Bab 4: J Meet J

156 28 5
                                    

"Tolong antarkan Mamah ke arisan, dong. Antar saja habis itu kamu boleh balik." Begitu kata Mamah sekitar satu jam yang lalu. Nyatanya Jana terjebak di antara ibu-ibu genit yang getol menawarkan anak-anaknya untuk dijodohkan pada Jana. Tiap kali ada ibu-ibu yang mendekat, Jana menatap ngeri. Wajahnya tersenyum sementara hatinya berteriak. Jana berapa kali ingin kabur dan berbagai macam alasan dilontarkan sang ibu. Makan dulu, cobain dulu kuenya, atau kamu ingat nggak si xxx ini, dulu dia satu tempat bimbel sama kamu waktu SD sambil memaksa Jana untuk mendekati seorang gadis yang Jana tahu namanya saja tidak. Restoran yang disewa khusus oleh para ibu-ibu sosialita ini pun terasa menjemukkan. Mamah jelas-jelas merencanakan ini dari jauh-jauh hari. Jana tidak bisa berbuat banyak selain mendengus dan melirik sebal ke arah Sang Mamah.

Jana memanfaatkan kesempatan saat Mamah sedang terlibat diskusi serius dengan salah seorang sahabatnya. Diskusi mendalam mengenai anak tetangga sahabatnya yang sudah menikah 4 kali. Jana menyelinap ke area balkon restoran yang ada di lantai 2, area terbuka yang memang disediakan untuk merokok. Jana menarik napas. Akhirnya ia bisa menghirup udara segar. Sedikit segar dibandingkan di dalam ruangan tadi. Jana melangkah mendekati salah satu bangku di dekat pagar pembatas yang sengaja dihiasi dengan tanaman menjalar. Jana mengeluarkan vape device-nya. Ia duduk bersandar dengan kaki selonjoran di atas meja kecil di depannya lalu Jana menatap langit kelabu di atasnya. Tidak banyak yang dapat dinikmati di kota besar seperti ini. Langitnya tidak lagi biru. Awan pun hampir kalah dengan polusi yang menyelimutinya. Jana menghembuskan napas dengan membuat awan putih sendiri untuk menghiasi langitnya.

Pikiran Jana melayang kembali semasa kuliah. Setiap ada waktu senggang, ia dan Tanisha suka berbaring di halaman kampus sambil memandang langit. Tanisha suka sekali menunjuk-nunjuk awan berbentuk unik dan menginterpretasikannya dengan sudut pandangannya yang tidak kalah unik.

"Itu kucing lagi berenang, kalau yang itu monyet lagi berantem sama pacarnya."

"Who you to assume itu monyet lagi berantem sama pacarnya?"

"Iya, kan soalnya pacar si monyet itu suka PHP, katanya mau ngajak makan pizza tapi malah ketiduran."

"Kamu nyindir aku?"

"Bagus deh, kalau ngerasa."

Tanisha biasanya hanya tersenyum usil menanggapi jawaban Jana. Berikutnya mereka akan berguling-guling di atas rumput karena Jana menyerangnya dengan gelitikan. Kenangan itu mengabur dan hilang bersama asap putih dari napas Jana.

Lamunan Jana buyar saat seorang laki-laki asing datang menarik kursi di seberangnya dan ikut duduk di sana. Sekilas ia tersenyum ramah pada Jana sambil mengeluarkan kotak rokok lengkap dengan korek dari dalam kantong celana kainnya. Jana membalas senyumannya atas dasar sopan santun.

"Lagi kabur juga, Bro?" sapa laki-laki itu sok akrab sambil membuka blazernya dan menyampirkannya di sandaran kursi. Jana mengerutkan alis sedikit. "Sabar, bentar lagi juga selesai," ucap laki-laki itu melanjutkan.

"Nungguin istri?" ujar Jana kemudian. Laki-laki dengan rambut tertata rapi itu bergeleng.

"Nemenin nyokap. Kalau istri masih di dalam khayalan belaka."

Jana seketika terkekeh mendengar jawabannya. "Korban juga rupanya."

Tahu-tahu lelaki itu mengulurkan tangannya pada Jana. "James. Sebagai sesama korban, kita wajib kenalan."

Jana menatap tangan yang mengambang di depannya itu sejenak. Tak lama ia menjabatnya dengan santai. "Renjana."

James kemudian tersenyum lebar menampilkan deretan gigi yang terawat dengan baik. Lebih cerah dari kemeja putih yang dikenakan Jana.

MOMMY, I Want DADDY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang