Di salah satu ruangan yang terlihat kecil namun juga nyaman secara bersamaan, seorang pemuda dengan Surai hitam kecoklatannya mulai membuka matanya secara perlahan.
netranya menatap kepenjuru ruangan namun tak mendapati siapapun dan juga ia merasa seperti familiar dengan situasi ini, bangun di tempat asing tanpa tahu apa yang telah terjadi.
"ini siapa lagi yang nyulik gue" gumamnya pelan, ia hendak bangkit dari ranjang namun sebuah rasa sakit menghantam kepalanya hingga membuat pemuda itu meringis.
"udah bangun?" pemuda yang tak lain adalah Bryan langsung menoleh tatkala mendengar suara berat dari arah pintu.
"Lo siapa dan sekarang gue lagi dimana?" seseorang yang bersuara tadi mendekat perlahan kearah Bryan, "gue yang nyelamatin Lo waktu Lo sekarat sendirian di jalan dan sekarang Lo lagi di rumah gue" Bryan mengangguk mengerti.
"makasih" pemuda itu hanya berdehem untuk membalas ucapan Bryan. "nama Lo siapa?" tanyanya lagi saat tadi hanya dibalas deheman.
"Bara" Bryan pun hanya manggut-manggut. melihat Bara yang duduk di kursi yang berada di dekat ranjang tempatnya tidur membuat Bryan berinisiatif untuk mengkode pemuda itu agar membantunya bangun.
"Lo bukan cewek gausah pake kode-kodean segala" semburan merah menjalar di wajah Bryan ketika mendengar ucapan Bara, rasanya ia ingin hilang saja dari bumi ini.
°
°
°
"farell kamu ga dapat kabar dari adik kamu?" farell yang ditanya oleh sang ibu lantas hanya menggeleng.
hari sudah pagi namun di meja makan sekarang salah satu dari mereka belum juga menampakkan dirinya dari kemarin, siapa lagi kalau bukan si bungsu.
"palingan juga sibuk keluyuran mah Sampek ga inget pulang" ucap Deon yang langsung mendapat tatapan sinis dari farell.
"Lo kenapa kayaknya gasuka banget sama Bryan? jangan lupa dia itu adek Lo bang!"
"Lo bilang dia sibuk keluyuran? gimana kalo ternyata dia kenapa-napa di luar? Lo ga pernah mikir kek gitu?" farell menumpahkan semua emosi yang sudah ia pendam sedari kemarin, adiknya tak kunjung pulang saja sudah membuatnya sangat frustasi ditambah dengan kakaknya yang selalu saja menjelekkan Bryan.
"FARELL"
"APA??" balas farell ketika Alan meneriaki namanya.
tak kunjung ada sahutan lagi membuat farell langsung bergegas pergi dari sana, ia lebih baik cepat-cepat ke sekolah dan mencari keberadaan adiknya.
°
°
°
"pala gue sakit banget anjing" keluh Bryan yang sedang duduk santai di sebuah kursi yang terletak di pinggir jalan. setelah merasa agak membaik Bryan memilih untuk pamit karena melihat Bara yang sepertinya hendak bersiap-siap untuk pergi ke sekolah namun sebelum pergi tak lupa ia meminta nomor telepon pemuda itu.
"biasanya kalo kek gini gue bakalan ngehubungin Ali, gue bakal aduin semuanya ke dia tapi sekarang gue harus ngadu kemana?" setetes demi setetes air mata membasahi pipinya.
Bryan mengusap kasar air matanya, ia tak boleh menangis tak boleh menjadi lemah di dunia yang entah berantah ini. namun pemikirannya kalah dengan rasa sakit dari tubuh ini, ia memejamkan matanya sejenak.
"Tuhan hamba mohon angkat rasa sakit ini, hamba bukan orang yang kuat seperti anak lain" monolognya ketika membuka mata saja sudah sangat susah dilakukan.
kepalanya sakit, badannya lemas juga penuh memar perutnya lapar karena belum makan sedari kemarin malam.
"Lo bukannya sekolah tapi malah santai-santai gini disini?" Bryan tahu siapa pemilik suara ini namun untuk mendongak saja ia sudah tak mampu.
Deon menatap datar kearah adiknya namun hatinya sangat sakit melihat keadaan dari Bryan yang terlihat sangat jauh dari kata baik, ia juga mendengarkan semua ucapan Bryan tadi, ingin sekali rasanya ia memeluk dan mengambil sedikit rasa sakit dari adiknya namun ia terlalu gengsi.
"lo kenapa disini?" ucap Bryan dengan suara parau, Deon tak menjawab ia memang biasanya melewati jalanan ini saat akan berangkat kuliah namun tadi tiba-tiba saja ia melihat siluet adiknya hingga membuat ia berhenti dan benar saja ternyata itu adalah Bryan.
tanpa sepatah katapun Deon langsung menggendong Bryan ala karung beras membuat sakit kepalanya semakin parah.
"Deon sialan gue sumpahin muka lo kena tai kuda" batin Bryan, ia hanya bisa berpasrah sekarang.
Deon mendudukkan Bryan di kursi sebelah pengemudi setelah itu barulah ia duduk di kursi pengemudi.
"Lo tawuran apa kalah balapan?" tak ada sahutan dari pertanyaannya hingga ia menoleh kearah sang empu dan menatap iba adiknya itu, Bryan terlihat memejamkan matanya guna menahan rasa sakit yang sedang dirasakannya.
segera Deon melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit, jujur ia membenci adiknya namun ia juga tak tahan melihat Bryan dalam keadaan seperti ini.
°
°
°
"DOKTERRR" teriak Deon seperti orang kesetanan setelah sampai di rumah sakit, kondisi Bryan terlihat semakin parah hingga membuatnya hilang kendali akan dirinya sendiri.
dengan tenaga yang tersisa Bryan menutup wajahnya dengan telapak tangannya, ia sudah sibuk mengatai kakaknya itu dalam hati karena menurutnya terlalu lebay.
°
°
°
"Lo kalo ga ikhlas gausah nyuapin gue deh" kesal Bryan sembari membersihkan bubur yang berceceran ke bajunya.
Deon yang mendengar itu hanya merotasikan matanya, sudah mau disuapi tetapi malah banyak tingkah pikir Deon. "lagain lo ngapain pake sekarat juga sih?".
"Lo pikir gue sengaja kek gini?" pertanyaan Bryan dengan cepat langsung mendapatkan jawaban 'ya' dari Deon.
DUKK
habis sudah kesabaran Bryan mengahadapi kakaknya itu, Deon yang baru saja dilempari bantal oleh sang adik hendak membalas tetapi ia urungkan ketika melihat tatapan tajam bak belati yang dilayangkan oleh adiknya itu.
"mending Lo pulang Sono gue mau tidur" ucap Bryan lalu kembali merebahkan tubuhnya menghadap ke kiri membelakangi kakaknya itu.
lama tak ada sahutan membuatnya berbalik menatap sang kakak yang juga sedang menatap kearahnya.
"lo tuli?" Deon sontak menggelengkan kepalanya. "tidur-tidur aja napasih? gue bakal tetep disini" balasnya membuat Bryan cengo sendiri.
"jangan GR Lo, gue bilang kek gitu biar bisa bolos" lanjutnya lagi membuat Bryan menghela nafas pelan, "gengsinya gede banget sih bilang aja Napa kalo khawatir sama gue" ucapnya pelan namun masih bisa didengar oleh Deon.
"gue bilang jangan GR"
"iya-iya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Story
Teen FictionKecelakaan yang merenggut nyawanya sungguh sebuah takdir buruk bagi Haikal. pemuda itu masih ingin hidup! ia tak mau merenggang nyawa di usianya yang baru 18 tahun. entah keajaiban darimana tetapi dirinya hidup kembali di tubuh yang berbeda, ia tiba...