Malam itu, suasana di kota Serang begitu syahdu, menambah kesederhanaan saat menikmati secangkir kopi di depan sekretariat yang berjarak tidak jauh dari kampus. Tatapan kosongku melayang ke langit yang dipenuhi bintang, sambil menghirup rokok, merindukan ketenangan malam. Tiba-tiba, dering handphone dari saku celana mengusik lamunanku. Layar handphone menerangi nama "Lihin", teman kecil dari kampung.
"Halo Lut, dimana kamu sekarang? Besok Senin, bisakah kamu datang ke SMK (Sensor)?"
Lihin memberi tahu bahwa Tora (nama disamarkan) dan kawan-kawannya, yang masih duduk di kelas dua SMK, akan dikeluarkan dari sekolah karena turut serta dalam sebuah demonstrasi. Dia meminta bantuanku untuk hadir di kantor guru BK pada Senin pagi.
Pemandangan ini mengingatkan saya pada masa SMA dulu, di mana penuh dengan kenakalan masa remaja. Saya masih ingat tiga kali mendapatkan surat panggilan orang tua dengan masalah yang berbeda. Pertama, karena sering bolos sekolah. Kedua, karena terlibat dalam perkelahian. Ketiga, karena ketahuan merokok di kantin. Ironisnya, bukan orang tua yang datang, melainkan seorang teman yang lebih tua yang berpura-pura menjadi figur kakak. Dengan imbalan sebungkus rokok bisa untuk membantu permasalahan saya. Pada saat itu, sepertinya dengan rokok itu semua masalah bisa terselesaikan dengan mudah. Tapi tentu saja, sekarang saya sadar bahwa tindakan seperti itu tidak bijak. Masa dewasa telah mengajarkan saya lebih banyak tentang bertanggung jawab dan konsekuensi dari tindakan kita.
Balik lagi ke permasalahan awal.
Ketika melihat situasi yang membutuhkan pertolongan, saya merasa simpati dan teringat pada pengalaman serupa yang pernah saya alami. Akhirnya, saya mengiyakan permintaan tersebut. Selain itu, mereka merasa yakin bahwa saya memiliki kemampuan untuk menangani masalah tersebut dan memahaminya dengan baik. Selain kedekatan sebagai tetangga, ikatan kekerabatan dengan Si Tora juga memberikan dorongan untuk membantu.
Setelah menyelidiki lebih dalam, terungkap bahwa para siswa SMK terlibat dalam aksi demonstrasi dengan cara memberhentikan mobil (BM) pada saat jam pelajaran (bolos). Mereka diduga diajak oleh sebuah organisasi mahasiswa (nama disensor). Pada hari itu, terdapat dua aksi demonstrasi di lokasi berbeda, yaitu di Ciceri dan KP3B. Saya sendiri berpartisipasi dalam aksi di Ciceri, sementara siswa-siswa SMK ikut serta di KP3B. Saya menghubungi teman mahasiswa yang ikut demo di KP3B untuk mengetahui siapa yang mengajak siswa SMK terlibat dalam aksi tersebut dan mencari pertanggungjawaban. Namun, teman saya tidak memiliki informasi yang pasti, mungkin karena ingin menjaga kerahasiaan. Yang dapat saya ketahui adalah bahwa akhirnya siswa SMK tidak jadi turut dalam aksi demonstrasi. Sesampai di lokasi demo, mereka langsung di suruh pulang dengan menerima sejumlah uang dari organisasi mahasiswa tersebut sebagai ganti biaya pulang. Siswa-siswa SMK mengakui bahwa peristiwa tersebut memang terjadi seperti yang dijelaskan.
Hari Senin pukul 9 pagi, saya dan Lihin bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setibanya di sekolah, saya memasuki ruangan Bimbingan Konseling (BK). Sedangkan Lihin, Tora, dan teman-temannya. Mereka memilih untuk menunggu di sebuah warung, menikmati secangkir kopi dan beberapa gorengan. Tora dan teman-temannya akan menyusul masuk ke ruangan BK jika sudah dipanggil oleh wali kelas mereka.
Pertama kali saya masuk, suasana hangat menyambut kedatangan saya di kelas. Di depan, wali kelas Tora dengan senyuman ramahnya sudah siap menyambut. Seorang ibu guru muda yang memiliki pesona yang tidak bisa diabaikan, tetapi saya tahu untuk tetap berfokus pada tujuan. Meskipun usianya muda, saya menghormati batas-batas yang ada dan tidak menarik kesimpulan terlalu cepat tentang kehidupan pribadinya. Lagian meskipun masih muda siapa tau ternyata sudah punya suami bahkan punya anak. Karena saya tidak kepo jadi hanya bisa menduga. Duh, kan jadi kemana-mana! Oke balik lagi ke topik.
Sambil menanti kedatangan guru BK, saya mengambil inisiatif untuk menelepon teman saya yang juga merupakan seorang guru di sekolah tersebut. Tujuan saya adalah agar dia bisa datang sejenak untuk memberikan dukungan kepada saya dan memperkuat posisi saya di mata wali kelas dan guru BK. Di ruang BK, terdapat sekitar lima orang wali murid yang hadir dengan kasus kenakalan yang beragam, sehingga kehadiran teman guru tersebut diharapkan dapat memberikan pandangan yang berharga dalam menghadapi situasi tersebut.