🏵️Part 3🏵️

41 6 1
                                    


Hari ini Lubna terpaksa ke rumah Arhan sendirian karena Fania berangkat bersama Reihan. Pasangan sejoli itu bahkan tidak dapat dihubungi. Padahal saat ini dia tengah kesulitan karena tidak kunjung mendapat taksi meski hampir setengah jam menunggu.

Dilihatnya jam yang melingkar dipergelangan tangan, sudah menunjuk pukul 07.30. itu artinya setengah jam lagi acara ulang tahun Arhan akan dimulai. Mau tidak mau Lubna memesan ojol agar segera sampai sebelum acara dimulai. Benar saja, sepuluh menit kemudian ojol pesanan Lubna datang.

"Perumahan Cendana nomor 23, ya bang" ujar Lubna sembari memakai helm.

Sepanjang perjalanan Lubna mencoba menghubungi Fania, tetapi temannya itu tidak juga mengangkat telponnya. Padahal dia ingin tahu apakah acara sudah dimulai atau belum.

"Bang, masih jauh enggak?" tanya Lubna merasa khawatir jika dirinya tidak datang tepat waktu.

"Masih, neng. Ini aja udah ngebut. Sabar ya" balas bang ojol berusaha menenangkan.

Lubna langsung masuk setelah membayar ojol yang ditumpanginya. Dia sempat bertanya kepada pelayan rumah Arhan dan Lubna langsung diminta berkumpul di taman belakang.

Dia tidak menyangka jika di sana sudah banyak tamu undangan yang hadir. Mata Lubna melihat sekeliling, berusaha menemukan sosok Fania ataupun teman yang dikenalnya. Tetapi yang dia lihat adalah sosok orang asing yang sama sekali belum pernah dilihatnya.

Lubna berjalan mendekat ke arah mereka. Dia dapat melihat bahwa tamu undangan yang ada di sana tengah memperhatikannya. Masalahnya penampilannya sangat berbeda.

Dia mengenakan gaun warna abu di bawah lutut dengan lengan tangan yang cukup panjang. Penampilan yang sangat sopan untuk di bawa ke acara ini. Sedangkan para perempuan yang ada di sana justru mengenakan pakaian yang lebih terbuka dan terlihat sangat modis.

Seketika Lubna menjadi bahan pembicaraan dan dia merasa insecure. Dal situasi seperti ini, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain tersenyum.

"Lubna!" panggil Fania yang berada di pojok taman bersama Reihan.

Lubna hampir tidak mengenali wajah Fania jika perempuan itu tidak melambaikan tangan ke arahnya. Kali ini Fania tampil cantik dengan gaun seksi warna biru yang dapat mengekspos dada dan pahanya.

"Gimana kesan datang ke sini? Seru enggak?" Reihan mencoba menggoda Lubna yang terlihat malu menjadi bahan pembicaraan. Rupanya memang Reihan sengaja memberi kejutan untuk Lubna.

Lubna melotot ke arah Reihan, "Lo pikir serunya di mana? Kalau gue tahu acaranya party kayak gini mending gue gak usah datang," balasnya dengan kecewa.

Jujur saja Lubna merasa risih berada di sana. Meski dia mengenakan pakaian yang tertutup, tetapi dirinya merasa ditelanjangi.

"Santai aja kali, Na. Kita cuma happy-happy aja kok. Sorry gue enggak bilang ke lo," ujar Fania menyesal.

"Lo aja dari tadi susah gue hubungi, sekarang nyuruh gue happy-happy di sini. Kenapa sih lo suka ngilang kalau gue lagi susah?" protesnya tak terima.

"Lubna!" suara lelaki yang memanggilnya sukses mengalihkan perhatian Lubna.

Di sana tampak sosok Arhan yang mengenakan kemeja putih dengan setelah jas yang membungkus tubuh kekarnya. Lelaki itu tersenyum sembari mendekat ke arah Lubna.

Lagi-lagi Lubna menjadi pusat perhatian. Meski dirinya sudah terbiasa menjadi pusat perhatian publik, tapi perasaannya kali ini sungguh berbeda. Jika bisa, dia ingin menghilang detik itu juga.

"Thanks udah datang," ucapnya dengan mata yang berbinar.

Entah bagaimana ucapan Arhan barusan dapat membuat Lubna tenggelam dalam pesona lelaki di depannya. Dia tidak bisa menyangkal jika wajah Arhan sangat tampan.

"Lubna?"

"E-eh iya. Sama-sama. Btw, happy birthday! Gue ado kecil buat lo," ucap Lubna sembari menyodorkan kado di tangannya.

Brakk

Belum sempat Arhan mengucapkan terima kasih kepada Lubna, seseorang jauh di sana membuat keributan. Sontak semua orang berbondong-bondong melihat apa yang tengah terjadi, termasuk Arhan.

Lubna, Fania dan Reihan yang penasaran juga langsung menyusul Arhan di belakang.

Betapa terkejutnya Lubna ketika melihat Dehan terkulai lemas di sana. Lelaki itu telah menabrak salah satu meja kaca dan menumpahkan makanan yang ada di atasnya.

Dehan datang ke acara ulang tahun dengan penampilan yang sangat kacau. Entah dari mana dia sebelumnya, tapi kondisinya saat itu terlihat menyedihkan; wajahnya pucat, dan pakainya sudah tidak rapi lagi. Lubna dapat melihat sorot mata Dehan yang ketakutan. Matanya merah dan berkaca-kaca.

"Dehan! Ada apa?" tanya Arhan mencoba berbicara dengan Dehan yang terkapar tak berdaya.

"Dehan! Lo denger gue?" sekali lagi Arhan mencoba mengajaknya berkomunikasi, tapi sia-sia saja.

Lelaki itu mencoba membantunya untuk duduk, tetapi Dehan tampak tidak ada tenaga. Semua orang yang ada di sana bingung dengan apa yang terjadi pada Dehan, termasuk Lubna. Bahkan Fania dan Reihan juga tampak bingung sekaligus cemas. Pasalnya sebelum mereka berdua berangkat ke rumah Arhan, Dehan sempat menghubunginya dan dia dalam kondisi baik-baik saja.

Berulang kali Arhan mencoba berbicara dengan Dehan, tetapi lelaki itu tidak mau menjawab.

"Dehan! Lo bisa denger gue kan?" Reihan mencoba melihat keadaannya, tapi sepertinya kondisinya sangat buruk.

"Kita bawa Dehan ke dalam, biar dia istirahat dulu," ujar Reihan akhirnya memberi nasihat kepada Arhan.

Arhan setuju. Lebih baik seperti itu. Bahkan dia juga perlu memulai acara ulang tahunnya. Dia tidak mau acara ulang tahunnya kali ini gagal hanya karena kedatangan Dehan yang membuat keributan. Alhasil, Reihan dan Arhan memapah Dehan masuk ke dalam rumah.

Berkat kerjadian itu, semua orang bertanya-tanya. Bahkan Fania juga tampak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Gue yakin ada sesuatu yang terjadi pada Dehan," ujar Fania sembari duduk di salah satu kursi.

"Gue kira dia lagi ada masalah," Lubna menambahi dan ikut duduk di sampingnya.

"Na, ponsel lo bunyi ya? Gue kayak denger ada nada dering gitu deh," tiba-tiba Fania menyeletuk.

Benar saja, setelah mengecek ponselnya, Lubna melihat ada banyak panggilan tak terjawab dari ibunya. Entah kenapa melihat panggilan yang begitu banyak membuat hati Lubna semakin resah. Padahal ibunya jarang sekali menghubunginya.

"Fan, gue cari tempat dulu ya. Gue mau telpon," ucap Lubna sebelum pergi dari kerumunan.

Dengan perasaan khawatir Lubna melangkah lebar-lebar meninggalkan taman. Bahkan dia pun tak perduli dengan Fania yang mengejarnya di belakang.

Lubna langsung mencoba menghubungi kembali nomor ibunya, tapi sayangnya tidak dijawab.

"Please angkat teleponnya," ucap Lubna bermonolog sendiri.

Berkali kali dia mencoba menghubungi kembali tapi ibunya tidak juga menjawab.

"Lubna!" panggil Fania membuat perempuan itu menoleh. "Ada apa?" tanyanya penasaran melihat wajah Lubna yang terlihat cemas.

Lubna menggelengkan kepala, "Enggak ada apa-apa kok."

"Kalau gitu kita kembali ke dalam. Acaranya mau di mulai," ucap Fania sembari berjalan mendahului Lubna.

Fania langsung menghampiri Reihan. Tak lama kemudian, Arhan dan kedua orang tuanya naik ke atas panggung, mereka membuka acara dengan memberikan sambutan selamat datang kepada semua tamu undangan. 

"Loh, Lubna di mana?" tiba-tiba Fania tersadar bahwa Lubna tidak ada di sampingnya.

__________________________


Ada yang penasaran ke mana perginya Lubna?

.
.
.

Sweet PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang