1st Aroma

8 1 0
                                    

Hai semua. Kali ini saya memutuskan untuk perlahan-lahan menghidupkan kembali cerita Nonversation dengan judulnya yang baru, yaitu Aftertaste. Nonversation pertama kali ada di Wattpad pada tahun 2018. Kini 5 tahun telah berlalu, saatnya Rachel dan Paraduta menyapa kalian lagi. Tidak banyak yang berubah, hanya saja beberapa hal saya hapus dan tambahkan, karena bagaimanapun 5 tahun itu bisa merubah banyak hal, termasuk cara saya berpikir dan menulis (meskipun tidak signifikan). Sekian dari saya, selamat membaca.



"Selamat menikmati."

Aku tersenyum tipis seraya menerima hot chocolate yang aku pesan beberapa saat lalu, kemudian berbalik untuk mencari meja kosong di dalam cafe yang cukup ramai hari ini. Mataku pun menangkap meja kosong di salah satu sudut ruangan, di balik beberapa vas bunga berukuran besar, tanpa adanya jendela di sisi meja, dengan suasana sunyi melingkupinya. Sangat sesuai dengan suasana hatiku sekarang.

"I like this," gumamku setelah menempatkan diriku di sana. Dengan perlahan, aku meminum hot chocolate yang aku pegang seraya mengamati keadaan sekitarku yang ramai dalam diam. Dari sini aku dapat melihat jenis-jenis pengunjung yang dimana beberapa diantaranya adalah segerombolan anak remaja, mungkin setingkat SMA yang suka heboh sendiri, kemudian terdapat para pria dan wanita berpakaian kerja, beberapa pasang kekasih (mungkin saja), dan sisanya hanya orang-orang yang sekedar bersantai ria di tempat ini.

Lalu aku terdiam, mengalihkan pandanganku pada gelas kardus minuman yang aku pegang. Akan selalu begini. Aku akan selalu sendirian dan hanya ditemani dengan segelas hot chocolate dan juga suasana café yang selalu ramai. Dengan aku yang selalu sendirian.

Sebenarnya aku tidak sendiri. Aku memiliki kekasih. Ralat, aku pernah memiliki kekasih. Aku pernah menghabiskan waktu bersamanya di berbagai café (mengingat ia suka sekali dengan beragam jenis kopi dan berniat untuk mempelajari cara mengolah kopi agar enak saat diseduh, dan sepertinya ia memiliki keinginan untuk membuka cafe miliknya sendiri), lalu aku pernah menonton berbagai film di bioskop dengannya, aku pernah mendatangi banyak tempat bersamanya, hingga pada suatu titik semua itu terhenti.

Sakit hati, tentu saja. Ia pergi begitu saja, meninggalkanku yang sedang mencintainya dengan amat dalam. Meninggalkanku dengan berbagai kenangan yang kami lalui bersama dan sisa rasa yang tertahan di hati.

"Apakah meja ini kosong?"

Demi apapun, aku tidak kaget dengan suara yang tiba-tiba datang itu. Meskipun aku sedang melamun, meratapi luka dan lara di hatiku, dan membiarkan pikiranku berkelana, tetapi bukan berarti aku tidak awas dengan sekitar. Hanya saja aku sedang sangat ingin sendirian saat ini.

Dengan malas, aku mendongak dan mendapati seorang pria berpakaian formal; kemeja biru tua dengan lengan digulung hingga siku, jas hitam yang disampirkan di lengan kirinya, serta celana kain hitam. Tangan kanannya membawa gelas minuman, dan wajahnya menampilkan sebuah senyuman ramah.

"Seperti yang bisa kamu lihat."

Aku menjawab dengan datar dan berharap bahwa pria di depanku ini, entah siapa dia, segera pergi dan mencari meja kosong lain. Aku yakin masih ada meja kosong di belakang sana. Kalaupun sungguh penuh, pasti akan ada pengunjung lain yang bersedia berbagi meja dengannya.

Bukan aku.

Pria itu hanya tersenyum, kali ini terlihat seperti smirk. Tanpa permisi atau apapun, ia menarik kursi di seberang mejaku dan mendudukinya. Ia meletakkan gelas minumannya, lalu membalikkan badannya untuk menyampirkan jasnya di sandaran kursi.

Oke, kini dia telah duduk di hadapanku.

"Jadi, siapa namamu?"

Aku memutar bola mataku. Sama sekali tidak ada niatan untuk menjawabnya. Aku rasa aku juga tidak wajib menjawabnya mengingat kami tidak memiliki urusan apapun.

Aftertaste [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang