10

337 32 15
                                    



















Dengan wajah berseri Kim menggandeng salah satu lengan Kinn sambil sesekali mengayunkannya.

Ini bermula ketika Kakak keduanya itu tiba-tiba saja menjemputnya ke kampus seorang diri tanpa pengawalan dan mengajaknya pergi berbalanja, hanya berdua sebab Kinn juga menyuruh Big untuk kembali ke rumah.

Kim sempat bertanya kenapa Kinn tiba-tiba saja mengajaknya pergi berdua, tapi lelaki itu hanya menjawab sedang ingin.

"Kenapa tidak mengajak Porsche dan Pete? Kakak tidak takut nanti kita dihadang oleh musuh mafiamu yang ada dimana-mana itu?" Pada kalimat terakhir Kim mendekatkan bibirnya pada telinga Kinn mengingat mereka adalah keluarga mafia yang bersembunyi dibalik identitas pengusaha properti.

Masih sambil berjalan, Kinn melepaskan gandengan tangan mereka dan merangkul pundak Kim lalu menariknya mendekat, "Kau tidak bisa berkelahi?"

Mendengar pertanyaan sang Kakak Kim langsung bersungut kesal, "Aku bahkan siap membunuh orang sekarang juga jika memang itu diperlukan."

Kinn tersenyum lalu menepuk lembut kepala Kim dua kali, "Itu baru adikku."

Mereka masih asik berbicara satu sama lain sampai tak menyadari seorang wanita paruh baya yang tengah terburu-buru sambil membawa beberapa kantong belanjaan.

Brukk....

"Astaga..."

Barang belanjaan yang dibawa wanita itu jatuh berserakan membuat Kinn dan Kim refleks ikut membantu memunguti barang tersebut.

"Maaf, Nyonya. Aku dan Kakakku tak memperhatikan jalan hingga menabrakmu." Ujar Kim sambil berdiri dan memberikan kantung belanjaan pada wanita yang ditabraknya.

Namun, bukannya menerima kantung yang disodorkan wanita itu malah menatap Kim dengan pandangan terkejut.

Greb...

"Jeff..."

Kim refleks memundurkan badannya ketika wanita itu mencengkeram tangannya erat sembari menggumankan nama 'Jeff' berkali-kali. Itu terdengar sangat asing.

Seperti seorang ibu yang akhirnya bertemu anaknya setelah sekian lama berpisah, wanita itu bahkan meneteskan air mata membuat Kim panik. Dirinya merasa tak mengenal wanita di hadapannya.

"Kau Jeff, kan? Anak ibu." Wanita itu tiba-tiba saja memeluk Kim membuat si bungsu Theerapanyakul itu makin terkejut.

"Kak, siapa wanita ini?" Dipeluk oleh orang yang bahkan tak pernah ditemuinya tentu membuat Kim risih. Si bungsu itu merengek pada sang Kakak guna meminta bantuan.

"Maaf, Nyonya. Tapi dia bukan Jeff." Melihat sang adik yang terlihat tak nyaman membuat Kinn yang sama terkejutnya akhirnya ikut bertindak.

Namun, bukannya dilepas. Wanita tersebut malah semakin memeluk Kim dengan erat dan berkali-kali menggumankan nama Jeff membuat Kinn geram dan dengan paksa melepas lilitan tangan itu pada tubuh sang adik.

"Dia bukan anakmu, Nyonya. Dia Kimhan, adikku." Begitu pelukan terlepas Kinn langsung menyembunyikan tubuh Kim di belakang tubuhnya.

"Tidak, tidak. Dia anakku." Entah kenapa wanita itu masih tetap bersikeras bahwa Kim adalah Jeff dan berkata bahwa dia anaknya.

Kegaduhan yang dibuat wanita ini bahkan membuat pengunjung mall memperhatikan mereka dengan pandangan bertanya. Beberapa bahkan berhenti untuk melihat lebih jelas apa yang sedang terjadi.

Namun, tak berhenti sampai disitu. Wanita paruh baya tersebut masih bersikeras untuk meraih Kim yang kini ada di belakang tubuh Kinn.

"BERIKAN PADAKU, DIA ANAKKU."

"IBU, IBU."

Ditengah kegaduhan yang terjadi seorang lelaki berteriak dari kejauhan dan langsung menahan tangan sang wanita yang hendak meraih Kim, "Ibu tenang."

"Jesse, lihat. Ibu sudah menemukan Kakakmu, itu Jeff."

Lelaki yang bernama Jesse tersebut langsung menatap Kim dan betapa mengejutkannya ketika mereka memiliki wajah yang bisa dikatakan 98% mirip.

Kim bahkan tak bisa berkata apapun, kedua matanya membulat terkejut. Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya bahwa dia akan bertemu orang yang sangat mirip dengannya.

Semuanya terlihat sama, dari potongan rambut, warna kulit, mata mereka. Satu-satunya yang membedakan mungkin adalah bahwa lelaki bernama Jesse tersebut memiliki garis wajah yang lebih tegas dibanding Kim.

"Kita pulang, dia wanita gila." Tanpa basa-basi Kinn menarik Kim untuk pergi dari tempat tersebut.

































Bungsu keluarga utama tersebut kini tengah berdiri di depan jendela dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana. Otaknya masih memikirkan perihal pertemuan tak disengaja tadi dengan seorang yang memiliki wajah serupa dengannya.

"Kim, kau kenapa?" Panggilan itu membuatnya menolehkan kepala pada sumber suara.

"Vegas, apakah kau percaya dengan kebetulan di dunia ini?" Pertanyaan itu membuat Vegas mengerutkan kening.

"Contohnya?"

"Seperti kau yang bertemu dengan orang yang memiliki wajah persis seperti milikmu."

Pertanyaan Kim tersebut membuat Vegas mengernyitkan alis bingung, "Memang kau baru saja bertemu siapa?"

"Seseorang yang sangat mirip denganku." Pandangan si bungsu menerawang jauh. Kembali mengingat pertemuannya dengan seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba mengklaim Kim sebagai anaknya dan seorang lelaki yang memiliki wajah mirip sekali dengannya.

"Entah. Jika itu aku mungkin akan kuabaikan saja." Jawab Vegas sambil menyesap wine, "Aku tidak peduli dengan hal-hal seperti itu. Lagipula seberapa mirip kau dengan orang yang baru ditemuimu hingga kau harus terus memikirkannya."

Si bungsu Theerapanyakul tersebut hanya memutar kedua bola matanya malas sambil menghela nafas lelah. Jawaban Vegas benar-benar tak membantu sama sekali.

Walau begitu, pikiran Kim tak bisa lepas dari lelaki dan wanita paruh baya yang ditemuinya di pusat perbelanjaan. Apakah memang ada kebetulan di dunia ini?

Terlebih ketika kejadian, Kakaknya Kinn bersikap cukup aneh. Lelaki yang biasanya akan tenang dan tak bertindak gegabah itu terlihat kalut dan—takut? dalam waktu yang bersamaan. Terlihat jelas bagaimana kala itu Kinn menarik tangannya dengan terburu untuk segera pulang. Selama perjalanan pun mimik wajah lelaki itu juga tak tenang. Seakan takut kepunyaannya akan diambil seseorang.

Kim memutuskan untuk mengabaikan dulu semua yang ada dipikirannya. Lelaki berparas ayu tersebut berjalan menuju Vegas yang tengah duduk manis pada sofa. Lalu tanpa berpikir panjang duduk di pangkuan Vegas, menyenderkan kepalanya pada pundak bidang lelaki itu dan mulai memejamkan mata.

"Vegas, bangunkan aku dua jam lagi. Ayah menyuruhku pulang untuk ikut makan malam." Pesan Kim pada lelaki yang kini dengan luwes melingkarkan lengan pada pinggangnya yang ramping.

"Hmm..."














TBC.....






Walaupaun alurnya agak lambat, tapi semoga kalian enjoy yaaa.....

Who am i? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang