MAHASISWA KUPU-KUPU VS MAHASISWA KURA-KURA

18 3 0
                                    

Saat itu saya menjadi tutor PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru). Sebagai seorang tutor PKKMB yang membimbing satu kelompok dengan 50 orang mahasiswa baru, saya merasakan kebahagiaan dalam memberikan informasi, membimbing, dan mengarahkan mereka sepanjang perjalanan PKKMB. Menariknya, banyak pertanyaan-pertanyaan random dari mahasiswa baru yang mencakup segala hal, mulai dari persiapan PKKMB hingga pengalaman dalam dunia perkuliahan.

Saya senang melihat semangat dan keterlibatan aktif mahasiswa baru dalam bertanya. Pertanyaan-pertanyaan ini datang dari berbagai saluran, baik secara langsung maupun melalui pesan WhatsApp. Menyebarkan wawasan tentang dunia perkuliahan dan organisasi juga menjadi salah satu aspek yang saya nikmati, karena melalui itu saya dapat membantu mahasiswa baru merasa lebih siap menghadapi tantangan yang ada di depan.

Tepat setelah latihan kelompok, seorang mahasiswa baru (Maba) menghampiri saya dengan wajah penuh pertimbangan. Dengan polosnya, dia bertanya, "Kak, maaf ganggu. Saya bingung, sebenarnya lebih bagus mana ya, mahasiswa yang aktif ikut organisasi atau yang fokus pada akademik saja?"

Saya tersenyum dan menjawab, "Oh, itu biasa disebut dengan istilah mahasiswa kupu-kupu dan mahasiswa kura-kura. Mahasiswa kupu-kupu merupakan kepanjangan dari kuliah pulang kuliah pulang. Sedangkan, mahasiswa kura-kura merupakan akronim dari kuliah rapat kuliah rapat. Mahasiswa kupu-kupu tidak melibatkan dirinya dalam organisasi maupun kegiatan di kampus. Tipe mahasiswa seperti ini biasanya diidentikkan dengan sifat pemalas, skeptis, no life, dan stigma negatif lainnya. Di sisi lain, mahasiswa kura-kura banyak mengikuti organisasi di kampus. Bagi segelintir orang, mahasiswa kura-kura merupakan tolak ukur mahasiswa ideal. Sebab, mahasiswa tersebut dianggap memiliki kontribusi terhadap kampus, bahkan masyarakat luas. Melalui pemahaman seperti ini, mahasiswa kura-kura mendapatkan stigma yang lebih positif daripada mahasiswa kupu-kupu karena sejalan dengan visi "agent of change" yang selama ini digembar-gemborkan."

Dengan suara ragu, Maba bertanya lagi,"Berarti lebih bagus mahasiswa kura-kura yah, Kak?"

Saya tersenyum lembut lalu menjelaskan bahwa, "Ketika bertanya mahasiswa kupu-kupu vs mahasiswa kura-kura: who's better? Belum tentu mahasiswa kura-kura lebih baik daripada mahasiswa kupu-kupu. Yang jelas, Tidak ada jawaban yang pasti, karena kedua pilihan memiliki kelebihan masing-masing. Mahasiswa kura-kura memang memiliki kesempatan yang lebih besar dalam berjejaring atau membangun networking. Mahasiswa tipe ini juga biasanya menguasai beberapa soft skill, seperti berbicara di depan umum, mengambil keputusan, cara bekerja dalam kelompok dan lainnya. Hal ini nantinya akan memudahkan mereka dalam pergaulan, bahkan dalam mencari pekerjaan di masa yang akan datang. Akan tetapi, mahasiswa kura-kura seringkali terjebak dalam toxic productivity karena manajemen diri yang kurang baik. Mereka sibuk melakukan berbagai kegiatan dengan segudang program kerja dan aksi nyata. Namun, pada akhirnya yang didapat bukanlah pengalaman melainkan rasa lelah berkepanjangan."

Maba itu mendengarkan dengan serius, lalu saya melanjutkan, "Hal tersebut berbeda dengan mahasiswa kupu-kupu yang cenderung tidak suka untuk mengikuti serangkaian aktivitas organisasi di kampus. Biasanya, kelompok mahasiswa seperti ini hanya datang untuk kuliah dan akan pulang setelah kegiatan perkuliahan selesai. Setidaknya ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menjadi mahasiswa kupu-kupu. Misalnya, dapat mengerjakan tugas dengan fokus, dapat mengikuti jadwal perkuliahan dengan baik, mempunyai kesempatan untuk lulus lebih cepat, meningkatkan indeks prestasi, serta dapat melakukan eksplorasi kegiatan baru.
Menjadi mahasiswa kupu-kupu atau mahasiswa kura-kura merupakan pilihan masing-masing individu. Pada dasarnya, kedua tipe mahasiswa ini sama sama memiliki nilai manfaat jika mengetahui apa yang ingin diperoleh selama menjadi mahasiswa."

Maba itupun bertanya tampak ragu-ragu ketika mengutarakan keinginannya untuk bergabung ke organisasi, "Saya khawatir bahwa kesibukan di dalam organisasi akan mengganggu alokasi waktu untuk kegiatan akademik."

Saya memberikan nasihat, "Penting untuk menemukan keseimbangan antara kedua hal tersebut. Terlibat dalam organisasi dapat memperkaya pengalaman, namun jangan sampai mengabaikan komitmen akademik. Jika dapat mengatur waktu dengan bijak, maka bisa menjadi mahasiswa yang sukses baik dalam akademik maupun di luar kampus."

Maba itu tampak lega mendengar penjelasan tersebut, dan kami berbincang lebih lanjut tentang bagaimana dia dapat membangun perencanaan yang baik untuk mengelola waktu dan energinya dengan bijak. Dalam percakapan itu, kami berbagi pandangan tentang pentingnya keseimbangan dan fleksibilitas dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan tujuan dan minat pribadi.

Masih ada istilah-istilah lain yang menggambarkan mahasiswa berdasarkan aktifitasnya dikampus. Dan akan saya bahas di halaman selanjutnya.

 Dan akan saya bahas di halaman selanjutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAHASISWA KAFIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang