Tantangan Terakhir

170 30 1
                                    

"Naruto."

Pemuda Uzumaki itu menghela napas saat tangannya ditahan Amaru.

Naruto langsung membantu Amaru untuk berbaring di ranjang begitu mereka sampai, dan setelah itu Naruto ingin langsung pulang, tapi gadis itu menahannya dengan genggaman di tangan.

"Istirahatlah!" ucap Naruto tanpa menoleh.

"Naruto, kau masih marah?" tak ada jawaban yang merespon, "Aku minta maaf. Aku tahu yang kulakukan itu salah. Tapi sungguh, itu adalah pertama kalinya bagiku untuk melakukan hal seperti itu. Bukan aku yang melakukan sebelumnya. Naruto, please! Aku tidak sejahat itu."

Pemuda pirang itu masih menolak untuk menjawab ataupun menoleh. Dia memang percaya pada Amaru, tapi dia tidak menyangka kalau Amaru akan melakukan hal yang sama seperti siswi lain perbuat pada Hinata. Naruto kira selama ini Amaru mendukung perasaannya pada Hinata dan tahu kalau Naruto paling tidak suka jika Hinata menangis apalagi menderita, tapi Amaru malah ingin ikut mengerjainya?

"Aku minta maaf, Naruto. Kau harus percaya jika itu bukan aku. Lagipula aku tadi hanya ingin memberinya peringatan. Bahkan kunci lokernya yang kudapatkan itu, aku temukan di kantin. Para siswi yang mengerjainya kemarin tak sengaja meninggalkannya di sana—kukira. Makanya aku mengambilnya dan ide itu tiba-tiba saja melintas. Aku salah, aku minta maaf, Naruto!"

Sungguh Amaru tidak pernah membayangkan jika dia akan terlibat masalah dengan Naruto yang mengakibatkan pemuda itu marah padanya. Dia tidak ingin hal itu terjadi.

Naruto menghela napas dan berbalik, memandang datar kepada Amaru sebelum membenarkan letak selimut gadis itu. "Kau harus istirahat. Aku akan pulang sekarang."

"Naruto."

Panggilan itu tidak lantas membuat Naruto berhenti kali itu. Meninggalkan Amaru yang menggigit bibirnya dengan wajah kesal.

=.=

Sebagai seorang kakak yang sangat mengenal adiknya, Neji cukup merasa ada sesuatu hanya dengan sekali lihat sikap adiknya yang tidak biasa.

Dari saat Hinata pulang sekolah tadi siang diantar Sasuke, gadis 18 tahun itu sudah mengurung diri dalam kamar. Neji hanya membiarkan hal itu walau terkadang alisnya mengernyit saat mendengar suara barang-barang yang dibanting dari kamar adik sepupunya itu.

Lalu tiba-tiba saja sore harinya Hinata mengajaknya jalan-jalan keluar dengan ekspresi riang seolah tidak ada masalah apa pun. Namun, jelas hal itu tidak akan bisa menipu Neji. Laki-laki itu hanya menghela napas dan menggelengkan kepala setiap kali fokus Hinata terbagi antara dirinya dan lamunan gadis itu.

Berlanjut setelah makan malam, Hinata mengajaknya menonton film bersama. Dari sana, Neji mulai bisa menebak jika masalah adiknya ada sangkut paut dengan tetangga pirang sebelah rumah. Kenapa? Karena kecuali Neji yang mengajak Hinata menonton duluan, maka gadis itu akan lebih suka menonton film bersama pemuda pirang bermarga Uzumaki itu.

Bukannya pura-pura tidak peka, hanya saja Neji ingin memberikan waktu kepada Hinata untuk melakukan apa pun sesuka hatinya. Neji mengenal Hinata sedari kecil, dan mereka mulai tinggal bersama setelah dua tahun kematian ibunya Hinata. Sejak saat itu, Neji sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau dia akan sangat menyayangi Hinata dan melakukan apa pun demi kebahagiaan gadis itu.

Neji akan melindunginya dan tidak akan membiarkan Hinata menangis lagi.

Entah karena pengaruh Neji atau bukan, para sahabat Hinata ikut melakukan hal yang sama. Selalu melindungi Hinata, menyayanginya sampai memanjakannya. Terkadang Neji cukup menyesal, karena sikapnya yang terlalu memanjakan Hinatalah, gadis itu jadi tidak mengerti banyak tentang kehidupan. Dan sebagai perwujudan rasa bersalah itu, Neji akan selalu ada untuk Hinata kapanpun gadis itu butuhkan.

Pacar(-pacar)kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang