Kerispatih -
Kejujuran Hati
0:00 ─〇───── 0:00
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻.
.
.Cahya menepikan sepeda motornya di sebuah taman perkomplekan antah berantah. Banyak pertanyaan terlintas dalam benak setelah gadis dalam boncengannya itu merengek untuk dibawa pergi menjauh dari tempatnya semula.
Selama perjalanan itu pun Arini tak nampak baik-baik saja. Meski begitu Cahya memilih lebih banyak berpikir dan memendam tanya, membiarkan gadis itu menenangkan diri di balik punggungnya.
Pemuda itu mengambil dua botol mineral kemasan dari dalam lemari pendingin sebuah warung tak jauh dari sana, sedang Arini mengambil posisi duduk di atas bangku tepat di bawah pohon rindang.
Matahari siang yang mengamuk membuat Cahya tak berpikir dua kali untuk segera menenggak air minum itu sampai hampir habis. Sementara Arini hanya diam menatapnya.
"Minum dulu airnya." ujar pemuda itu.
"Hm,"
"Gak pernah ke tempat kayak gini?" tanya Cahya.
"Ah, enggak.. Bukan itu,"
"Terus? Gak bisa bukanya lagi?"
Gadis di hadapannya tak menjawab, ia segera membuka tutup ulir botol yang telah digenggam mantap. Perihal waktu itu, Cahya masih ingat rupanya, saat ia tak bisa membuka minuman kaleng di parkiran kampus.
"Makasih."
Cahya mengangguk, "Jadi?"
Arini menghela nafas, benar, ia berhutang penjelasan mengenai anomali sikapnya. Tiba-tiba meminta dibawa kabur ke mana saja, asal bukan kampus atau rumah.
"Lingga.."
"Lo tadi lagi nungguin Lingga?"
"Iya.."
"Jadi ini gue bawa kabur cewe yang lagi mau dijemput pacarnya?" Cahya pasti sudah gila, terlebih laki-laki itu Lingga, pentolan base kata orang.
"Dengerin dulu, Kal. Iya gue tau gue aneh banget, sori ya." tutur Arini, "Gue emang nungguin dia yang bilang mau jemput, tapi gue berubah pikiran."
Cahya menaikkan sebelah alisnya
"Dia mau jemput karena tadi kita berantem dan gue gak sengaja bilang mau putus, gue takut."
"Hah?"
"Kenapa? Tambah aneh, ya?"
Kini giliran Cahya yang bungkam berusaha berpikir positif. Entah apa yang dimaksudkan Arini, asal jangan sampai maksudnya Lingga bisa jadi orang gila ketika berhadapan dengan masalah dalam suatu hubungan.
"Iya, Kal. Persis seperti yang lo pikirin."
Cahya terkejut, Arini dengan mudah menebak isi pikirannya. Namun yang lebih mengejutkan sekarang ia menyingkap rambutnya yang tergerai, hingga netra Cahya bisa menangkap beberapa bekas cakaran dan cengkraman di lehernya.
"Yang ini aja belom sembuh." ujar Arini sukses membuat mata Cahya membulat tak percaya, "Udah gak sakit, sih."
"Sejak kapan? Siapa yang tau?"
Arini tak menjawab, gadis itu memilih menenggak minumannya. Setelah memberi sedikit petunjuk, gadis itu seolah puas dengan pertanyaan pemuda di hadapannya. Ternyata memang dengan ini ia bisa mendapatkan atensinya.
"Ah, sorry. Gue bukannya mau ikut campur, tapi.. hal kayak gini gak bisa dibiarin, kan?"
"Gakpapa."
"Lo bisa ngomong aja ke gue." tawar Cahya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHYA MENTARI
RomanceKita semua cuma manusia yang rawan terluka. Patah hati, gak selalu tentang cinta, kan? Patah hati bisa jadi orangtua, keluarga, kolega. Bahkan kadang, bukannya sesederhana melihat pantulan diri dalam kaca? Tapi bagi Cahya, semua sama rata. Semua se...