P15 : Crying Out Loud

54.5K 2.5K 113
                                    

"I love you more than pizza. And I really love pizza."

"Makan malam?" Tanya Erga sambil menoleh pada Khea yang sedang memasang safety belt di sampingnya. Erga baru saja menjemput gadis itu dari kantornya.

Khea mengangguk, "Yups. Bang Dave mengundang kamu makan malam di rumah. Jadi, apa kamu punya waktu luang malam ini? By the way, aku tidak menerima penolakan." Ucap gadis itu sambil nyengir.

"Wait a minute!" Erga membatalkan niatnya untuk menghidupkan mesin mobil. Ia justru memutar tubuhnya agar menghadap Khea sepenuhnya, "Makan malam ini bentuk persetujuan Dave pada kita, atau karena dia ingin meracuni aku?" Tanyanya curiga.

Khea melotot dan menarik dasi Erga dengan jengkel, "Kamu tahu kalau bang Dave tidak akan meracuni kamu."

Erga terpana dan tampak tak percaya ketika bertanya, "Dia setuju? Pada kita?"

Khea tersenyum dan mengangguk, "Iya."

"Tapi... Kapan? Maksudku bagaimana bisa dia menyetujui kita? Dia hampir memukul Jo karena murka." Ucap Erga masih tak percaya.

Khea menunduk, mempermainkan dasi Erga dengan jari lentiknya sambil berkata, "Bukankah kamu sendiri tahu? Aku ini kelemahannya B.ang Dave. Dia akan melakukan apapun untuk membahagiakan aku." Ucap Khea sambil menghapus setetes airmata yang mendadak meluncur turun ke pipinya.

Erga menghela nafas dan menarik Khea ke dalam pelukannya, "Bukankah sudah ku katakan sebelumnya? Ini tidak akan mudah dan aku tidak ingin membuatmu harus memilih antara aku atau Dave." Gumamnya.

Khea menggeleng dan melingkarkan lengannya pada punggung Erga, "Bang Dave tidak pernah memintaku memilih, aku hanya menyesal karena lebih dahulu jujur pada Bang Jo dan Bang Evan. Itu melukai Bang Dave. Dan aku kecewa pada diriku sendiri karena sudah membuat Bang Dave sedih." Ucapnya terisak.

Erga tersenyum dan mengusap punggung Khea dengan lembut, "Kamu melakukannya untuk melindungi Dave dan dia akan mengerti itu. Percayalah, dia akan mengerti."

Khea mengangguk, "Bang Dave sudah memaafkanku. Tapi aku masih sedih setiap kali memikirkan itu."

"Apa yang harus ku lakukan untuk membuatmu merasa lebih baik, huh?" Tanya Erga sambil tersenyum geli.

Khea memukul lengan Erga dan menghapus airmatanya, "Bertingkah baiklah saat bertemu dengan Abangku agar dia tidak berubah pikiran karena melihat kelakuan mesummu itu."

"Mesum?" Erga mendelik jengkel, "Aku bahkan belum menciummu sejak kita bertemu setengah jam lalu, dan kamu masih menyebut aku mesum?" Tanyanya jengkel.

Khea tertawa, "Kalau begitu, aku yang akan mencium kamu, Mister." Ucapnya sambil menarik dasi Erga, menutup jarak di antara mereka.

**

"Aku tidak bermaksud menertawakan setan merah, tapi apa kau melihat bagaimana wajah Blackett saat dia melakukan gol bunuh diri?" Tanya Erga sambil menghabiskan isi gelasnya.

Dave tersenyum dan mengangguk, "Setidaknya Arsenal berhasil menahan kedudukan tetap seimbang, walaupun aku tetap berharap mereka menghasilkan setidaknya satu gol."

Erga mengangguk, "Ya, mendapat gol bunuh diri itu memang keuntungan. Tapi ku rasa semua The Gunners setuju kalau kita mengharapkan lebih dari sekedar gol bunuh diri."

"Aku sempat bertanya-tanya, kenapa wasit tidak mengeluarkan kartu di awal-awal pertandingan." Dave setengah mendengus sambil mendorong piringnya, ekspresinya terlihat kesal sekarang. "Aku nyaris meninggalkan pertandingan karena bosan melihat pelanggaran berhamburan di depan hidung sang wasit dan dia tidak melakukan apapun."

Players - Bad Boys Series #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang