Chapter 10 | Should...

44 16 36
                                    

❝Jika hujan dapat turun di langit yang tidak mendung, maka air mata pun dapat jatuh di balik bibir yang tersenyum.❞

"Makasih ya, Gas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makasih ya, Gas." Aku menyodorkan helm yang tadi sempat diberi Garvin sebelum Bagas membawaku pergi dari markas Ectar.

Bagas mengangguk, laki-laki itu menaikkan kepalanya memandang gedung yang menjulang tinggi dihadapan kami berdua. "Ini... lo yakin dianter ke sini? Ntar, Garvin- "

"Bilang aja ketempat Bang Sean, Gas,"

Laki-laki dengan jaket berbahan jeans itu kembali mengangguk, lalu pamit undur diri setelah menghidupkan mesin motornya. Setelah kepergian Bagas, aku buru-buru masuk kedalam. Untungnya keadaan gedung itu sedang sepi mengingat jam sudah menunjukkan tengah malam, sehingga membuatku leluasa disepanjang lorong. Tujuanku saat itu hanya itu, melihat kondisi Abang tertuaku.

Tangga demi tangga dan lorong demi lorong kulewati dengan perasaan gelisah semenjak seseorang menghubungiku untuk cepat datang ke unit Abangku. Aku semakin kalang kabut saat melihat dua sosok laki-laki yang berada di ruang tamu dari pintu utama. Salah satu dari sosok itu tidak sadarkan diri, tubuhnya terkapar tak berdaya di atas sofa panjang. Sedangkan satunya berada di sampingnya dengan raut penuh kekhawatiran.

Aku mendekat. Kedua kakiku bergetar, seakan semua tulang yang berfungsi menyokong tubuh mungilku dalam sekejap kehilangan tenaga. Disaat bersamaan, bentangan kecil dari pelupuk mataku ikut luruh, bak sungai kecil yang mengalir saat hujan melanda. "Ngit... ini, ini Bang Sean kenapa? Bang Sean- " aku tak sampai menyelesaikan kalimatku saat kurasa sesak yang sebelumnya kembali menyerang.

"Saya tidak tahu, Starla. Tadi saya dapat pesan dari Bang Sean sebelum dia pingsan. Saya sudah menghubungi ambulance, mungkin sekitar tiga sampai lima menit lagi sampai."

Benar. Bahkan tak sampai tiga atau lima menit, beberapa detik setelah Langit berucap, dua orang perawat rumah sakit sudah memenuhi unit milik Bang Sean. Mereka membawa Bang Sean dengan tandu lipat bertuliskan RS. Mitra Sejati dengan hati-hati.

Aku dan Langit mengikuti langkah dua perawat itu, sampai dimana mobil berwarna putih terparkir rapi tepat di depan lobby gedung, kekhawatiran menyerang diriku.

Tanganku bergetar, dan jantungku berdebar.

Aku harus tahan. Aku harus membuang jauh-jauh ketakutanku pada suara berisik yang ditimbulkan dari kendaraan itu.

Demi Abangku, Sean Adibya Malik.

•••••

Di tengah bisingnya arena balapan yang dipadukan dengan gemerlap lampu-lampu kecil dan asap kendaraan yang mengudara dengan bebas membuat suasana semakin terasa meriah. Bisingnya sorakan demi sorakan semakin terdengar jelas saat motor besar berwarna biru gelap berhasil melewati garis finish dengan selamat, dan lawannya tertinggal jauh di belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DONGENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang