⁰⁵ Chantika Florist

76 39 129
                                    

"kenapa saya harus menertawai kamu, bukankah proses setiap orang itu berbeda? Contoh sederhananya, meski banyak bakal bunga dalam satu batang, tapi tidak semua mekar di waktu yang sama, bukan."
Semua butuh proses
__________________________________

Happy reading, man teman 😃.

Ingin bilang tidak, tapi Ayra tak enak hati. Lagi pula Dokter Alan hanya ingin makan, bukan. Jadi, Ayra pun mengiyakan.

"I-iya, dok, nggak apa-apa duduk aja," sahut Ayra yang malah salah tingkah sendiri akhirnya.

Kemudian, saat keadaan sudah tak begitu canggung, dokter alan mencoba membuka obrolan kembali.

"Kalau nggak salah nama kamu Ayra, kan?"

"Iya, dok, nama saya Ayra. Dokter?"

"Saya, Alan," jawabnya seraya mengulurkan tangan dan dijabat oleh Ayra.

"Kamu lagi sibuk, ya? Ngerjain apa kalau boleh tau?" Melihat laptop dan beberapa buku yang ada di meja, Dokter Alan merasa penasaran.

"Saya lagi ngerjain revisian, dok," ujar Ayra yang belum melepas headset, tetapi musik yang ia dengar sudah ia matikan dari ponselnya.

"Revisian? Skripsi kah atau tugas yang lain?"

"Kenapa dokter ini banyak nanya sih," batin Ayra, "oh, mungkin keseringan nanya keluhan para pasiennya, makanya ke bawa sampai di luar rumah sakit kali ya," pikirnya.

"Skripsi, dok. Saya ini mahasiswa akhir yang belum berakhir. Bahkan saya sudah nambah 1 semester," beber Ayra langsung, daripada menjawab satu persatu pertanyaan yang mungkin saja akan ditanyakan juga nantinya.

"Dokter kalau mau ngetawain saya, ketawa aja, dok. Saya udah biasa kok diejek seperti itu. Dikatain mahasiswa akhir yang belum selesai-selesai lah, lama wisuda lah, dan bla-bla-bla." Meski baru dua kali bertemu, Ayra yang tidak banyak bicara hal privatnya pada orang yang baru dikenal, tapi entah mengapa kali ini dia seperti meluapkan isi pikirannya tanpa ia sadari.

"kenapa saya harus menertawai kamu, bukankah proses setiap orang itu berbeda? Contoh sederhananya, meski banyak bakal bunga dalam satu batang, tapi tidak semua mekar di waktu yang sama, bukan." Di luar dugaan, ternyata Dokter Alan sangat bijak menanggapi celotehan Ayra. Gadis itu pikir, laki-laki di hadapannya akan turut melontarkan kata-kata yang akan menurunkan moodnya.

"Emm, kamu sudah memesan makanan?" tanya Dokter Alan, pasalnya di meja bundar itu tidak ada piring makanan barang satupun, ada sih piring kecil tapi itu untuk alas secangkir coffee late yang Ayra pesan sedari awal tadi.

Ayra menggeleng, "Belum, dok."

Saking fokusnya, gadis berlesung pipi itu sampai tidak merasa lapar. Padahal dari pagi ia belum memakan nasi sama sekali.

"Mau saya pesankan makanan sekalian? Kebetulan saya sudah lapar," tawar Dokter Alan.

"Eh, nggak usah, dok. Nggak usah repot-repot, nanti saya bisa pesan sendiri kok," tolak Ayra dengan sopan.

Akan tetapi, melihat bagaimana sibuknya Ayra, Dokter Alan tetap memesan makanan untuk gadis itu juga.

"Baik, ditunggu sebentar ya, mas," ucap waiters yang selesai mencatat beberapa menu yang dokter alan pesan.

"Dok, kan saya udah bilang, nggak usah di pesenin," lontar Ayra yang merasa sudah merepotkan.

"Nggak apa-apa. Ingat, kesehatan itu yang utama. Jangan sampai kamu nggak makan dan berujung jatuh sakit, lalu bagaimana dengan skripsimu? Bukankah itu akan menghambat pekerjaan kamu juga?" Apa ini, kenapa dokter alan terlihat begitu perhatian pada Ayra.

Give Me Support Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang