Bab 4- Markas

3 0 0
                                    

Cowok dengan rambut yang sedikit acak acakan tapi hal itu tak membuat kadar ketampanannya berkurang-sedang duduk di balkon kamarnya dengan mata yang tak luput dari rumah depan yang kosong itu.

Sesekali ia menghembuskan asap rokok melalui mulut dan hidungnya.

Ah, perasaan ini entah kenapa selalu muncul. Dia merindukan gadis itu. Gadis manis dimasa kecilnya yang sempat jadi tetangganya.

"Tapi kok gue ngerasa Ghea mirip Dila ya? Atau cuma perasaan gue aja."

"ABANGGGGG!!"

Suara teriakan itu berhasil membuat atensi Arhan teralih.

"Abang bener udah dapet calon kakak ipar?" tanya Airen semangat dan mengambil tempat duduk disebelah Arhan.

Lelaki yang dipanggil abang itu mematikan puntung rokoknya dan beralih menatap sang adik.

"Kenapa emang?"

Sebelah alis Airen terangkat. "Kok tanya kenapa sih? Kan Airen nungguin kakak iparnya tau."

"Kapan-kapan". sahut Arhan singkat lalu kembali memutar kepalanya.

"Jawabannya gitu mulu. Apa jangan-jangan abang masih nungguin kakak depan rumah itu ya?" Airen menerka dengan senyum jahil.

"Soktoy."

Airen mengerling jahil pada Arhan. Sedangkan Arhan yang menyadari arti tatapan itu lantas menyeletuk, "ga usah ngadi-ngadi."

"Yaudah biasa aja dong. Tapi kan bang-"

"Arhan."

Itu adalah suara Nila. Mamanya Arhan dan Airen.

Bukan Arhan saja yang ikut menoleh, Airen juga kompak melakukan hal itu.

"Kenapa Ma?" Tanya Arhan dengan raut bingung saat melihat air wajah sang mama terlihat cemas.

"Boleh ikut mama sebentar," pinta Nila dengan nada pelan masih dengan raut yang sama. Tanpa mau bertanya lebih jauh lagi Arhan pun bangkit dan menghampiri sang mama.

"Airen ikut dong," pintanya dengan bibir yang mengerucut.

"Gausah kepo lo bocah, ini urusan orang gede." Selesai mengatakan itu Arhan mengekor dibelakang Nila.

Airen yang dikatai bocah oleh Arhan hanya bisa menghentakkan kakinya kesal. Bocah apanya. Dia kan sudah kelas 3 SMP.

Sedangkan dilain sisi, Arhan menatap penasaran pada Nila yang terlihat cemas dan takut.

"Kenapa, Ma?"

Nila menghembuskan nafas berat. Perasaan gusar sangat kentara terlihat di wajahnya.

"Papa nyariin kamu."

Diam sesaat. "Oh." Arhan menanggapinya santai saja. Toh, ia juga sudah hafal apa yang akan terjadi ketika ia berhadapan dengan pria yang dipanggilnya papa itu.

"Mama takut kamu-"

Arhan tersenyum. Senyum yang entah apa artinya.

"Udah biasa kok."

◖⚆ᴥ⚆◗

Dengan jaket kulit yang melekat ditubuhnya, ia turun dari motor besarnya bergegas masuk ke dalam sebuah tempat.

"Watsup boss Arhan. Welcome to markas," sambut Cakra.

"Yoi bro!" Sahut Arhan yang kemudian begerak ke arah sofa panjang dan berbaring disana.

ARHAN | JODOH GAADA YANG TAU |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang