7. Misteri Rathcliffe Valley

29 11 0
                                    

Peraturan keenam: Tugas berbelanja dilakukan setiap pukul enam pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Peraturan keenam: Tugas berbelanja dilakukan setiap pukul enam pagi. Kau sudah harus kembali maksimal pukul setengah delapan pagi. Dilarang membeli barang-barang di luar daftar yang sudah diberikan, kecuali bila menggunakan uang pribadi. Setiap pengeluaran untuk keperluan tuan rumah harus dicatat dalam buku di ruang pelayan, dan rekap hasilnya dilaporkan setiap akhir bulan.

~ 🥀🥀🥀 ~

Di Kota Ashfield, anak-anak jalanan ada di mana-mana. Sebagian mengemis di jalan, sebagian bekerja serabutan, ada pula yang jadi maling dan pencopet. Mayoritas tidak pernah mengenal orang tua mereka. Ada pula yang punya orang tua, tetapi ayah dan ibu mereka terlalu miskin dan kebanyakan anak untuk bisa memperhatikan mereka dengan baik. Mereka membawa kehidupan ke dalam bangunan-bangunan kosong, menyelinap di antara cepatnya kehidupan urban demi sepotong roti dan sehelai pakaian hangat, serta menjadikan kota taman bermain mereka kala semua orang terlelap.

Amy tidak pernah tahu rasanya jadi mereka. Meski bersahaja, kehidupan di St. Peter hangat dan menyenangkan. Ia beruntung, ia tahu itu. Andai ia dipungut oleh seorang bajingan, atau dikirim ke panti asuhan yang buruk, hanya tiga kemungkinan jalan hidupnya. Menjadi salah satu dari ribuan buruh pabrik yang duduk menjahit selama lebih dari dua belas jam per hari, jadi wanita penghibur di bar murahan yang berjajar di tepi pelabuhan, atau mati terserang penyakit sebelum mencapai usia delapan belas tahun. Sudah sering ia mendengar kisah-kisah mengerikan tentang anak-anak kecil yang disiksa dan ditelantarkan di panti-panti, hingga keadaan mereka malah lebih buruk daripada sebelum masuk ke sana.

"Er, permisi!" Amy berlari-lari kecil menghampiri anak-anak itu. "Boleh aku menanyakan sesuatu?"

Anak-anak itu menoleh keheranan. Usia anak yang paling tua tidak lebih dari dua belas tahun, sedang yang termuda bahkan belum enam tahun. Wajah mereka, terutama yang kecil-kecil, penuh coreng-moreng, perpaduan bekas ingus dan debu jelaga. Baju compang-camping mereka menggantung kebesaran. Sebagian besar tidak bersepatu. Pemimpin kelompok kecil itu, seorang anak laki-laki kurus berwajah lancip, maju menemui Amy. Matanya menatap gadis itu dari kepala sampai ujung kaki.

"Ada perlu apa?" Nada suaranya tenang, tetapi penuh curiga. Sama sekali tidak terdengar seperti seorang bocah yang baru beranjak remaja. Kerasnya hidup telah memaksa anak itu dewasa lebih cepat. Ia menganggap dirinya sebagai kakak semua anak jalanan itu, yang bertanggungjawab menjaga keamanan dan keutuhan keluarga.

"Ah, hai," sahut Amy canggung. "Aku sering melihat kalian di sini. Wah, akhir-akhir ini keadaan di sini agak menakutkan, bukan?"

"Biasa saja. Apa bedanya buat kami?" Anak itu menendang-nendang kerikil. "Setiap hari juga begitu. Polisi-polisi selalu mencari-cari alasan untuk menangkap kami. Setelah ini, pasti lebih banyak polisi yang datang kemari."

"Kau sudah tahu bahwa anak yang hilang di pasar itu ditemukan sudah meninggal, bukan? Kudengar ada penjahat yang sangat berbahaya berkeliaran di sini." Amy mencondongkan badan ke depan dan berbisik. "Apa benar begitu?"

"Jangan bicara omong kosong, Nona." Mendadak anak itu menjadi gugup. "Itu semua cuma gosip. Duncan tewas karena tenggelam. Kami tidak mau membicarakan hal itu lagi."

Amy terdiam. Otaknya berpikir keras. Ia tidak mungkin membujuk anak-anak itu dengan uang, apalagi menjanjikan perlindungan dari kejaran polisi. Tabungannya masih sedikit, koneksi pun ia tak punya. Maka, gadis itu pun mencoba sebuah trik yang pernah ia baca dalam cerita-cerita detektif. Ia benahi letak kacamatanya, pasang raut muka paling meyakinkan yang ia bisa, gadis itu berucap.

"Aku tahu sosok itu juga mengambil beberapa orang di antara kalian."

Seketika wajah bocah itu memucat. Ia memalingkan muka, lalu memberi isyarat pada bocah-bocah yang lebih muda supaya pergi bermain sendiri. Sambil keheranan, anak-anak lain berserak-serak pergi. Waktu ia akhirnya kembali menghadap Amy, sorot matanya membara penuh kebencian. Kontan gadis itu tertegun. Belum pernah Amy melihat ekspresi seperti itu ditujukan padanya. Anak itu memandangnya seolah ia adalah seorang pengacau, yang datang untuk mengobrak-abrik dan menghancurkan.

"Kalau iya, memangnya mengapa?" desis anak itu menantang. "Apa urusanmu? Apa yang bisa kauperbuat?"

"Er, menceritakan kesaksian kalian pada polisi, kurasa. Aku tahu kalian benci polisi, tetapi bukankah jauh lebih baik kalau penjahat itu cepat tertangkap? Kalian tenang, aku juga tenang. Tidak usah khawatir, aku bahkan takkan menyebut-nyebut soal kalian bila kalian tak berkenan." Amy mengangkat bahu dan tersenyum canggung. "Yang penting kita sama-sama untung, kan?"

"Tidak usah berusaha membodohi kami, Nona! Kau jelas-jelas bekerja di Rathcliffe Valley. Aku tahu kelakuan orang-orang di sana. Merekalah yang paling ingin kami disingkirkan. Menurut mereka, kami hanya bikin kumuh lingkungan. Berulang kali sudah kami dituduh mencuri dan dipukuki hanya karena kebetulan melintas di dekat sana. Kami sudah tahu kalau penjahat itu dikirim oleh orang-orang Rathcliffe Valley!"

"Apa? Tidak ada yang seperti itu!" bantah Amy. "Siapa yang bilang begitu? Itu tidak benar!"

"Huh, kau benar-benar bodoh, Nona." Anak itu mendengkus sambil bersedekap, lagaknya bak seorang pria tua. "Begini saja, mumpung masih sempat, kusarankan kau secepatnya pergi dari sana. Beberapa malam lalu, kami melihat penculik itu. Ia selalu berkeliaran dengan jubah panjang dan topi serba hitam. Aku, Jack, dan Rick diam-diam menguntitnya. Kami melihatnya pergi ke Rathcliffe Valley. Ia masuk ke rumah seram itu, rumah berdinding gelap di ujung kompleks yang jendelanya selalu tertutup dan cerobong kembarnya terus mengepulkan asap, melalui pintu belakang. Kalau kau tetap bekerja di sana, Nona, kami akan menganggapmu ada di pihak mereka."

"Rumah di ujung kompleks?" Amy mengangkat alis.

"Astaga, kau ini sungguh dungu, ya? Rumah itu, yang pagarnya berhias ukiran sulur dan ular! Rick selalu bilang tempat itu rumah setan, dan kurasa ia ada benarnya. Nah, kalau kau sudah selesai bicara, aku permisi, Nona. Ayo, kawan-kawan, kita pergi!"

Anak itu berbalik dan berjalan menghentak-hentak. Tak sekali pun ia menoleh. Amy lupa menanyakan namanya. Gadis itu melihatnya menggiring anak-anak lain menjauh. Amy pun berbalik. Gadis itu kembali ke Rathcliffe Valley. Langkahnya gontai. Entah sejak kapan keranjang rotannya jadi terasa sepuluh kali lebih berat. Ia sadar betul bahwa penghuni-penghuni Rathcliffe Valley tidak terlalu disukai. Keberadaan kompleks perumahan mewah itu saja sudah kontras dengan daerah kumuh dan pemukiman padat penduduk di sekitarnya. Namun, bukankah tuduhan bahwa mereka sengaja menyingkirkan anak-anak jalanan terlalu berlebihan? Orang sekejam itu hanya ada di novel-novel, bukan?

"Tidak. Semua ini mustahil. Aku tidak mau percaya ...." Gadis itu menggumam. Tangannya bergerak membuka gembok pagar. Matahari sudah jauh di atas kepala. Kemungkinan besar Nyonya Collins akan mengomelinya karena terlambat membawakan bahan masakan. Diam-diam, ia menyesali perbuatannya. Andai ia tidak terlampau ingin tahu, andai ia tidak sok bermain jadi detektif, barangkali ia takkan pernah mendengar keterangan itu. Pasalnya, ia mengenal rumah yang dikisahkan anak-anak jalanan itu dengan baik. Terlalu baik, malah. Amy tidak sanggup menemukan penjelasan lain, dan satu-satunya kesimpulan yang masuk akal membuat sekujur tubuhnya bergidik oleh kengerian.

Sebab, satu-satunya rumah di Rathcliffe Valley yang selalu tertutup, dengan cerobong asap kembar serta pagar berhias sulur dan ular, adalah Emerald Hall. Serta, satu-satunya orang yang memiliki akses keluar-masuk dari rumah utama lewat pintu belakang pada malam hari, adalah Lord Nathaniel Beverley.

 Serta, satu-satunya orang yang memiliki akses keluar-masuk dari rumah utama lewat pintu belakang pada malam hari, adalah Lord Nathaniel Beverley

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Into the ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang