Udara malam terasa lebih sejuk, entah karena beberapa hari belakangan hujan atau karena sifat seseorang yang membuatnya berbeda.
Xiaojun terpaku didalam mobil, ia duduk disamping Mark yang sedang menyetir. Sedang Renjun dan Yangyang duduk di kursi belakang, mereka berdua mengobrol bersama. Mengabaikan dua orang yang lebih tua setahun dari mereka itu dengan dunia mereka pula.
"Apa kau dan Hendery ada masalah?" tanya Mark dengan suara sepelan mungkin, ia sesekali melirik kaca diatasnya untuk memastikan Renjun dan Yangyang tidak mendengar apapun. Xiaojun masih terdiam, ini kedua kalinya ia ditanya soal ia dan juga Hendery.
"Apa terlihat sejelas itu?" balas Xiaojun bertanya, ia langsung menoleh kearah Mark. Raut wajahnya terlihat bingung dan juga sedih, Xiaojun masih memikirkan dimana letak salahnya.
"Bagaimana tidak? Dia memperlihatkannya sejelas itu. Dia bahkan selalu berebut denganku untuk mengantarmu, dan tiba-tiba saja ia tidak menyebut namamu. Tentu itu sangat aneh"
"Mark, aku akan bertanya lagi" suara pemuda itu hampir tidak terdengar, dengan spontan Mark menoleh sekilas sebelum kembali fokus menyetir.
"Apa yang aku lakukan ini benar?" lanjut Xiaojun masih dengan suara yang bergetar, ia takut sekarang. Entah pada apa atau untuk apa, hanya takut akan sesuatu yang tidak pasti.
"Hei, tenanglah. Sudah kukatakan, lakukan apapun yang menurutmu benar. Jika itu benar, maka itu benar." Mark mengusap pelan lengan Xiaojun, mencoba menenangkan anak sulung Nakamoto itu.
Setelahnya hening diantara dua putra sulung dari dua keluarga itu, hanya terdengar suara Yangyang dan Renjun yang masih berbincang tentang sesuatu di pinggir jalanan. Walaupun begitu, Renjun menatap sang kakak dari belakang.
Renjun ingin sekali memeluk kakaknya sekarang, sama seperti sang kakak yang menenangkan dirinya saat ia terluka. Renjun ingin mengatakan pada kakaknya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Namun, Renjun juga perlu di tenangkan. Ia sama kalutnya dengan sang kakak, ia sama bodohnya dengan sang kakak soal percintaan.
Renjun akhirnya mengalihkan pandangannya, kembali melanjutkan obrolannya dengan Yangyang. Sekarang, saat ini bahkan saat ia sedang berbicara dengan Yangyang. Renjun mengingat saudara kembar nya, ia seketika tertawa tanpa suara.
"Aku tidak mau terikat dengan hubungan apapun" Jaemin menidurkan kepalanya di bahu Renjun, mereka sedang duduk di sebuah sofa ruang keluarga sembari menonton sebuah drama.
"Kenapa?" Renjun bertanya, bukan karena penasaran hanya ingin melanjutkan obrolan.
"Itu merepotkan, ketika dua hati bertemu. Akan ada salah satu hati yang retak"
Saat itu Renjun tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Jaemin, mengatakan bahwa pemikiran Jaemin terlalu pendek dan itu tidak akan terjadi. Namun lihatlah sekarang, perkataan kembarannya itu benar. Cinta itu, merepotkan.
...
"Apa tidak dingin? Kau ingin menggunakan jaket ku?" Sungchan menoleh kearah Shotaro yang duduk di jok belakang motornya, mereka sedang berkendara membelah jalan malam.
"Aku lebih tua darimu, bersikaplah sopan" kata Shotaro, Sungchan terkekeh tidak mengindahkan perkataan remaja itu.
"Baiklah, kakak Shotaro. Apa kakak ingin menggunakan jaket adik Sungchan?-Akh!" Sungchan berteriak singkat saat Shotaro menyubit pinggangnya, ia hampir kehilangan keseimbangan motornya, untung saja pemuda itu selalu berolahraga. Jadi jantungnya sudah terlatih untuk tetap tenang yang menyebabkan ia bisa kembali menyeimbangkan motor yang sedang dikendarai nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scenario
Fanfiction__ "Kau egois" "Aku tahu" ... "Tidak, tidak ada yang seperti itu. Aku menyukaimu sejak kita pertama kali bertemu, hanya kamu" "Maafkan aku, aku tidak tertarik dengan pria yang sudah berkeluarga" ... "Jadilah kekasihku" "Aku tidak ingin berada di hu...