Sepatu sebelah kanan dipungut Jana di teras rumah. Sepatu sebelah kiri dipungut Jana dari pintu masuk. Kemudian kaos kaki, tas, baret, rompi, dan celana ia temukan setiap makin masuk ke dalam rumah. Jana bergeleng-geleng heran. Kadang dirinya berandai-andai kalau saja dulu yang lahir anak perempuan akankah hidupnya lebih mudah? Tidak harus memungut jejak harta karun seperti ini.
Dari arah dapur terdengar suara ocehan khas anak laki-laki. Diikuti oleh kehebohan dari seorang wanita berumur. Jana mendapati sepasang nenek dan cucu itu sedang asik bercengkrama. Sang nenek sambil menyeduh teh tampak antusias mendengar cucunya bercerita tentang serangan alien di dalam mimpinya semalam. Cerita yang tidak masuk akal bagi Jana. Namun ibunya selalu mengingatkannya tentang imajinasi anak-anak yang tak terbatas kemudian mengungkit bahwa setidaknya cerita Luke lebih masuk akal daripada jalan pikir Jana. Jana memutar bola mata. Ibunya terlalu memanjakan si cucu, dan itu tidak baik.
"Luke, Dad tadi suruh apa waktu di mobil?" tegur Jana dengan teganya memotong pembicaraan.
Luke memandang ayahnya sebentar. Lalu menggerakkan pundak. "Lupa," jawabnya enteng. Jana langsung berkacak pinggang.
"Tadi Dad bilang, setelah masuk rumah, cuci tangan, cuci kaki, dan ganti baju rumah."
Saat Jana meninggikan suara, ibunya langsung pasang badan. "Ih, kamu ini cerewet banget, kayak nenek-nenek. Tadi Mamah yang panggil Luke langsung ke dapur. Mamah kan kangen sama cucu Mamah yang paling ganteng sedunia ini!"
Luke membiarkan wajahnya diunyel-unyel neneknya dan diberi ciuman bertubi-tubi. Bocah itu malah tampak menikmati siraman kasih sayang tanpa akhir tersebut. Jana jadi jengah melihatnya.
"Ya tuhan, baru juga ditinggal sekolah 4 jam," dumel Jana dengan maksud bercanda. Namun sepertinya Mamah tidak menganggapnya demikian.
"4 jam rasanya kayak 4 tahun kalau sama My Luke,” ucap Si Mamah sambil memeluk Luke. Yang dipeluk justru tertawa-tawa gemas membuat neneknya tidak tahan untuk tidak menghujaninya dengan ciuman bertubi-tubi.
Jana mendengus pasrah dan ikut bergabung dengan menuang teh dari teko ke dalam gelasnya sendiri. Mamah mengelus-elus kepala Luke dengan sayang.
“Gimana hari pertama sekolahnya? Luke senang?” tanya Mamah.
Luke mengangguk-angguk kecil. Jana memandang putranya penasaran. “Luke senang, tapi….” Luke menoleh dan menatap Mamah Jana dengan tatapan lugu khas anak kecil.
“Tadi semua orang datang sama mamanya, cuman Luke yang sama Dad.”
Mendadak muncul keheningan yang canggung di ruang makan. Tatapan Mamah mendadak menjadi sendu. Ia menatap Jana yang juga langsung menghindari tatapan sang ibu. Wanita paruh baya itu menarik Luke ke dalam dekapannya. Mamah mengusap punggung Luke dengan sangat lembut.
“It’s ok, Luke. Kamu kan punya Daddy yang paling keren, paling ganteng, paling hebat seperti yang kamu bilang.”
“Iya, Luke tahu,” sahut bocah itu.
“Oh iya, bagaimana kalau besok Oma Mamah yang datang jemput Luke?” tawar Mamah Jana sambil menangkup wajah bocah itu. Kedua mata besar Luke langsung mengeluarkan binar kegirangan.
“Mau! Luke mau! Yeay!!” serunya dengan riang kemudian melompat dari kursi dan berlari ke arah pengasuh yang sejak tadi menyiapkan makan malam untuknya. “Sus, besok aku dijemput Oma mamah!” lapornya. Jana dan ibunya tidak sanggup untuk menahan tawa.
"Sus, tolong bersihin dulu itu si bocil bau asem.” Jana menunjuk Luke dan memberikan gestur untuk segera melakukan perintahnya pada wanita muda tersebut. Sang pengasuh pun membawa Luke keluar dari ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOMMY, I Want DADDY!
Romance[ON GOING] Kana menjalankan peran ganda sebagai ibu, ayah, sopir, koki, dan masih banyak peran lainnya demi putra semata wayangnya, Marshal. Sejak perceraian tragisnya bertahun-tahun yang lalu, Kana harus banting tulang demi mengamankan masa depan M...