02

787 95 7
                                    

"ukhh" lenguh seorang pemuda dengan Surai hitam kecoklatannya. ia mengerjabkan matanya secara perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah ruangan yang sangat asing baginya. dimana ia sekarang? hanya itu yang terlintas di benaknya.

"omaygat, omaygat, omaygat. jangan bilang gue isekai?" monolog pemuda yang tak lain adalah Haikal. sesaat setelah berkata demikian ia langsung turun dari ranjangnya menuju sebuah cermin persegi berukuran besar yang terletak di sudut ruangan.

mulutnya mengangga, ia tak percaya apa yang dikatakannya sebelum kecelakaan benar-benar terjadi. pantulan cermin di depannya tak menunjukkan sosok pemuda dengan rambut ikal yang merupakan ciri khas dari dirinya.

di cermin itu ia melihat seorang pemuda tampan, dengan tinggi yang lebih pendek dari dirinya dulu. melihat wajah tampannya itu ia berpikir kalau mungkin saja ia isekai ke dalam novel.

setahunya tokoh di dalam novel tak ada yang buruk rupa, mau pengemis, gelandang, orang jahat, mafia, atau kakek nenek sekalipun tetap digambarkan dengan wajah tampan atau cantiknya yang luar biasa.

"tapi gue ga pernah baca novel anjing" Haikal itu badboy, kalau katanya dia. ia sama sekali tak pernah menyentuh buku novel seujung jari pun.

Haikal terus saja memandangi wajah tampan dari tubuh yang baru saja ditempatinya ini, ia masih sedikit ragu apa benar rohnya berpindah atau ini hanya sebuah mimpi?.

"kalo bukan mimpi berarti gue beruntung, gue dikasi kehidupan yang kedua dan belum dieksekusi sama yang maha kuasa di alam sana" ia menghela nafas sejenak sebelum akhirnya kembali kearah ranjang untuk membaringkan tubuhnya.

"siall banget, mulai sekarang gabakal lagi gue ngomong sembarangan" ia memejamkan matanya sebentar guna mengingat kembali akhir tragis dirinya terakhir kali sebelum jiwanya tiba-tiba berada di tubuh orang asing ini.

tanpa disadarinya setetes air mata jatuh membasahi pipinya. ia terisak tatkala mengingat temannya, Ali.

"Al Lo udah nguburin badan gue belum? orang tua gue pasti nangis kejer-kejer ya gara-gara anaknya yang tampan membahana ini tiba-tiba pergi?" Haikal yakin pasti ia sudah mati disana pasalnya rasa sakit yang ia rasakan pasca kecelakaan masih teringat jelas, genangan darah yang membasahi aspal masih terngiang-ngiang di kepalanya.

"bry?" pemuda yang masih terisak di dalam kamarnya itu menoleh tatkala seseorang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarnya sembari memanggil nama yang tak pernah ia dengar sebelumnya.

Haikal memandang bingung kearah pemuda tinggi yang juga sedang menatap kearahnya. "ma-manggil siapa?" tanyanya hati-hati.

"ya elo lah, emang disini ada siapa lagi selain Lo" jawab pemuda itu sembari menatap jengkel kearah Haikal.

"oh iya juga ya hehehe" pemuda itu mengerutkan keningnya ketika melihat Haikal tertawa canggung seperti itu.

"turun! yang lain udah nungguin Lo dibawah" mendengar itu Haikal langsung turun dari ranjangnya. "bang Alan ga pulang malam ini" ucap pemuda itu ketika melihat Haikal hendak membuka mulutnya.

"hah?" Haikal hanya cengo mendengar ucapan itu, padahal ia hendak menanyakan nama pemuda itu tetapi ia lebih dulu memotongnya dan mengatakan hal semacam itu.

"ni orang apa-apaan sih? gajelas banget sumpah, lagian yang punya tubuh punya masalah apa lagi kenapa sama sekali ga ngirim ingatannya ke gue kan jadi berasa bego gue gatau apa-apa." keluhnya dalam hati.

"yaudah ayok jalan" ucap Haikal cepat sebelum pemuda di depannya ini mengatakan hal-hal yang tak dapat dimengerti nya lagi nanti. mendengar ucapan Haikal pemuda itu berjalan lebih dulu menuju lantai bawah.

"ini kok ekspresinya kek ga bersahabat banget ya sama gue atau cuma perasaan gue aja kali ya? gimana kalo ternyata cerita hidup ni bocah mirip sama di novel-novel yang kaga akur sama keluarganya terus nanti gue disiksa, difitnah, dibunuh, diperkao- etssss otak suci gue gaboleh mikir Sampek sana" Haikal menggeleng-gelengkan kepalanya tatkala pikirannya sudah terbang jauh .

pemuda yang tadi menuntun jalannya langsung duduk setelah mereka sampai di meja makan, disana ada 4 orang termasuk pemuda tadi. Haikal benar-benar mengagumi keindahan dari wajah-wajah orang di depannya ini.

tak mau berlama-lama Haikal memilih untuk duduk di samping pemuda tadi, ia menatap satu persatu orang yang berada di sana sembari tersenyum kecil guna memperlihatkan sopan santunnya.

"mampus kayaknya dugaan gue bener deh ni bocah anak yang ga dianggep di keluarganya" batinnya ketika tak ada yang menanggapi senyumnya.

Haikal melirik sekilas satu-satunya wanita yang berada di sana, cantik! hanya itu yang terlintas di pikirannya. namun tak lama kemudian ia menatap tak suka kearah wanita itu, bagaimana bisa wanita itu tak menganggap pemilik tubuh yang sedang ditempatinya pikirannya.

padahal ia sama sekali tak tahu apa-apa tetapi malah seenaknya membuat skenario sendiri tentang tubuh barunya.

"bisakah sehari saja kamu tidak menampilkan raut tak sukamu itu kepada ibumu sendiri?" Haikal menoleh kearah asal suara, lelaki itu pasti sering menyiksa tubuhnya pikir haikal lagi.

"kenapa? apa ga cukup kalian nyiksa gue? kenapa kalian selalu nyalahin gue? gue ga pernah minta buat lahir ke dunia ini" ucap Haikal sembari berdiri dari duduknya, mereka semua yang mendengar itu terdiam, Haikal yang melihat reaksi itu tersenyum bangga dalam hati.

"Bryan apa kamu salah minum obat? sejak kapan kami pernah nyiksa kamu? kenapa tiba-tiba kamu bersikap aneh seperti ini?" mendengar pertanyaan lelaki yang diyakini sebagai kepala keluarga itu membuat pikiran Haikal  kosong mendadak.

apa tidak seperti itu pikirnya?. "mungkin dia stres pa karna bang Alan ga pulang malam ini" ucap pemuda yang duduk disampingnya sembari menahan tawa.

wajah Haikal langsung memerah bak kepiting rebus, sial dia salah tangkap pikirnya. segera ia berlari menuju kamarnya di lantai atas.

Bad StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang