Hari ini kondisi Hugo sudah lebih baik dari kemarin. Bahkan jauh lebih baik. Entah karena obat yang diberi Teh Kiki, atau nasi goreng yang dibeli Zinnia, atau bisa jadi kedipan Zinnia.
Omong-omong, Zinnia dan Hugo tidak satu kelas. Pun, dengan Niky dan Rai. Hugo sekelas dengan Ojan di 11 IPS 3, Zinnia 11 IPS 1, sedangkan Niky dan Rai satu kelas di 11 IPA 2.
Meskipun begitu, mereka masih dapat mengatur jadwal main bersama. Walaupun biasanya Niky dan Rai lumayan susah untuk diajak berkumpul karna tugas-tugas jurusan IPA yang lebih banyak dibanding IPS.
Seperti sekarang, Hugo merencanakan kumpul mereka di tempat biasa. Warung Ceu Mae. Lokasinya persis di belakang pertigaan dekat sekolah.
Hugo merogoh kantong celananya untuk mengirim pesan kepada teman lintas jurusannya.
Setelah mengirim info untuk Iky dan Ai, kini Hugo menepuk bahu kekar Ojan yang duduk tepat di depannya.
"Ceu Mae." singkatnya.
Ojan menoleh ke belakang dan berbisik, "Skip, disuruh nganter teteh."
Hugo menekuk wajahnya muram. Sekalinya jadwal Iky dan Ai lancar, kini giliran Ojan yang macet. Ia hanya menghela nafas sambil kembali memainkan ponselnya. Tak sadar bahwa Pak Usup kini berjalan mendekatinya dan berhenti disebelahnya.
"Hugo Wanda, ponselnya mau disimpan di tas kamu, atau di tas bapak?" tegasnya.
Hugo berjengit seraya membalas dengan senyum kaku "Hehe.. di tas saya dong pak, masa dibawa pulang sama bapak. Nanti istri bapak salah paham, soalnya hp saya banyak cewek cantik." balasnya santai.
"HUGO! Keluar kelas sekarang!" Pak Usup emosi mendengar jawaban kurang ajar Hugo. Ia memijit pelipisnya yang pening karna ulah murid satu itu.
Hugo menurut seperti anak baik saat ini. Ia berjalan keluar kelas dengan kepalanya yang tertunduk sopan.
Hukuman diberikan sampai mata pelajaran Pak Usup selesai. Dengan kata lain, Hugo akan berada di luar selama 1 jam.
Sepertinya Hugo hampir mati kebosanan di luar kelas. Jarinya sudah lelah berselancar di ponsel pintarnya. Mulutnya pun sudah lelah mengunyah cilok dan cireng yang 10 menit lalu ia beli di kantin.
Kelasnya berada di lantai dasar dan kebetulan bersebelahan dengan kantin walaupun terbatas oleh pagar.
Bukan Hugo kan kalau ia tidak nekat ke kantin dengan cara memanjat pagar?
Ia menekuk kaki kurus jenjangnya sejajar dengan paha. Kepalanya ia sandarkan pada tembok dan matanya terpejam. Hugo membiarkan angin menyentuh, mengelus kulit sawo matangnya. Siapa yang saat ini iri dengan angin?
Daun-daun yang bergesekan tiupan angin menciptakan suara menenangkan. Telinganya dimanjakan.
Namun tak berlangsung lama, ia merasa pipinya bersentuhan dengan rambut. Tunggu. Rambut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hugo Wanda
Teen Fiction"Kabogoh aa nu pang geulisna!" Sialnya, aku jatuh cinta dengan seseorang yang tidak dapat membedakan antara Gula dan Garam.