6

327 38 14
                                    














Brakk...

"Ahh..."

Entah Kim yang terlalu kuat atau memang Porsche yang sedang tidak fokus. Sedikit dorongan dari lengan Kim membuat Porsche terjatuh hingga menabrak kursi dan meja yang ada di belakangnya, lelaki dengan kulit tan tersebut meringis kesakitan.

Hal itu membuat emosi Kim luruh seketika dan langsung berjalan cepat menuju Porsche. Rasa bersalah menghantam ulu hatinya dengan tiba-tiba, "Porsche, maaf, aku tidak sengaja." Baru saja Kim akan membantu Porsche berdiri, sebuah suara membuat seluruh tubuhnya menegang takut.

"Kimhan, apa yang baru saja kau lakukan?" Tanpa bentakan ataupun nada tinggi, tapi suara dengan nada datar tersebut mempu membuat nyali seorang Kim yang begitu nyalinyabesar menciut seketika.

Sosok tinggi itu kini berjongkok di sebelah Porsche, raut wajahnya terlihat khawatir. "

Kak Kinn, maaf aku ti—"

"Pulang." Satu kata yang terucap dari bibir Kinn langsung membuat Kim menunduk patuh dan berjalan di belakang kakak sulungnya yang kini berjalan dengan memapah Porsche. Kinn yang marah tentu saja buka sesuatu yang bagus karena sejujurnya Kim sangat menghindari hal itu.

Suasana dalam mobil terasa sangat sunyi. Kim duduk di bangku belakang dengan Tankhun dan di bangku depan ada Big yang tengah fokus menyetir. Jika kalian bertanya di mana Kinn dan Porsche, mereka ada di mobil yang berbeda.

"Berhenti melukai dirimu sendiri, Kim." Tankhun mengambil tangan Kim dan melihat jempol adiknya sudah berdarah karena sejak tadi digigit. Salah satu kebiasaan buruk Kim yang sangat Tankhun benci. Anak itu akan menggigit dan melukai jari-jarinya jika sedang cemas akan sesuatu. Tanpa berkata apa pun, Tankhun mengeluarkan plester dari saku celananya dan membalut luka Kim yang ada dijempol tangannya yang kini sudah mengeluarkan darah.

"Kak Tankhun, bagaimana jika Kak Kinn marah?" Pertanyaan bagai bisikan tersebut masuk dalam gendang telinga Tankhun ketika dirinya baru selesai menempelkan plester luka.

"Kinn memang marah, terlihat jelas dari raut wajahnya. Tapi jangan terlalu dipikirkan, dia tak akan bisa marah terlalu lama padamu." Ucapan Tankhun tak bisa sedikitpun menghilangkan rasa takut pada diri Kim.

Dengan lantang Kim akan mengaku bahwa ini adalah salahnya karena tidak mampu mengontrol emosi, tapi melukai Porsche tidak pernah sedikitpun terlintas dalam pikirannya. Hal yang tadi terjadi murni tanpa kesengajaan.

Karena melamun dan tak fokus, Kim bahkan sampai tak sadar kalau mobil sudah berhenti, dirinya baru sadar ketika Tankhun mempererat genggaman tangannya dan pintu mobil dibuka oleh Big.

Menarik nafas dalam dan menyiapkan mental adalah hal yang dilakukan Kim sebelum dirinya melangkan keluar mobil dan berjalan memasuk rumah dengan langkah mantap ditemani oleh Tankhun di sampingnya. Walau hatinya sedikit ciut, tapi jangan sampai dia menampakkan raut takut.

Ketika dirinya sampai di ruang utama, di sana sudah duduk Kinn dan Porsche yang tengah diobati oleh salah seorang petugas kesehatan.

"Jadi, ada yang ingin kau jelaskan, Kimhan?" Kinn langsung membuka mulutnya ketika Kim baru saja mendudukkan tubuh di salah satu sofa.
Lagi-lagi suara dengan nada datar yang memasuki gendang telingan Kim membuat nyali lelaki dengan kulit putih tersebut seketika ciut, tembok keberanian yang tadi sempat dibangun seketika runtuh, tangannya meremas satu sama lain dan belum ada jawaban yang keluar atas pertanyaan sang kakak.

"Jangan terlalu keras padanya, Kinn." Tankhun bersuara guna mengingatkan Kinn untuk tidak terlalu keras pada Kim. Namun, sepetinya hal itu tak berarti.

"JAWAB, KIMHAN!" Bentakan dengan nada tinggi tersebut menggelegar hingga ke seluruh penjuru rumah. Semua orang di ruangan ini bahkan langsung menahan nafas mendengar suara Kinn. Tak terkecuali, Tankhun, Kim, Porsche dan seluruh pengawal.

"M-maafkan aku." Cicit Kim hampir tak terdengar, tapi karena ruangan yang sunyi sebab semua orang terdiam, Kinn masih dapat mendengar suaranya.

"Dengan jelas, Kim. Aku tau kau punya banyak hal untuk dikatakan selain kata maaf." Ujar Kinn.

"Membolos, kabur dari penjagaan Big, mengajak Chay ke club, berkelahi, dan melukai Porsche." Suaranya memelan diakhir kalimat. Sekali lagi Kim akan dengan sadar bahwa perilakunya yang paling fatal hari ini adalah karena melukai Porsche. Kakaknya pasti sangat marah karena itu.

"Siklusnya tidak pernah berubah. Kau berulah, minta maaf dan pasti akan mengulanginya lagi. Tidakkah kau sadar bahwa apa yang kau lakukan sudah merepotkan banyak orang. Kau—"

"Kinn—"

"—kau sudah dewasa dan harusnya kau tau itu. Mau sampai kapan kau akan melakukan hal-hal tidak berguna. Kau pikir semua orang tidak lelah dengan tingkah—"

"ANNAKINN, HENTIKAN!" Tankhun berteriak ketika mendengar bahwa ucapan Kinn sudah melewati batas.

"Tidak berguna? Lelah? Merepotkan?" Kim mengulangi setiap kata-kata yang keluar dari mulut Kinn dengan suara lirih hampir berbisik. "Aku tau bahwa semua yang aku lakukan memang tidak berguna. Aku tau bahwa aku memang merepotkan. Tapi mendengar hal itu keluar dari mulutmu secara langsung kenapa terasa sanget berbeda. Kenapa mendengar itu secara langsung membuatku sadar seberapa tidak berguna dan merepotkannya aku dimatamu, kak."

Kim berujar dengan suara bergetar. Wajahnya menampakkan raut terluka dengan selaput kaca yang bisa pecah kapan saja dikedua netra beningnya. "A-aku minta m-maaf, benar-benar minta...maaf." Hancur sudah pertahanan Kim, selaput kaca yang sangat tipis itu akhirnya pecah membuat aliran sungai dikedua pipi putihnya. Tak ada isakan, hanya air mata yang tiba-tiba saja mengalir deras tanpa bisa Kim kontrol. Salah satu tangannya terangkat untuk mengusap pipinya yang menjadi basah, tapi hal itu percuma karena air matanya tak mau berhenti keluar.

"Kim, kakak tak bermak—"

"Aku permisi." Belum sempat Kinn menyelesaikan ucapannya, Kim sudah bangkit dan berlari kencang menuju pintu keluar setelah dirinya mengambil paksa kunci mobil yang ada di tangan salah satu pengawal.

Ruang tengah kembali hening setelah langkah kaki Kim yang dengan terburu-buru pergi dari rumah. Semuanya terdiam membisu begitu juga Kinn yang baru saja menyadari bahwa ucapannya pada sang adik begitu keterlaluan.


































TBC.








Maaf ya kalo telat update. Harusnya ini up tadi malam, tapi karena aku ketiduran jadinya ku up sekarang takut kelupaan lagi kalo ditunda-tunda mulu.











Who am i? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang