Ketika membaca judul buku ini (Mahasiswa Kafir), mungkin banyak dari kita yang akan berasumsi bahwa buku ini membahas seputar kontroversial agama.
Ternyata tidak, buku ini tidak membahas mahasiswa non muslim, mahasiswa Islam yang kemudian berpindah agama begitupun sebaliknya atau pelbagai macam hipotesa lainnya.Buku ini akan mengajak kita termenung dan berpikir kritis tentang banyak hal. Sebuah buku yang berisi keresahan-keresahan, kritikan dan harapan penulis terhadap pemakai almamater penghuni perguruan tinggi.
Di dalam buku ini penulis mengajak Mahasiswa untuk kembali ke 'fitrahnya' sebagai mahasiswa.Mengenai fitrah mahasiswa, maka tak lepas dari 2 hal yaitu kuliah dan pergerakan mahasiswa. Saya kira kuliah memang sudah fitrah mahasiswa tak perlu pembahasan panjang, sebab kuliah memang adalah tugas utama yang diembankan oleh orang tua dan negera kepada mahasiswa sebagai penerus bangsa. Namun ada yang lebih urgentternya daripada sekedar kuliah berangkat pagi dan pulang malam. Sebab ilmu yang diperoleh di bangku kuliah tidak akan sepenuhnya digunakan. Karena ada sesuatu yang salah dalam sistem, dimana ilmu akan dibiarkan ada selama hanya dibangku kuliah, dan selebihnya tidak. Kebanyakan seperti itu. Ilmu saja tidak cukup tanpa didasari oleh pemikiran konsep hidup. Sehingga yang ada para ilmuwan-ilmuwan atau lulusan sarjana dan doktor yang menjadi alat seseorang untuk suatu kepentingan. Fenomena inilah yang membuahkan berbagai masalah di negeri ini. Konflik yang berkepanjangan yang tak urung selesai.
Dewasa ini Indonesia mengalami beberapa konflik dari beberapa aspek kehidupan terutama pada bidang kebijakan politik, ekonomi, sosial-budaya, hingga hukum; tentunya dalam menanggapi fenomena tersebut perlu dibangkitkan kembali fitrah para mahasiswa yang sudah terpendam sejak lama, ekspansi mental atau dapat disebut perantauan mental sudah selayaknya dilakukan oleh para mahasiswa yang dapat disebut the agent of change, dan sehubungan dengan hal diatas maka para mahasiswa kembali pada konsep awal yaitu pergerakan.
Degradasi pergerakan mahasiswa kian menjamur, mahasiswa yang disebut the agent of change mulai keluar dari garis pergerakan yang semestinya terus dilakukan dan dijadikan suatu konsep dalam hati tiap para mahasiswa secara umum dan dalam hal ini fungsionaris organisasi Mahasiswa secara khususnya. Fitrah pergerakan ini seharusnya tetap bergulir dan terus dikembangkan dengan suatu tatanan sistem pergerakan baru, yang bersifat kembali pada fitrah sesungguhnya. Suatu pergerakan yang didasarkan pada kepedulian politik terhadap negara dan masyarakat. Dalam islam politik yaitu melayani umat, itulah landasan awal pergerakan. Serta didasarkan pula pada keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang maha esa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Maka harus dibangun terlebih dahulu fitrah masing-masing individu mahasiswa.
Dalam Islam ada 3 pertanyaan dasar tentang kehidupan; dari mana manusia berasal?, untuk apa manusia hidup? Dan kemana setelah mati nanti?. Dengan menjawab 3 pertanyaan dasar tersebut maka akan terbangun konsep berfikir yang cemerlang yang mantap. Serta keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Dan inilah dasar pergerakan mahasiswa yang tak mudah goyah sedikitpun. Akan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang murni.
Dan inilah saatnya mahasiswa untuk kembali kepada fitrah perjuangan pergerakan mahasiswa demi kebaikan negeri ini, bukan kebaikan penguasa negeri ini. Belajar dari filosofi telur. Telur jika di pecah dari luar maka yang ada isi telur akan berserakan dan mati. Tapi telur jika dia pecah karena kekuatan dari dalam, maka akan keluar kehidupan baru yang lebih bermanfaat.
Pergerakan mahasiswa jika dia bisa pecah dari dalam karena kesiapan konsep solusi matang terhadap pelbagai problem negeri dan kesiapan mental, ilmu serta iman. Yang muncul adalah mahasiswa-mahasiswa yang siap untuk meneruskan bangsa ini, memimpin masyarakat dan menjadi agent of change yang sesungguhnya. Memperjuangan apa yang memang harus diperjuangkan. Memiliki pemikiran yang melangit, namun tindakannya membumi dan hatinya yang senantiasa mengingat tuhannya.
Pergerakan sendiri secara gramatikal di antaranya bermakna kebangkitan baik untuk perjuangan atau perbaikan. Unsur pertama yang ada dalam suatu pergerakan setidaknya adalah gerak. Gerak berarti bertindak. Unsur kedua pergerakan adalah hasil dari tindakan tersebut harus beresensi membangkitkan. Kebangkitan inilah yang diharapkan dapat memicu unsur ketiga, perbaikan. Maka dari itu, ketiga unsur ini yakni tindakan, kebangkitan dan perbaikan harus ada dalam suatu pergerakan.
Hal ini sangat rasional mengingat peran mahasiswa dalam dinamika kenegaraan. Pergerakan bangsa secara progresif diawali oleh intelektual muda yang berinisiasi untuk bersatu. Mendirikan organisasi, mengadakan diskusi dan mengajak rakyat adalah cara-caranya. Hal ini memiliki dampak masif pada era awal pergerakan kemerdekaan Indonesia. Adapun pergerakan terbesar pascakemerdekaan oleh mahasiswa pada era 60-an dan 1998. Dua peristiwa tersebut secara masif mengubah haluan kenegaraan hingga menyebabkan pergantian orde. Oleh sebab itu, mahasiswa dari dulu hingga sekarang dianggap sebagai subyek penting dalam pergerakan bangsa.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengkritik keras sikap mahasiswa. Menurut LaNyalla, mahasiswa saat ini melempem dan tidak kritis terhadap persoalan bangsa.
Hemat penulis, setidaknya ada beberapa hal penyebab mahasiswa sekarang tidak kritis. Yang pertama, budaya literasi yang sangat kurang. Kedua, sistem pendidikan kita dari tingkat dasar sampai menengah tidak mendorong kekritisan siswanya. Ketiga, banyak orang tua yang masih memiliki pandangan bahwa kuliah adalah untuk mencari kerja. Keempat, pihak pemegang otoritas kampus juga secara tidak lansung mendorong agar mahasiswa hanya lebih fokus terhadap perkuliahan semata. Kelima, maraknya budaya hedonisme yang ada dikalangan mahasiswa.
Ketika mahasiswa keluar dari fitrahnya, maka ia masuk dalam kategori MAHASISWA KAFIR! Mahasiswa yang menyembunyikan atau mengingkari fitrahnya sebagai mahasiswa.
Karena kata kafir sendiri berasal dari kata kufr yang berarti menyembunyikan atau ingkar. Dalam termenologi Islam kafir berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari dan orang yang menolak Islam. Kafir adalah sebuah istilah dalam Islam yang digunakan untuk menyebut manusia yang tidak mau beriman (mengakui rukun Iman).Buku ini lahir dari pengalaman hidup penulis selama menjadi mahasiswa, ia juga menghadiahkan kritikan kepada individu, organisasi, instansi, pemerintahan dan lain-lain yang dituangkan ke dalam buku 'Mahasiswa Kafir'.
Penulis menyadari bahwa buku ini akan mengandung ketidaknyamanan bagi beberapa pihak, tetapi disisi lain bisa menjadi bacaan yang asyik bagi beberapa pihak lain. Perlu digaris bawahi, penulis tidak bermaksud merasa yang paling pintar, merasa yang paling mahasiswa, merasa yang paling benar dan sifat merasa lainnya. Tidak! Penulis menyadari bahwa apa yang ia anggap benar belum tentu benar menurut orang lain, penulis juga tidak bisa merasa aman dari virus mahasiswa kafir. Buku inipun masih banyak cacat dan kurangnya, tidak lain dikarenakan masih minimnya ilmu penulis itu sendiri. Jadi, silahkan ambil yang baiknya.
Selamat membaca