Happy reading, sweetie ♥︎
║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║
➫ ˗ˏˋ꒰ vote and comment, please. ꒱➫
Ketika kedua netra saling bersitatap, keduanya terdiam. Merasakan belaian angin yang berhembus, menatap satu sama lain, mencari jawaban juga kejujuran akan suatu perkataan.
Tiada yang bicara selama beberapa menit, mereka jatuh pada laut lamunan dan pikiran masing-masing. Tak memperdulikan sekitar maupun atensi masing-masing.
"Aku jatuh dalam pesonamu, Levi," (name) mengulang kalimatnya dan menatap Levi serius.
Levi tersentak, dengan kaku ia mengalihkan pandangannya pada kedua kakinya.
"Mengapa?" Tanya Levi.
(Name) tersenyum simpul dan menggidikkan bahunya, "tidak tahu, awal aku melihat kedua matamu, aku merasa jatuh dalam kelam manikmu, awalnya hanya rasa kagum saja. Tapi lambat laun, rasa kagumku berubah jadi rasa suka, kira-kira begitulah," ucap (name) sembari terkekeh.
Levi menghembuskan nafas, maniknya menatap tajam kedepan, mengabaikan (name) yang mulai berceloteh setelah keheningan singkat terjadi.
Levi menundukkan kepalanya dalam, mencoba untuk mengabaikan suara (name) yang terus mendobrak masuk kedalam indra pendengarannya.
Merasa bersalah pada perempuan disampingnya. Banyak hal yang mereka alami akhir-akhir ini, dan salah satunya Levi membuat perempuan ini menangis ketika (name) berusaha kembali untuk bangkit dan menjadi lebih baik.
Levi adalah salah satu alasan mengapa perempuan disampingnya ini menangis dan tertekan. Tapi... Mengapa perempuan ini tidak menjauhinya dan malah kembali mendekat hingga menyatakan perasaan?
"Pergilah, (name)," kata Levi.
(Name) mengernyit heran, rasanya deja vu.
"Tidak mau," balas (name).Levi mengerutkan alisnya tak suka, dengan pandangan tajam, Levi kembali mengusir (name) dengan perkataannya, dan tentu tak digubris oleh (name).
"Pergilah dari hidupku!" Seru Levi.
"Aku tidak mau!"
"Kenapa?!"
"Karena aku menyukaimu bodoh! Berapa kali aku harus mengulang kalimat yang sama agar kau tahu kalau aku menyukaimu?! Aku jatuh dalam pesonamu, sialan!"
Sederet kalimat dengan nada tinggi (name) keluarkan. Nafasnya menggebu-gebu setelah rentetan kalimat itu meluncur bebas dari mulutnya.
"Pergilah dan cari pria yang lebih baik! Aku bukan pria baik! Aku tak pantas mendapat rasa suka yang kau punya!"
(Name) mengerutkan keningnya, "kenapa?" Lirih (name).
Dengan suara parau dan pandangan tajam, Levi berucap, "aku cacat."
"Aku lumpuh dan mataku buta sebelah, bahkan jari-jariku juga terpotong. Aku bukan pria sempurna, pergilah, kumohon.."
Rahang (name) mengeras, dengan gerak cepat, ia menyambar kerah kemeja Levi, membuat pria itu tercekik karenanya.
Pandangan tajam (name) layangkan pada Levi. Berhasil menghentikan Levi yang memberontak kala manik arangnya menatap netra indah itu.
"Kecacatan yang kau ungkapkan itu tidak menjadi penghalang. Kesempurnaan hanya milik tuhan, hanya milik-Nya. Berhenti berucap kau tak sempurna karena pada mata tuhan dan orang yang tepat kau adalah manusia sempurna."
"Jangan merendahkan dirimu. Berhentilah meratapi apa yang sudah terjadi, berhenti mengasihi dirimu sendiri karena ada banyak hal yang tak bisa diubah dan harus diterima dengan lapang dada. Bangkitlah, aku dan yang lain bersamamu."
Dengan lemah, (name) melepas kerah kemeja Levi dan terduduk diatas rerumputan. Merenungi segalanya.
"Bawa aku pulang...." Lirih Levi.
(Name) mendongak, memandang wajah yang kini menengadah menatap langit.
"Biarkan aku pulang padamu, aku lelah."
Tanpa banyak kata, (name) segera bangkit dan mendorong kursi roda Levi. Membawanya ke toko ayahnya. Setidaknya, beberapa hidangan mungkin dapat menenangkan pikiran Levi.
Terlalu banyak yang ia lalui akhir-akhir ini hingga tak dapat lagi berucap benar.
///
Aroma teh menyeruak dalam Indra penciuman, disusul aroma lezat dari sebuah pie daging yang tersedia dihadapan.
Rasa rindu begitu pekat terasa atas afeksi kecil yang dahulu kerap Levi terima dari sosok perempuan di sampingnya. Suapan demi suapan Levi terima dengan perlahan. Mengecap lezat pie daging buatan seorang mantan tentara.
"Ayahmu memang tak pernah gagal," bisik Levi sembari mengunyah.
(Name) hanya tersenyum geli mendengar bisikan dari pujaan hati— walau sebenarnya agak terganggu dengan lemparan tatap tajam ayah dari balik meja kasir.
Kejadian di rumah beberapa waktu lalu masih membuat Hua-ra sakit hati pada Levi. Dan tentunya berakhir membuat Hua-ra sedikit sinis juga tak suka pada pria berpotongan undercut itu.
"Sepertinya ayahmu masih memiliki dendam."
(Name) menatap Levi, "Memang, dan sebenarnya aku juga masih dendam dengan kalimat itu. Ku harap kau segera membayarnya tuan Ackerman," sinis (name).
Levi hanya menggidikkan bahu acuh. Mungkin ia hanya akan mengirimkan beberapa bingkisan sebagai permintaan maaf.
Setelah potongan terakhir pie habis, (name) meletakkan garpu juga pisau diatas piring. Dengan air wajah serius, (name) menatap lekat Levi.
"Apa?" Tanya Levi.
"Aku perlu sebuah jawaban, sekarang."
"Tentang apa? Jawaban apa?"
(Name) mendengus, "Kejelasan hubungan kita setelah sesi ungkapan tadi."
Levi terdiam, maniknya menatap langit-langit toko dengan sorot datar. Damun jauh didalam sana, terdapat rasa bingung yang tak dapat dijelaskan oleh kata.
Ia ingin mengikat, namun belum siap.
Ia ingin memulai, namun berakhir sadar.
Sadar akan kondisi yang tidak memungkinkannya untuk memulai suatu tatanan baru dalam hubungan. Ia takut jikalau nanti hanya akan menjadi beban bagi pasangannya.
"Aku butuh waktu," ucap Levi.
"Aku butuh kejelasan. Aku tak mau jika kejadian tempo lalu kembali terulang," ucap (name).
Levi mendesah lelah, "Tolong berikan aku sedikit waktu. Aku hanya ingin merenungkan semuanya. Aku takut."
A/N
Yahoo sahabat. Kalian kangen ak gasie🥺

KAMU SEDANG MEMBACA
𖥻 𝗘𝗡𝗖𝗛𝗔𝗡𝗧𝗘𝗗 ✦ レヴィアッカーマン
Fanfiction⏜ ۫ . ⟡ Leviᥲckermᥲn - reᥲder. % , ۪۫❁ཻུ۪۪ 𝐅𝐚𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 𝐀𝐧𝐢𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚 𝐏𝐫𝐨𝐣𝐞𝐜𝐭 𝐋𝐢𝐭𝐭𝐥𝐞-𝐜𝐥𝐨𝐰𝐧𝐬 , 𝐩𝐫𝐞𝐬𝐞𝐧𝐭... ▬ 𝗞𝗲𝘀𝗲𝗺𝗽𝘂𝗿𝗻𝗮𝗮𝗻 dalam arti yang sebenarnya hanya milik Tuhan. Man...