4. Surat Panggilan

7 3 0
                                    

halo, kembali lagi dengan saya

jangan lupa selalu vote dan komen, pren.

happy reading...



Pagi ini. Dinara sudah berada di ruang kepala sekolah. Pak Bambang menatap wajah gadis itu. Lalu menyodorkan satu kertas berwarna putih yang terlipat. Mungkin itu surat panggilan.

Ara menatap wajah Pak Bambang. Tatapannya seakan bertanya-tanya. Surat apakah itu?

"Saya dapat laporan kemarin. Kamu tidak masuk sekolah." ucap Pak Bambang.

"Saya juga mendapatkan laporan. Bahwa ada yang melihat kamu memakai seragam, dan kelayapan di jalanan." Pak Bambang menghela napas panjang.

"Apakah itu benar, Dinara?"

Gadis itu menundukkan kepalanya. Ia takut, takut akan Erik mengetahui hal ini. Bisa-bisa ia habis di tangan laki-laki paruh baya itu.

"Jawab Dinara!" bentak Pak Bambang.

"I-iya, Pak."

Kepala sekolah itu menggelengkan kepalanya. Sungguh tak habis pikir. Kenapa ada siswi yang berani bolos sekolah. Sungguh memalukan nama sekolah itu.

"Kamu tahu, apa yang kamu perbuat itu akan berdampak seperti apa nantinya?"

"Kamu tahu, ini sangat memalukan!"

"Kamu seorang siswi, yang sudah berani bolos sekolah! Apakah kamu tidak memikirkan dampaknya?" kata Pak Bambang. Dinara hanya terdiam menunduk.

"Kamu mencoreng nama baik SMA Lentera! Sangat memalukan!"

"Kamu tahu kan? SMA ini terkenal akan siswa-siswinya yang pintar!"

"Iya, Pak. Saya tahu. Dan saya salah, saya minta maaf." jawab Ara.

"Bawa kertas itu. Tunjukan kepada orang tua mu."

"Baik, Pak. Saya permisi," Dinara pun beranjak meninggalkan ruangan itu.

Dinara duduk termenung di rooftop. Ia membuka kertas putih itu, lalu membacanya. Ya Tuhan, ternyata benar. Itu adalah surat panggilan orang tua. Matilah Dinara sekarang.

Jika ia menunjukan kertas itu pada Erik, maka ia akan dihajar habis-habisan. Maka dengan itu, Ara memilih untuk merobek kertas putih itu.

**********

Saat ini Ara tengah duduk di dalam kelas. Suasana kelas yang sangat sepi, menjadi kesukaannya. Matanya yang masih terfokus pada sebuah buku novel yang tengah ia baca.

Tanpa ia sadari. Seorang laki-laki memasuki ruang kelas itu. Langkahnya terdengar ditelinga Ara. Namun Dinara tetap fokus pada novel yang ia baca.

"Ra," Suara berat itu membuat Dinara menoleh.

"Untuk lo," Arslan menyodorkan sebuah coklat. Ara tak menghiraukannya. Ia kembali fokus membaca.

Arslan duduk di samping gadis itu. Bibirnya menampilkan seutas senyuman tipis. Tangannya meraih rambut Ara. Dan membelainya dengan lembut.

"Cantik,"

Dinara menjauhkan tangan Arslan. Kini dirinya sudah merasa tak nyaman. "Ngapain?" tanyanya.

"Kenapa? Gak boleh?" tanya balik laki-laki itu.

"Awas, aku mau lewat." Ara beranjak berdiri dari duduknya.

DINARA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang