Peraturan ketigabelas: Surat-surat yang masuk disortir menjadi surat pribadi, tagihan, surat bisnis, dan iklan. Semua iklan boleh langsung dimusnahkan, sedangkan surat-surat lainnya ditaruh di keranjang-keranjang di depan ruang kerja sesuai kategorinya. Telegram harus langsung disampaikan pada Lord Beverley.
~ 🥀🥀🥀 ~
The Three Black Dogs adalah sebuah kedai makan yang terletak persis di seberang Royal Ashfield Hospital. Bangunannya kecil dan tua, sungguh kontras dengan kemegahan rumah sakit sekaligus pusat riset kedokteran berlantai enam itu. Renda kanopi merahnya, yang sudah kusam dan pudar setelah bertahun-tahun diterpa sinar mentari dan debu jelaga, berkibar-kibar diembus angin musim gugur. Menu jualannya sederhana saja, hanya kentang tumbuk bersaus kaldu, sosis panggang, roti lapis, dan makanan-makanan umum lainnya. Namun, tempat itu penuh sesak dengan pengunjung.
Melalui jendela kedai, Amy melongok ke dalam. Udara akhir musim gugur dingin menusuk tulang. Amy menyesal tak mengenakan sarung tangan sebelum berangkat. Uap napas gadis itu menimbulkan embun di kaca jendela. Sudah hampir pukul sebelas tiga puluh. Beberapa orang dokter keluar-masuk membeli makan siang, tetapi Dokter Satterthwaite tak kunjung kelihatan. Betapa pun ia mengamati setiap pria berambut pirang gelap yang datang, ia tetap tak bisa menemukan lelaki itu.
"Aneh, apa Dokter Satterthwaite mendadak berhalangan datang?" Amy melayangkan pandang ke rumah sakit. Andai ada cara untuk menghubungi lelaki itu secara langsung, pasti ia tidak perlu berdiri kedinginan seperti ini! Mulanya, gadis itu berpikir positif. Barangkali ada pasien yang masih harus ditangani, dan Dokter Satterthwaite tidak bisa pergi sebelum ia selesai dengan pasien itu. Namun, jarum jam terus berdetak. Amy tidak punya banyak kesempatan sebelum durasi izin keluar dari Lord Beverley habis.
Gadis itu mulai gelisah. Ia berjalan mondar-mandir di depan kedai. Akhirnya, ia sadar tidak bisa begitu terus. Terpaksa ia memberanikan diri untuk menyeberangi jalan. Pintu gerbang Royal Ashfield Hospital menjulang tinggi, bagaikan tombak-tombak hitam hendak menghujam langit. Makin mendekati bangunan rumah sakit, aroma alkohol dan obat-obatan mulai tercium. Amy menahan napas, berusaha menyingkirkan rasa mual yang tiba-tiba menyeruak. Hanya sekali Amy pernah memasuki rumah sakit itu sebelumnya. Kala itu, ia tinggal di sana selama seminggu, tepat setelah kebakaran menghanguskan rumah dan orang tuanya.
Luka-luka yang Amy derita dalam kebakaran itu tidak terlalu parah. Bahkan, bekas luka di jemarinya akibat terkena tetesan lilin jauh lebih kentara daripada bekas-bekas luka dari tragedi itu. Hanya saja, luka fisik dan luka batin adalah dua hal yang berbeda. Kala gadis itu menapaki jalan menuju ke beranda, dan melihat pasien-pasien baru didorong masuk di atas brankar-brankar beroda, ia teringat kala para paramedis itu membawa jasad orang tuanya. Ia hanya bisa berteriak, berteriak, dan terus berteriak memanggil mereka, hingga suaranya habis dan tenggorokannya terluka. Para perawat harus setengah menyeretnya masuk supaya bisa memperoleh perawatan. Soal apa yang terjadi selanjutnya, Amy tak begitu ingat. Mungkin ia pingsan, atau menangis terisak-isak semalaman. Bau obat merah, karbol, dan alkohol senantiasa menusuk hidung. Bau yang sama terus-menerus terngiang dalam memorinya, tak lekang digerus waktu yang terus berjalan maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into the Shadows
Paranormal[Paranormal - Thriller - Dark fantasy] Content warning: violence, horror elements Musim gugur 1886. Amy, seorang gadis yang kehilangan segalanya pasca kebakaran menghanguskan rumah dan keluarganya, mulai bekerja sebagai pelayan di rumah Lord Nathani...