Mimpi dan Hujan

6 1 0
                                    

Andaikan saja, pada saat itu aku menahan mu. Andaikan saja, pada saat aku disana. Andaikan saja, aku mengangkat telfon mu. Andaikan.. Andaikan saja, aku bisa mengulang waktu. Namun, itu nihil.

Orang datang dan pergi, begitulah kehidupan. Namun, aku tak merelakan kepergianmu. "Bisakah kau menarik ku kedalam hujan sekali lagi?" ucap mu kala itu.

Kini, ruangan ku dipenuhi oleh lukisan dirimu. Jika seorang pelukis jatuh cinta, maka nama si pelaku akan abadi dalam karyanya. Begitulah, kau abadi didalam karya ku.

Hanala Aruwarsha, itu nama ku.

Aku melakukan aktifitas ku sebagai siswi SMA seperti biasa. Bangun pagi, dan berangkat sekolah. Namun, ada satu hal yang tidak ku miliki. Sosok teman.

Kehidupan ku sempurna, keluarga yang sederhana, nilai yang sempurna. Namun, sosok teman itu tak pernah ada didalam hidupku. Hari-hari ku hanya di penuhi oleh melukis dan melukis.

Teman ku hanyalah alat melukis, dan media nya. Aku sering menyendiri dikelas, hanya bersama dengan pensil dan penghapus ku.

"Haaaa ~ ternyata menyendiri seperti itu bisa bosan jiga." gumam ku seraya meregangkan tubuh.

Aku beranjak dari duduk ku, berjalan keluar kelas. Melangkah dengan perlahan menuju ke ruang lukis. Aku sangat bersyukur disekolah ku ini terdapat ruang lukis.

Setiba nya aku disana, aku melihat sesosok pria yang tengah melukis. Ia sendirian.

Aku mengambil tempat disebelahnya, dan mempersiapkan alat lukis ku. Keheningan melanda kami sepenuhnya.

Aku melirik kearah nya, "Ternyata ada orang yang suka melukis juga ya selain aku" ucap ku.

Dia tampaknya tersenyum, "Benar juga. Siapa nama mu?" tanya nya.

Aku kembali fokus pada lukisan ku, "Aku Hanala Aruwarsha, dari kelas 12 B."

"Aku Rakhayasa Elios. Kau bisa memanggilku Eli. Bagaimana jika aku memanggilmu Nala?" tanya nya.

Aku mengangguk, tanpa ku sadari, aku tersenyum. "Tentu saja, panggil aku sesuka hatimu!"

Kami mengobrol banyak. Menurutku, Eli adalah orang yang asik untuk diajak mengobrol. Kami mengobrol seperti teman dekat.

Eli mengajakku untuk datang setiap hari ke ruang lukis, dan aku menyetujui hal itu.

Walaupun begitu, kami juga bersepakat tidak akan saling menyapa mau pun berbincang jika di depan umum, kecuali diluar sekolah.

Aku mengerti apa alasannya.

Aku menjadi dekat dengannya.

Namun, tampaknya banyak hal yang dia sembunyikan dariku.

"Yah.. Hujan.. Seharusnya kita pulang sedari tadi" ucap ku mengeluh.

Eli terkekeh, "Ya, mau bagaimana lagi?"

Tiba-tiba, sebuah ide muncul dikepala ku. Aku menarik tangan Elios, dan membawanya keluar.

"E-eh, kau mau membawa ku kemana?" tanya nya.

"Bermain hujan!" ucap ku seraya tersenyum lebar.

"T-tapi—"

"Ayolah, bermain hujan itu seru loh! Kau bisa meredakan stress mu dari bermain hujan!" seru ku. Aku terlalu antusias sampai lupa bagaimana keadaan Elios.

Dia terdiam, menatapku tanpa henti. Aku menoleh kepada nya, "Kenapa? Kau sakit, ya? Jadi tidak boleh bermain hujan?" tanya ku yang menyentuh dahi Elios untuk mengecek suhu nya.

"Tidak."

"Lalu?"

"Kau tampak bahagia ketika hujan mulai turun, dan mungkin yang kau katakan benar. Kau bisa meredakan stress dengan bermain hujan" ucap nya.

Life; FantasizeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang