2

18 2 0
                                    

Sera mematikan komputernya setelah menyelesaikan pekerjaannya hari ini. Perempuan itu meregangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah seharian duduk di kursi dan menatap layar monitor. Setelah membereskan meja kerjanya, Sera pun beranjak dari kursinya, tetapi rasa sakit langsung menyergap kepalanya. Perutnya juga terasa perih.

"Kayaknya gara-gara gue belum makan siang," gumamnya sambil melirik jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore.

Sera berdiam diri sejenak, menunggu rasa sakitnya mereda. Setelah merasa sedikit lebih baik, ia mengambil tas dan berjalan keluar dari ruangannya. Baru saja membuka pintu, perempuan berambut hitam itu sudah dikejutkan dengan kehadiran Juan yang tersenyum di hadapannya.

"Astaga!" pekik Sera, "Juan? Lo ngapain di depan ruangan gue?"

"Are you okay? Muka kamu pucet. Kamu sakit?"

Sera mendengus, "Buat apa lo nanya-nanya? Mending lo pulang, sekarang udah jam pulang."

"Aku akan pulang setelah nganterin kamu pulang. Kamu nggak boleh nyetir dalam keadaan sakit begini. Aku anter, ya?" Juan hendak menyentuh bahu Sera, tetapi Sera langsung menghindar.

"No, thanks. Gue bisa pulang sendiri, and please, stop ngomong aku-kamu ke gue."

Sera langsung berjalan menuju parkiran mobil, meninggalkan Juan yang masih terpaku di depan pintu ruangannya.

"Apa-apaan?! Dateng-dateng kayak orang tanpa dosa. Kayak nggak pernah salah. Nggak tahu diri!" rutuk Sera sembari melangkah menuju mobilnya yang terparkir di parkiran basement hotel.

Langkah Sera terhenti saat perutnya kembali terasa perih. Ia berjongkok menahan sakit sambil memegangi perutnya. Sera bisa mendengar ada langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Sera mendongak dan melihat seorang laki-laki berdiri di hadapannya. Entah kenapa, Sera merasa wajah laki-laki itu cukup familier.

"Lo sakit? Mau gue anter ke klinik di sini?"

Mendengar pertanyaan laki-laki itu yang menyebutkan 'klinik di sini', membuat Sera yakin bahwa laki-laki itu juga bekerja di sini. Karena biasanya hanya pegawai di sini yang tahu bahwa hotel itu juga memiliki fasilitas medis.

Sera menggeleng, "Nggak usah. Gue cuma lagi nunggu sakitnya hilang."

"Jangan ngeyel! Muka lo pucet banget. Nanti kalo ada apa-apa, gue yang repot."

Sera terkejut karena laki-laki ini terdengar tidak ramah padanya. Sebelumnya tidak ada pegawai hotel yang pernah bersikap seperti itu padanya karena statusnya yang merupakan adik ipar dari putra pemilik hotel ini.

"Galak banget. Apa dia nggak kenal gue, ya?" batin Sera.

"Ya udah. Tolong anterin gue ke RS Medika Jaya." pinta Sera akhirnya.

"Kenapa nggak ke klinik di sini aja, sih?"

"Astaga, ini orang niat nolongin nggak, sih?" gerutu Sera yang tentunya hanya di dalam hati.

"Dokter keluarga gue praktek di sana."

"Dokter Hana?" tanya laki-laki itu memastikan.

"Kok lo tahu?" Sera balik bertanya.

"Gue kenal beliau. Ayo gue anter. Pake mobil gue aja."

Laki-laki itu mengulurkan tangannya kepada Sera dan membantunya berdiri. Mereka berdua berjalan menuju mobil laki-laki itu yang terparkir tidak jauh dari mobil Sera. Tak lama kemudian mobil itu sudah melaju menuju RS Medika Jaya.

Sesampainya di rumah sakit, laki-laki itu memapah Sera untuk duduk di ruang tunggu. Perih di perut Sera sudah mulai berkurang, meski pun masih tetap terasa sakit.

Let's Get Married! [THE BOYZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang