II. Touch It

747 89 26
                                    

Vivianne selalu mengagumi tatapan yang dilayangkan Arthur. Laki-laki itu memiliki mata biru gelap yang tajam, seolah sengaja dilatih untuk mengintai gerak-gerik para bangsawan kelas atas yang kadang kala menyalahi peraturan kerajaan. Seolah tidak mengizinkan Vivianne untuk berpaling, Raja Orison itu juga berhasil menawan istrinya dengan paras yang rupawan.

Pun sama seperti saat ini, Vivianne dibuat khusyuk termenung. Potret sang Raja yang tengah serius membaca dengan tangan kanan bertopang dagu menjadi objek pandang paling menarik yang pernah ia lihat. Dua alis yang saling bertaut dan bibir yang sesekali berdecak, Vivianne berani bersumpah tidak ada laki-laki di Orison yang mampu menandingi aura mendominasi yang dimiliki Arthur, bahkan Lucius sekalipun. Suaminya itu memang terlahir sebagai raja yang sempurna, lengkap dengan sifat dan tingkah lakunya.

"Menurutmu, apa yang harus aku lakukan untuk Verona, Eve?" Suara dalam Arthur memaksa Vivianne memutus perhatiannya pada wajah sang Raja. Laki-laki itu dengan sengaja meletakkan kembali buku di tangan kirinya kemudian memandang istrinya penasaran. "Jika pengawasan secara militer di sana tidak berhasil menghentikan perlawanan, apa yang sebaiknya aku berikan kepada rakyat Verona?"

Vivianne ternganga begitu saja. "Kau serius meminta pendapatku?" Arthur seharusnya tahu ia tidak pintar dalam hal politik, bahkan mendekati bodoh. Alejandro dan ayahnya pun mengakui fakta memalukan tersebut.

"Everie, kau kira aku bertanya pada orang lain, huh?" Arthur menjawab sembari menggelengkan kepala. Ia menyentil pelan dahi Vivianne sebelum mengarahkan jari telunjuk istrinya ke atas peta kecil yang terletak rapi di atas meja. "Ini lokasi Verona, di masing-masing sudut kerajaan ada 100 pasukan siap bertempur jika saja terjadi upaya penyelundupan senjata. Kau pasti tahu siapa yang ditugaskan untuk menjaga Verona, bukan?"

"Kakakku dan Aaron." Kali ini Vivianne menjawab mantap. Jika soal itu, ia tahu dengan benar. Lagi pula ia kerap bertukar surat pada Alejandro meski balasan kakaknya itu tidak lebih dari 10 kalimat. Vivianne memandang jemari Arthur yang masih menggenggam miliknya dengan pandangan menimbang. "Bagaimana jika kau mengubah strategi?"

"Maksudmu?" Arthur membalas cepat, tertarik dengan ucapan Vivianne. Diam-diam, bibirnya tertarik ke atas saat sang Ratu memicingkan mata.

"Kau tahu teori tentang hadiah dan hukuman, bukan?" Vivianne menjeda ucapannya sebentar. Setelah memastikan matanya menangkap anggukan dari Arthur, ia kembali berbicara, "selama hampir tiga tahun ini, Orison hanya berfokus untuk memberi satu jenis dari teori itu, yaitu hukuman. Mungkin, jika kau mencoba menggunakan hadiah sebagai strategi baru, rakyat Verona akan lebih tertarik untuk tunduk dalam kekuasaanmu. Lagi pula, tidak ada orang yang akan menyerahkan diri pada orang lain dengan cuma-cuma, Yang Mulia. Verona membutuhkan banyak sumber daya, dan Orison memiliki kemampuan paling besar untuk memenuhi itu."

"Jadi, maksud dari ucapanmu adalah dengan membuat Verona bergantung pada Orison?" Arthur tidak lagi menahan senyumannya. Vivianne mungkin saja tidak memiliki wajah sesempurna Selene ataupun Putri Siena. Namun, sejak awal menentukan pilihan calon ratu, Arthur memang tidak membutuhkan penampilan menawan. Ia hanya perlu perempuan yang patuh dan bisa diandalkan. Lebih dari itu, Arthur justru beruntung karena Vivianne adalah perempuan bangsawan yang cukup cerdas dan mampu mengimbangi topik pembicaraannya.

Vivianne lantas mengangguk semangat. "Menurut surat yang aku terima dari Ale, para pemberontak yang masih sering berulah adalah mereka yang kehilangan sumber penghasilan. Berbanding terbalik dengan itu, anak buah Leonidas yang diampuni justru hidup dalam gelimang harta sendirian. Aku tahu ini tidak baik, tetapi kau bisa menggunakan mereka, kaum kecil yang memberontak sebagai alat penguat kedaulatan Orison di Verona, Yang Mulia."

"Jumlah mereka cukup besar, Eve. Kau yakin para pemberontak itu bisa dipengaruhi dengan mudah?"

"Walaupun jumlah mereka besar, yang dimiliki para petani, pedagang, dan pekerja tambang itu hanya tenaga. Mereka bahkan harus merelakan barang-barang berharga untuk membeli senjata dengan harapan kerajaan mereka akan merdeka lagi. Berikan mereka hadiah dalam bentuk kebebasan dan harta, lalu sadarkan mereka bahwa bangsawan-bangswan Verona yang mereka pikir akan membantu itu justru tidak lebih dari seorang tikus dengan gelar tinggi."

An Unwanted CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang