III. How to be His?

657 69 21
                                    

Udara dingin yang masuk melalui celah tenda itu berhasil mengusik ketenangan Ratu Orison. Ia yang terbiasa tidur di sisi kiri ranjang reflek bergeser ke kanan, berharap akan menemukan hawa panas dari tubuh Arthur yang belakangan ini menguasai kamarnya-- atau justru menguasai pikiran Vivianne yang tiba-tiba saja lebih kotor daripada kebunnya di Maeve yang jarang dibersihkan. Tangan Vivianne meraba acak, tetapi ketika tidak menemukan apa yang dicarinya, mata sang Ratu langsung terbuka.

Sesaat setelah menemukan bagi7an ranjang di sampingnya kosong, Vivianne mendesah lemah. Ia merenggangkan tubuh sebelum bangkit untuk mengambil jubah panjang yang ia sampirkan di kursi. "Aku lupa," ujarnya singkat setelah memandang keseluruhan isi tenda.

Ia tidak berada di Easton. Dua hari yang lalu, Arthur memintanya untuk mengunjungi wilayah Courtland yang sempat mengalami gempa bumi. Meski tidak sampai membawa korban jiwa, gempa bumi itu telah menghancurkan sebagian isi kota. Dan entah apa yang membuat Arthur tiba-tiba memberinya permintaan yang lebih terdengar seperti perintah untuk datang ke wilayah ini. Vivianne sempat berpikir bahwa Arthur sengaja menjauhkannya dari ibu kota, tetapi saat mendapati banyaknya remaja dan balita yang terkena dampak dari bencana itu, sang Ratu Orison segera melupakan setiap kemungkinan buruk miliknya.

Pikiran Vivianne masih kacau saat ia berjalan melewati Perseus yang tidur di depan tendanya dengan perlahan, tidak ingin membangunkan laki-laki berambut ikal yang kini menguap dengan satu tangan yang setia memeluk pedang. Mata hazel Vivianne juga memicing tajam sebelum kedua kakinya berlari pelan menuju ke arah hutan. Ia diam-diam membuat telinganya bekerja lebih keras guna menemukan suara lirih yang sejak beberapa saat lalu mengusik pendengarannya. Tubuh yang terbalut mantel tebal itu berlutut di antara semak-semak tajam, kemudian tangannya menggapai makhluk yang bergelung lesu di dekat kubangan air.

"Astaga!" Vivianne tersentak lalu buru-buru melepas mantelnya sendiri untuk menghangatkan anak kucing berbulu abu-abu temuannya.

Kucing kecil itu penuh lumpur, jadi Vivianne membawanya ke sungai guna membersihkan tubuh berbulu yang tidak lebih besar dari dua kepalan tangannya itu. Ia membersihkannya dengan hati-hati di pinggir aliran sungai, tidak peduli pada gaun malamnya yang basah ataupun ikatan rambutnya yang terurai. Vivianne terlalu serius sampai ia tidak sadar dengan kehadiran sepasang iris merah yang menatapnya dari belakang.

Mulut laki-laki itu sempat melepaskan helaan napas panjang, lalu tiba-tiba, tubuhnya berjalan mendekat dan mendekap tubuh Vivianne dari belakang sebelum berbisik. "Menjauhlah, kau bisa jatuh jika terlalu dekat dengan sungai."

Ada nada cemas dibalik raut dingin Calix, ia mendekap tubuh Vivianne erat, sangat erat seolah aliran sungai akan membuatnya kehilangan perempuan itu jika ia melepaskan pelukannya sedetik saja. "Aku memintamu ke tempat ini bukan untuk bermain, Everie." Calix kembali berbicara, kali ini wajahnya berubah lebih dingin meski belum juga melepaskan tubuh sang Ratu dari pelukannya.

"Aku tidak bermain," jawab Vivianne lirih. Saat ia membawa wajahnya untuk melihat ke belakang, ia langsung bertemu dengan tatapan tajam dari mata merah Calix. Perempuan itu, meski masih terkejut tetap buru-buru berdiri kemudian merendahkan tubuhnya untuk memberi salam. "Yang Mulia..."

Calix berdecak. Ia jelas tidak suka dengan panggilan Vivianne untuknya. Sama seperti Arthur, ia ingin mendengar bibir merah muda itu memanggil namanya langsung, bukan menyebut gelar yang entah sejak kapan membuat Calix merasa muak. "Berikan kucing itu padaku," ucap sang Raja sembari mengulurkan tangan kanannya.

Vivianne tampak ragu dan justru membawa kucing itu ke dalam pelukannya. "Tidak mau," putus Vivianne. Jika ia memberikan kucing itu, Calix mungkin akan membuangnya langsung ke sungai. Laki-laki itu tidak berperasaan, jauh lebih buruk daripada Arthur. Dulu, saat tahun awal pernikahannya, Vivianne ingat jelas Raja Orison itu tanpa basa-basi langsung membunuh rusa yang tidak sengaja melukai tangannya. "Kau pasti akan melemparnya ke sungai," imbuh perempuan yang kini memberikan tatapan tak percaya pada Calix.

An Unwanted CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang