Let's

1.1K 50 8
                                    

Nunew berlari kesetanan menghajar siapapun yang menghalangi jalannya, seluruh karyawan yang sudah tau tabiat atasannya itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala maklum.

"Pasti ngejar matahari terbenam lagi tuh..." Biera yang hampir saja melempar seluruh berkas di tangannya karena menghindari patah tulang dan benjol di kepala hanya terkekeh pelan.

"Memangnya kenapa sama matahari tenggelam?" tanya Aira yang tiba-tiba sudah berdiri disampingnya tanpa suara langkah kaki.

"SHIIIIT!" Biera terlonjak kesetanan dan tentu saja sambil melempar berkas-berkas yang tidak lagi berhasil dia selamatkan, "Ya kali aku selamat dari patah tulang tapi malah pasang ring jantung!! Aiiiiiiiiii, tolong lain kali kalau mau ngomong tuh kasi kode dulu, dah ah sana mending kamu bikin teh buat Pak Kona!"

"Hihh, kan harusnya kamu!"

"Anak baru nggak boleh protes ya! Kamu udah bikin berkas-berkas aku jatuh, ini tuh mesti aku urutin lagi tau! Dah sana ah, selalu aja ngagetin orang!"

"Marahhhhhh mulu kerjaannya," protes Ai sambil berlalu ke pantri.

Gesta yang tertawa kecil melihat Biera duduk di atas lantai sambil mengurutkan berkas-berkasnya memutuskan untuk bergabung bersila kaki, "Pasti Pak Kona sengaja bikin rapatnya molor."

"Lagian mau sampai kapan, Ges...udah setaun lho dan nggak ada satu haripun beliau absen ngejar matahari terbenam."

"Antara hebat sama nelangsa sih menurut aku."

"Aku kalau jadi beliau sih belum tentu bisa se-konsisten itu ya..."

"Ya jangankan kayak beliau, orang nyisir rambut aja kamu nggak konsisten!" sindir Gesta sambil menarik rambut kriwil milik Biera.

"Nyindir?"

"Nggak donk, ngejek versi sederhana doank!"

"Dih..." bola matanya berputar tanda kesal.

                                   ***

Begitu selesai memastikan bahwa kendaraannya terparkir dalam keadaan lurus dan tidak keluar dari garis satu milipun, Nunew melompat turun lalu berlari sambil memegang bunga lili kuncup berwarna putih semburat kebiruan itu. Jalan setapak yang dia lalui sudah terlalu dihafal luar kepala. Nunew bahkan bisa berlari dalam keadaaan mata tertutup dan tetap sampai ditujuannya dengan selamat.

"Maafin udah terlambat..." batinnya dalam hati sambil terus berlari walau apa yang dia cari sudah terbenam setengah jam lalu, "Maafin, pasti nungguin ya..." nafas terengah-engah dengan keringat sebesar biji nangka itu turun saling bersusulan membasahi kemeja kantornya, "Maafin, maafin..." ulangnya berkali-kali sambil terus berlari. Berlari ke masa lalunya...

                                   ***

"BIE!!!" teriak Nunew dari dalam ruangannya. Kekesalan yang terpancar ditiga huruf itu membuat sang pemilik nama sontak menahan nafas.

"Ya, Pak??" tergopoh-gopoh, pria yang bahkan sebenarnya jauh lebih tua dari Nunew itu berlari memasuki kandang singa.

"Duduk dulu, Bie..."

"Pak, sepertinya berdiri lebih baik, bapak kalau udah marah suka lempar barang, saya takut gegar otak Pak..."

"Aduh, Bie. Siapa yang bilang aku marah sih? Mana ada? Memangnya kamu lihat muka aku lagi emosi?"

"Iya Pak, keliatan banget..." sahut Biera pelan membuat Nunew yang sedang duduk anteng di kursi mendadak berdiri lalu berlari ke cermin yang terpasang tidak jauh dari mejanya.

"Hmm, yang aku lihat cuma ketampanan internasional, nggak ada kemarahan di sini, Bie..."

"Aduh Pak, saya bisa ngompol di sini kalau bapak nggak cepetan kasih tau salah saya di mana..."

BEFORE THE LAST LILY BLOOMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang