"Apa kau sudah menghubungi Om Jaehyun? Nanti bubu mu khawatir lagi"
Xiaojun bertanya pada Mark yang kini sedang menarik sebuah ranjang lagi di bawah ranjang Xiaojun, ranjang pemuda itu berbentuk Trundle bad. Karena Mark sudah bisa dibilang sering menginap di kediaman Nakamoto ini membuatnya mendapatkan kasur miliknya sendiri.
"Sudah, Ayahku bahkan tidak kaget sama sekali. Sepertinya dia sudah menebak hal ini." kata Mark yang membuat Xiaojun tertawa lepas, entah apa sebenarnya yang di tertawakan pemuda itu. Namun Mark memilih untuk diam saja, mendengarkan tawa Xiaojun cukup candu memang.
"Ck, pantas saja Hendery tergila-gila padamu."
"Heh, apa maksud mu!" Sebuah bantal dilempar oleh Xiaojun kearah Mark, awalnya ia berniat memberikan bantal itu secara biasa. Namun perkataan teman baiknya itu malah membuat Xiaojun salah tingkah.
Mark menangkap bantal itu, kemudian mencibir Xiaojun yang kini sibuk merapikan tempat tidurnya. Dari sudut manapun Mark dapat melihat, bahwa anak sahabat sang ayahnya ini sedang tersipu.
"Ku akui, kau sangat berbakat dalam berakting. Kenapa tidak mendaftarkan diri menjadi aktor saja?" Mark berbaring setelah menyelimuti tubuhnya, ia yang berada di bawah tak dapat melihat ekspresi Xiaojun kini. Tapi Mark bisa menebak, sekarang Xiaojun sedang menampilkan wajah tertekuk.
"Mark, apa yang kulakukan ini benar?" lirih Xiaojun setelah ruangan itu senyap untuk beberapa waktu, Mark diam sambil menatap langit-langit kamar Xiaojun yang berwarna midnight green.
"Menurutmu sendiri, apakah itu sesuatu yang salah?"
"Tidak!"
"Maka itu tidak salah, lakukan saja apapun yang menurutmu benar. Jika dia benar-benar mencintaimu, dia tak akan menyerah begitu saja. Kau tahu kan, kau harus bisa membedakan obsesi dengan cinta." perkataan Mark lagi-lagi membuat Xiaojun terdiam, apakah ia sedang bingung sekarang?
"Kutanya, apa kau mencintai nya?"
Suara tetesan hujan yang mulai turun terdengar, seolah menggantikan sang pemilik kamar untuk menjawab pertanyaan dari Mark.
"Tidak dijawab pun, aku sudah tahu. Kau mencintainya lebih dari siapapun." kata Mark, Xiaojun tak membantah ia hanya diam membisu.
"Dan aku juga tahu, sebesar apa kekhawatiran yang kau miliki. Karna aku juga begitu" lanjut Mark, setelahnya hening. Hanya terdengar suara yang dihasilkan oleh awan yang menumpahkan semua bebannya.
Dua pemuda itu memilih diam dalam kesunyian yang fana, sibuk berkelana dalam bayang-bayang mereka. Memikirkan seseorang yang kini sangat betah tinggal di ruang terdalam hati mereka. Baik Mark maupun Xiaojun memikirkan orang yang berbeda, namun dua orang itu memiliki hubungan satu sama lain. Ah apakah ini karma mereka yang selalu mendapatkan hal yang sama dari kecil walaupun ada sedikit perbedaan?
Hendery dan Haechan, maukah kalian menunggu sedikit lebih lama? Sampai dua pengecut ini mendapatkan sedikit keberanian. Bisakah kalian meyakinkan keduanya? Karena mereka benar-benar seorang pengecut yang pernah ada.
***
Renjun menggeliat dalam tidurnya, ia tak bisa tertidur barang semenit pun. Saat matanya tertutup, adegan yang dilakukan teman kakaknya tadi terlintas begitu saja. Seakan tak menginginkan si manis melupakan nya begitu saja.
"Oh ayolah, kenapa kau tidak bisa diam?"
Suara berat Jaemin yang merasa terganggu dengan Renjun yang terus grasak-grusuk, ingin sekali Jaemin melempar sesuatu kepada kembaran nya ini.
"Apa terjadi sesuatu? Apa lutut mu sakit lagi?" lanjut Jaemin tatkala Renjun tidak menjawabnya, pemuda yang kerap dipanggil dengan nama Nana itu memilih untuk duduk kemudian menambah daya lampu yang berada di atas meja belajar mereka. Sehingga lampu yang sebelumnya remang, kini menyinari seluruh kamar dengan silaunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scenario
Fanfiction__ "Kau egois" "Aku tahu" ... "Tidak, tidak ada yang seperti itu. Aku menyukaimu sejak kita pertama kali bertemu, hanya kamu" "Maafkan aku, aku tidak tertarik dengan pria yang sudah berkeluarga" ... "Jadilah kekasihku" "Aku tidak ingin berada di hu...