🚑🩼🚨

11 1 0
                                    

"Mereka mirip"

3. Ceroboh.

"Vulnus Laceratum. Laserasi-nya terlalu besar jadi harus ada tindakan Hecting sekitar delapan jahitan."

"Hah, itu penyakit apa?" tanya Azana menganga, jantungnya berdebar hebat. Baru saja sepuluh menit yang lalu ia sadar, sudah dibuat kaget aja.

"Itu bukan penyakit. Itu istilah medisnya luka robek" sahut Pandu tenang dan tanpa ekspresi.

Kebetulan yang sangat tidak di inginkan oleh Azana. Kenapa harus Dokter ini lagi sih yang menanganinya. Jakarta kan banyak rumah sakit, kenapa ia harus berakhir disini.

Gadis itu menghela napas leganya, ia pikir itu sejenis penyakit kanker atau sejenis penyakit ganas lainnya. Perasaan dia tadi kecelakaannya ringan aja, kenapa bisa separah itu.

"Sus, tolong pindahkan pasien ke ruang operasi"

"Baik, Dok" sahut salah satu perawat yang langsung menghampiri brankar Azana.

Mata Azana melotot sempurna "Kenapa harus sampai ke ruang operasi? Nggak bisa disini aja jahitnya?"

"Disini nggak ada alatnya", banyak tanya, itu kata yang terbesit di batin Pandu untuk mendeskripsikan wanita didepannya ini.

Gadis itu ketakutan, ia sangat membenci darah, obat dan jarum suntik. Dan sekarang ia harus dihadapkan dengan semuanya itu sekaligus. Jika bukan kakinya yang sakit, maka sudah dipastikan ia akan melarikan diri dari tempat ini.

Kini brankarnya dijalankan menuju ruang operasi yang letaknya tak jauh dari kamar tadi. Berkali-kali Zana menelan salivanya susah payah, ia benar-benar takut. Dan sialnya mereka sudah sampai.

Azana menatap kesekeliling, hidungnya mencium bau obat-obatan yang sangat menyengat. Membuat rasa takutnya semakin bertambah.

Ia melirik Pandu yang sedang memasang apron hijaunya, serta masker dan sarung tangan seperti biasanya berjalan menuju brankar Azana.

"Sudah siap?" tanya Pandu dengan suara yang tedengar sumbang karena faktor masker yang ia gunakan. Azana diam, tak berniat menjawab.

"Sus, tolong lepasin pitanya. Nanti kepalanya sakit", perintah Pandu pada suster Vena. Suster pun mengangguk langsung melaksanakannya.

Operasi akan di mulai. Pandu menadahkan tangan kanannya pada salah satu suster, suster itu pun memberikan alat suntik yang sudah diisi cairan bius.

Mata Azana berkaca-kaca, ia menahan tangan Pandu yang hendak menyuntik disekitaran bagian lukanya "Nggak mau disuntik, takut" cicit Azana.

Pupil Pandu sedikit melebar, ia terkejut dengan tindakan Azana saat ini. Ia menepis pelan tangan mungil itu.

Tangan kirinya bergerak menutup kedua mata Zana yang sudah berair, lalu tangan sebelahnya perlahan mulai menyuntikan alat yang berisi cairan bius. Zana benar-benar terdiam, perlahan-lahan rasa kantuk menyerangnya. Gadis itu tertidur.

🫀🦵🏻👀

Dengan perlahan mata gadis itu terbuka, hal yang pertama kali ia sadari adalah rasa perih yang teramat di bagian lututnya. Sepertinya efek dari cairan bius itu sudah habis.

Lembayung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang