Bab 04

657 31 0
                                    

Rey mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, sore ini setelah meeting harusnya dia santai. Tapi, temannya yang tak tahu diri itu malah menyuruhnya datang karena ingin minta tolong. Sudah begitu, Rey disuruh beli kue dulu oleh Diaz.

"Lo mau kue apa? Warna-warni biar kayak pelangi?" tanya Rey saat panggilan teleponnya sudah terhubung.

"Beliin gue cheesecake, yang gede tapi," kata Diaz dari seberang telepon.

"Demen banget lo ama yang gede," hardik Rey.

Diaz hanya tertawa. "Toko kuenya udah gue shareloc ya, lo harus beli di sana pokoknya!"

"Udah nyuruh pake segala ngatur lagi lo, untung gue temen yang budiman," sewot Rey.

"Haha, santai apa Rey. Lagian, pasti lo seneng deh, di sana pelayannya cakep-cakep gila. Udah gitu kuenya enak, gak nyesel deh kalo beli di sana bisa sekalian cuci mata juga."

Rey hanya mendecih, entah yang dibicarakan Diaz benar atau tidak. Karena biasanya semua kata yang keluar dari mulutnya adalah omong kosong.

"Ya udah gue nyampe nih, ada lagi yang mau dibeli gak?" tanya Rey memastikan.

"Gak, itu aja. Thanks ya, brow!"

Rey mematikan sambungan teleponnya kemudian membuka seat belt, setelah dirasa mobilnya sudah terparkir dengan benar, dia keluar. Rey menatap kaca besar di depannya yang bertuliskan Kiara's Bakery.

"We'll see ...," gumam Rey seraya melangkahkan kakinya masuk.

Aroma cokelat langsung menyapa indera penciumannya. Nampak beberapa orang berada di sana, mungkin pelanggan juga seperti dirinya.

"Ada yang bisa dibantu, Mas?"

Suara lembut itu membuat Rey langsung menoleh, itu Ayana yang tengah tersenyum ramah padanya.

"Ah, iya."

Rey lalu nampak melihat-lihat ke sekitar dengan tangan yang berada di pinggang. "Ng ... ada cheesecake gak?"

"Oh, ada! Mau yang pake topping atau yang polos aja?" tanya Ayama masih dengan senyum ramahnya.

"Mmm ... yang pake topping kayak gimana?"

Ayana lalu menunjukkan sampelnya di counter cake, dan menyebutkan beberapa topping.

"Yang enak yang mana?" Rey bertanya lagi.

Ayana tertawa kecil. "Masnya salah kalau nanya ke saya, nanti saya bakal jawab enak semuanya gimana?" ujarnya.

Rey diam sebentar, tapi lalu ikutan tertawa. "Kalau begitu yang menurut Mbaknya paling enak mana?"

"Wah, selera saya sama Masnya beda dong pasti."

"Gapapa, lagian saya baru ini beli cheesecake. Jadi, gak tahu rasa-rasanya."

Ayana terlihat canggung, tapi lalu memberikan Rey saran untuk membeli cheesecake bertopping Cherry. Rey pun setuju dan meminta untuk dibungkus satu. Pesanannya pun diurus Ayana, dan setelah menunggu beberapa menit akhirnya jadi.

"Makasih," ucap Rey setelah membayar kuenya.

Ayana mengangguk dan tersenyum pada Rey. "Terimakasih kembali, datang lagi kemari kalau suka kuenya ya."

Rey menatap ke arah Ayana sebelum pergi lalu berkata, "Sure."

***

"Wuih mantep, thanks yo!" ucap Diaz seraya memotong kuenya.

"Cakep-cakep kan Rey?" tanya Diaz selagi mengunyah.

Rey kembali mengingat kejadian tadi dan tersenyum tipis, tapi lalu berkata, "Forget it. Lo nyuruh gue ke sini mau ngapain?"

Diaz yang sedang mengunyah cheesecake hanya diam, nampak sangat menikmati kuenya. Setelah menelan kunyahan itu barulah Diaz bercerita, "Abang gue kecelakaan."

"Bang Daniel? Kapan?"

"Semalem, dan sekarang tuh istirnya lagi di rumah sakit. Nah, anaknya yang masih setahun itu gak ada yang jagain, sekarang dititipin ke tempat penitipan anak," jelas Diaz.

"Terus?"

"Lo mau kan bantu jagain keponakan gue? Soalnya, gue juga pasti sibuk ngurusin administrasi dia, ganti ruginya buat korban, segala macem."

"Dia nabrak orang?"

Diaz mengangguk. "Kemarin malem hujan Rey, mungkin dia gak sengaja kepeleset gitu."

"Terus lo pikir gue pengangguran gitu? Ngaco!" kesal Rey seraya mengambil kaleng soda di meja dan meminumnya.

"Ya, gue gak tau harus minta tolong ke siapa lagi Rey. Please lah, lo cuma jaga anak orang ... bukan istri orang. Haha."

Diaz tertawa sementara Rey langsung melemparnya dengan bantal sofa yang pas sekali mendarat di wajah. "Makan tuh kue rasa bantal!" hardiknya.

"Galak banget sih," balas Diaz. "Ya udah mau ya? Anggep aja deh lo lagi belajar jadi orang tua, hehe."

"Berisik, Yaz! Gak di sana, gak di sini, istri ama anak mulu yang dibahas. Rese kalian!"

Rey yang kesal merebahkan tubuhnya di sofa, mukanya nampak semrawut. Dia pasti sangat tertekan dengan permintaan orangtuanya itu. Diaz sendiri sudah pernah mengenalkan Rey dengan teman-teman perempuannya, tapi tak ada satupun yang awet; entah karena Shakila yang usil, atau Rey yang kadang tidak srek dan hanya menjadikannya one night stand.

"Rey," panggil Diaz.

Pria itu nampak menghela napasnya, kemudian berujar, "To be honest ... gue sebenernya bosen kayak gini mulu. Kerja tiap hari dari pagi sampe malem, ngumpulin duit banyak-banyak, tapi gak tahu itu duit bakal buat apa dan di kemanain."

Kedua orangtuanya berasal dari keluarga berada dan pemilik saham terbanyak. Rey sendiri diberi kepercayaan untuk mengelola hotel milik keluarga Reid. Diaz yakin sudah banyak sekali pundi-pundi uang yang Rey dapatkan, namun sayangnya pria ini masih lajang.

Hidup Rey belum lengkap.

"Nah! Makanya gue saranin lo buang duitnya ke tempat penitipan anak aja. Berfaedah kan Rey? Daripada buat ngasih cewek-cewek lo yang gak jelas itu," timpal Diaz.

Rey memberinya tatapan sinis, dia lalu bangkit seraya melepaskan dasi dan membuka dua kancing teratasnya, lantas berkata, "Kalau emang dititipin di sana kenapa masih nyuruh gue?"

"Emang lo pikir abang gue cuma sehari di rumah sakit? Ngaco," kesal Diaz.

"Parah banget ya?" tanya Rey setelah melipat lengan kemejanya sebatas siku.

"Kalau gak parah gue bisa handle sendiri Rey, gak perlu minta bantuan lo," ujarnya.

Rey diam, tangannya ia lipat di atas dada. Tengah berpikir, haruskah ia menolong Diaz?

"Dapet apa gue?"

"Mmm ... gue kasih lo nomer cewek deh, banyak banget ntar. Swear!"

"Gak!" tolak Rey. "Lo pikir hape gue asrama putri."

"Terus lo mau apa?"

Rey nampak berpikir, lalu menjawab, "Traktir gue makan kue di sana."

Diaz langsung menatap bungkus kue yang tadi Rey bawa. Lalu, bibirnya nampak melengkung ke atas dan menatap Rey penuh arti.

"Kepincut kan lo?"

Rey langsung mengelak. "Gak! Kepincut apaan."

"Pelayan di sana lah. Udah gue bilang mereka cantik-cantik, gue bahkan punya nomernya."

Rey yang tengah bersandar di sofa langsung melotot. "Gila lo! Pelayan kue lo embat juga?" heran Rey pada sahabatnya itu.

"They’re so cute ... and beautiful."

Babalik || 2021 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang