Bab 08

455 27 0
                                    

Aroma mobil Rey bercampur wangi dengan parfum Ayana sekarang. Apalagi kini terdengar senandungan dari mulut wanita itu, membuat suasananya jadi tenang dan damai.

"Aya," panggil Rey.

"Hm?" Ayana langsung menoleh dengan senyum terukir. Cantik sekali.

"Makasih, ya, udah mau diajak makan," ujarnya.

"Terimakasih juga udah ngajak aku, makanannya enak," balas Ayana dengan cengirannya.

"Bagus kalau kamu suka, kapan-kapan aku ajak ke sana lagi," kata Rey seraya membelokkan setirnya ke kiri.

"Jangan, gak enak akunya."

"Lho, gak enak kenapa?" Rey bertanya.

"Gapapa, kalau keseringan makan di restoran mewah nanti uang kamu habis," cetus Ayana walaupun dia tahu bahwa pria di sampingnya ini adalah orang kaya. Aya tahu hanya dengan melihat outfit dan juga mobil Rey.

"Hahaha, ya, enggaklah. Lagian aku seneng jalan sama kamu, gapapa kan?" sahutnya sambil tertawa.

Ayana tak menjawab, hanya tersenyum saja. Lalu, mengingat Lily yang—diasuh tetangganya—mungkin sudah tertidur. Ayana lupa membelikan boneka untuk anaknya karena keasyikan ngobrol dengan Rey. Semoga saja Lily tak marah.

***

Kesokan harinya.

Ayana menatap sabar pada Lily. Putrinya itu tengah merajuk karena tak dibelikan boneka. Saat bangun tidur yang Lily tanyakan langsung bonekanya, sementara Ayana saja lupa membelikan Lily koleksi baru kuda poninya.

"Lily, Sayang. Maafin Mama dong. Jangan marah gini, nanti Mama sedih lho," bujuk Ayana pada putrinya.

Tapi, Lily tetap merajuk. Dia bersembunyi di balik selimut sambil memeluk boneka kelincinya.

"Sayang ... gak kasihan sama Mama?"
Ayana mencoba membuka selimut bergambar Disney Princess yang menutupi wajah putrinya, namun langsung ditarik. "Ndak au! Mama akal!" teriak Lily dengan suara seraknya.

"Lily ...," Ayana sempat tersentak karena Lily teriak, hatinya mendadak mencelos.

"Sayang, dengerin Mama dulu sini. Lily sayang kan sama Mama?"

"Mamau!"

Ayana nampak menghela napasnya, mencoba sabar menghadapi sikap Lily yang terkadang menyebalkan. Seperti sekarang ini, Lily akan berubah menjadi keras kepala jika sedang marah. Persis seperti Andreas.

"Mama janji bakal beliin dua boneka untuk Lily, sekarang bangun dulu. Liat Mama, Lily janji lho gak akan nakal sama Mama, katanya mau nurut apa kata Mama?" tutur Ayana dengan penuh kesabaran. Namun, Lily tetap tak menanggapi.

"Sayang," panggilnya.

"Mama kelupaan kemarin, makanya gak beli. Lagian tokonya tutup kalau malem, masa Mama mau tunggu sampe buka?" Ayana membuat pembelaan.

"Mang, Mama beli di ana?"

Ayana tersenyum saat Lily mau bicara, dia pun beranjak memeluk Lily di kasurnya. Lily langsung teriak karena Ayana memeluknya tiba-tiba, membuat sesak dan bonekanya terjepit tangan Ayana.

"Mama!"

"Lily udah besar, ya? Udah bisa marah sama Mama," kata Ayana seraya menghadiahi pipi Lily dengan kecupan.

"Mama!"

Ayana tertawa dan menghentikan aksinya karena Lily sudah protes. "Iya, Sayang. Maafin Mama, ya? Lily maafin Mama gak?"

Lily memainkan rambut Ayana yang tergerai, lalu menjawab, "Mama andi au beliin boneka ua, ya,"

"Iya, sekarang aja gimana?"

Babalik || 2021 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang