Haii dengan Mami Lara disini
Up pagi biar kece
Ramaikan komentar!!!!!
Vote vote jangan lupa, apa gunanya baca kalo gak vote huh_-
^^
Hari telah berganti hari, sudah hampir satu minggu lamanya Alan berada di kota kelahirannya ini. Jogja.
Sebelum liburannya berakhir, Alan mempunyai prinsip untuk menjelajahi setiap sudut dari kota tua ini.
Seperti sekarang, dia dengan stelan serba hitam dan juga tas yang menggantung pada pundaknya, sudah siap untuk menjelajah kota Jogja.
"Alan pangkat riyen nggeh, eyang.(Alan berangkat dulu ya, eyang)." Pamit Alan, sambil menyalami sang nenek.
Eyang Puspa menerima uluran tangan cucunya. "Ajeng teng pundi maleh, El? (Mau kemana lagi, El?)" Tanyanya, yang melihat sang cucu telah berpakaian rapi.
"Biasa, eyang, hehe."
Wah, jarang sekali Alan bisa bercanda seperti ini, apakah moodnya sedang bagus hari ini?.
Mengerti dengan apa yang Alan maksud, eyang Puspa pun mengangguk. "Ya, mpon seng alon nggh (ya sudah, hati-hati ya)" pesan eyang Puspa.
"Nggh, eyang."
******
Kali ini rute pertamanya adalah Malioboro, tempat indah dengan bangunan khasnya membuat tempat itu menjadi incaran para wisatawan dan juga turis-turis asing dari berbagai negara
Matanya selalu memperhatikan sudut demi sudut tempat itu, berkedip satu detik saja pun rasanya begitu rugi. Alan mengambil buku yang selalu ia bawa kemana-mana, itu buku lukisannya. Sejak kecil, dirinya selalu menggambar hal apapun yang ia suka.
Tangannya itu mulai menggambar pola-pola dan sketsa-sketsa akan keindahan kota itu. Jika mengingat Malioboro, dirinya selalu terbawa akan masa lalu, dimana tawa asli tanpa rekayasa tercetak jelas dalam wajahnya.
Kini setelah puas dengan Malioboro. Ia akan menaiki delman untuk berkeliling, Malioboro, Sosromenduran, Gedong Tengen.
“ajeng numpak, dek? (Mau naik, dek?)” tanya pak kusir kepada dirinya.
Alan mengangguk, “nggeh pak, (iya pak)”
Alan menaiki delam seraya mengamati jalan Malioboro dengan lekat. Matanya tak ingin berkedip sekejap saja. Delman adalah salah satu kendaraan tradisional yang Alan sukai.
Setelah mengelilingi jalan Malioboro dengan menggunakan delman. Alan beralih pada sebuah warung makan. Disinilah tempat makanan favoritnya disajikan.
Gudeg. Itulah makanan kesukaannya, makanan khas yang begitu identik dengan Jogja begitu nikmat saat menyantapnya. Sedari kecil ia begitu suka dengan makanan itu, entah apa yang membuatnya begitu menyukainya.
“Gudeg setunggal, Bu (Gudeg satu bu)” Alan berucap pada Ibu-ibu penjual Gudeg.
“nggeh, ditunggu sekedap nggeh, Mas, (iya, ditunggu sebentar ya Mas)” balas ibu itu.
Gudeg yang di pesan Alan pun datang setelah menunggu beberapa menit.
"Niki Gudeg-ke Mas (ini Gudeg nya Mas)" Ucap Ibu itu sembari meletakan makanan nya di meja.
"Nggeh, bu matur nuwun (iya, bu Terima kasih)" ucap Alan.
"Nggeh, Mas kula permisi (iya, Mas saya permisi)" Ucap Ibu itu ke Alan dan langsung jalan ke belakang.
Alan pun memakan makanannya dengan lahap, kebahagiaan terpancar dari matanya, walau wajahnya begitu datar, tetapi tidak ada yang bisa menutupi kebahagiaan yang terlihat jelas terpancar dari matanya.
Selesai makan Alan pun langsung memangil ibu pedagang Gudeg untuk membayar makanannya itu.
"Buu..... " panggil Alan ke ibu itu sembari melambaikan tangannya.
Ibu itu pun langsung menoleh ke arah Alan dan langsung jalan ke tempat duduk Alan.
*****
Setelah puas makan ia lanjut melanjutkan menyusuri sudut-sudut Malioboro. Sampai akhirnya ia beristirahat kembali sembari melihat betapa indahnya tugu Jogja. Melihatnya sejenak dan langsung mengambil alat lukisnya dan ia pun langsung melukis keindahan yang ada di hadapannya.

Baru saja Alan ingin menyelesaikan lukisan, gadis remaja yang berjumlah dua orang tiba-tiba saja menghampiri dirinya.
"Mas" panggil salah satu dari mereka.
Alan nampak sedikit terkejut. "Iya kenapa?"
Mendapati jawaban sang gadis tersenyum. "Mas seorang pelukis ya?" Tanya gadis tersebut.
Alan tersenyum kikuk namun juga mengangguk.
Gadis itu nampak senang dengan jawaban yang diberikan Alan. "Kalo berkenan, Mas, mau gak lukis kita berdua, tenang mas kita bakalan bayar kok."
Alan tertawa sejenak, membuat kedua gadis itu kebingungan. "Dengan senang hati, nona" ucapnya dengan deep voice nya.
Beberapa menit Alan habiskan untuk melukis gadis yang baru saja ia temui, rasanya begitu menyenangkan. Apalagi gadis gadis yang Alan lukis begitu cantik, secantik kota Jogja, ah hari yang menyenangkan.
Setelah selesai, Alan memberikan hasil karyanya kepada gadis cantik tersebut, binar di mata menyambut, setelah melihat lukisan yang Alan buat.
"Wah, cantik sekali" ucap gadis itu, begitu heboh.
"Terimakasih"
"Nata, liat ini kita berdua, cantik kan" katanya, memanggil temannya yang sedari diam saja.
"Hmm cantik" balas sang teman, tersenyum.
"Oh iya, kita harus bayar berapa mas?"
"Tidak usah, anggap saja itu pemberian kota Jogja, saya pamit" kata Alan dan langsung melangkah pergi meninggalkan kedua gadis yang masih terdiam ditempat.
^^
Bersambung........
Tanpa perintah!
Vote komen!!!!See you next chapter papay
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada apa dengan Jogja?
Roman pour AdolescentsJogja, kota itu akan selalu menjadi kota istimewa. Tempat yang menjadi saksi antara dua insan yang menjalin asmaraloka. Swastamita menjadi penghias diantara kisah cinta yang terjalin diantara keduanya. Sastra yang kau tulis dan kenangan yang ku luki...