidak lebih banyak dari novel.

~

Cinta Tak Terbatas Waktu
By. Raygiyan

Di situlah Nairin duduk di kursi yang menghadap ke arah tiga laki-laki berjas hitam rapi dengan dasi tergantung di leher mereka masing-masing. Katakanlah dia sampai di sana berkat bantuan sahabat karibnya, Amira, yang mengatakan bahwa pekerjaan tersebut sangat sesuai dengan bidang yang digeluti Nairin, yaitu make up artist. 

Ia bahkan tidak sepenuhnya yakin bahwa dirinya akan diterima di sana melihat kenyataan bahwa pelamar pekerjaan itu cukup banyak dan memiliki tingkat kualifikasi di atasnya. Nairin hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan tersebut dengan ala kadarnya. Nyalinya justru menciut kala mendengar jawaban dari pelamar yang duduk di sebelahnya.

"Apa iya, dengan menjerumuskan temannya ke dalam jurang kegelapan itu disebut sahabat?" Nairin masih mengomeli Amira di cafe tempatnya bekerja. Sambil cengingisan, Amira duduk di sebelah Nairin setelah meletakkan kopi pesanan sahabatnya.

"Loh, yang penting lolos interview, 'kan? Itu artinya memang rezekinya kamu di situ." Amira dengan santai menyeruput kopi dingin miliknya.

"Cuma hoki itu mah. Dan hoki yang sama tidak akan datang untuk kedua kalinya."

"Aelah, pede aja napa dah?! Percaya aja sama sahabatmu ini, kamu tuh udah passionnya di situ! Setelah HRD melihat kemampuan kamu, dijamin deh, bakal jadi pegawai tetap!"

"Iiihhh, dah dah sana kau kerja aja! Tuh dipanggil pembeli!"

"Iye, iye."

Nairin dengan setia menunggu sahabatnya selesai bekerja. Dia duduk bersantai selama berjam-jam di sana merupakan suatu hal yang sudah sering dilakukan olehnya. Tidak ada yang melarang, tidak ada yang keberatan, karena cafe itu merupakan usaha yang dirintis sendiri oleh Nairin dan Amira hingga sekarang ini. Dengan kata lain, mereka merupakan owner, dan Amira merangkap profesi sebagai barista di cafenya sendiri.

Dengan mengenakan earphone di kedua telinganya, Nairin mencoba memejamkan matanya menikmati alunan melodi yang masuk ke indra pendengarannya.

Tak berselang lama, sebuah suara di luar earphonenya muncul dan mengusik kedamaian Nairin.

"Permisi, Mbak. Halo. Permisi."

Dengan hati yang runyam, Nairin membuka matanya dan melepas earphonenya, lalu berkata, "Iya. Ada yang bisa saya bantu?"

Perempuan dengan jilbab segiempat yang diikat di tengkuknya itu mengamati pria muda yang berpenampilan cukup aneh menurutnya. Bagaimana tidak? Secara pemuda tersebut mengenakan hoodie hitam yang menutupi hampir seluruh kepalanya, bercelana hitam, serta bermasker hitam. Orang yang tidak maklum pasti sudah menyebutnya yang aneh-aneh.

"Saya mau pesan Ame--"

"Maaf, Mas. Saya bukan barista. Jika mau pesan, silakan menuju ke tempat pemesanan sebelah sana." Nairin memotong ucapan pemuda itu. Tak lupa, ia juga memberikan senyum manis di akhir ucapannya.

"Tapi mbaknya memakai seragam yang sama tuh?" Pertanyaannya membuat Nairin tersadar bahwa baju yang dipakainya hampir serupa dengan seragam pegawai cafe di sana.

Tanpa berbasa-basi cukup lama, Nairin mengantarkan pemuda itu pada Amira agar segera mendapat pelayanan.

***

Kisah Tentang Kamu dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang